Mengapa Ebook Saya Gratis?

Sudah sebulan terakhir banyak orang prihatin yang datang ke saya berkata, "Kamu salah besar, tidak seharusnya kamu melepas ebook kamu full-versioncuma-cuma, kalau semua sudah baca ebook kamu, mereka mana mau beli buku kamu?" Apa yang dikatakan orang-orang baik hati tersebut memang dapat dipahami. Di dunia perbukuan, haram hukumnya untuk ebook full version dilepas secara gratis karena dianggap akan berdampak pada penurunan jumlah salesbuku. Siapa pula yang mau beli kalau bisa dapat secara cuma-cuma? Kalaupun ada yang rilis ebook, maka cuma kulitnya saja sebagai teaser. Diharapkan beberapa halaman buku yang di-ebook-an tersebut akan memancing orang untuk membeli bukunya.

 

Lalu apakah saya bodoh dengan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kebijakan bisnis yang common? Saya memang orang baru di dunia tulis menulis dan mereka yang berikan saya nasehat adalah orang-orang berpengalaman di dunia buku. Berulang kali saya coba jelaskan mengapa saya mengambil langkah berlawanan arah. Benar, semua cuma asumsi saya saja, namun cepat akan lambat akan dibuktikan apakah asumsi saya benar atau salah. Asumsi saya ialah: "ebooknya akan buat orang mau beli bukunya" versus pendapat kebanyakan orang "ebooknya gratis bikin orang malas beli bukunya." Mana yang benar? Saya yakin keduanya benar, tapi apakah jika ebooknya tidak gratis atau tidak full version lantas akan membuat orang yang tidak mau beli untuk lantas membeli? Ini pertanyaan serius yang harus juga dikaji.

 

Saya coba tekankan pada beberapa alasan kunci mengapa kita mau membeli buku. Alasan pertama tentunya rasa penasaran. Ini mungkin faktor utama yang membuat orang membeli buku, karena penasaran dengan isinya. Dengan merilis ebook secara gratis dan full version, saya secara tidak langsung membunuh rasa penasaran orang akan isi buku saya. Namun saya juga melihat ada alasan lain mengapa orang ingin membeli buku, yakni alasan koleksi. Buku dengan isi yang disukai tentunya akan ingin dikoleksi. Dengan merilis ebook secara gratis dan full version, maka saya sedang memperbesar kemungkinan orang untuk ingin memiliki versi cetak bukunya, karena nikmat mengoleksi buku sampai sekarang belum bisa dibandingkan dengan nikmat mengoleksi ebook. Saya pribadi adalah pengoleksi buku dan ebook, tapi tentunya yang saya banggakan ialah koleksi buku saya karena bisa saya pajang di kamar saya sebagai pengingat manis akan nikmatnya isi yang dibaca.

 

Bagi saya, ebook gratis full version adalah strategi pemasaran saya. Dengan ebook saya tersebar dimana-mana dan dibaca oleh ribuan orang, terbuka lebar kesempatan untuk mereka yang sanggup beli buku untuk mengapresiasi karya saya dengan membeli bukunya. Dengan kata lain, saya melihat mereka yang membeli buku saya adalah mereka yang mengapresiasi karya saya. Mereka membeli bukan karena termakan promo yang buat penasaran, namun karena mereka tahu isi buku tersebut membuat connection dengan diri mereka dan menjadi bagian pengaruh cara berpikir dalam hidup mereka. Mereka tidak sedang membeli kucing dalam karung, namun membeli sesuatu yang mereka tahu tidak akan menyesal keluarkan uang untuk itu. Mereka yang mengapresiasi karya saya, akan juga membeli karya saya untuk dihadiahkan kepada mereka-mereka yang mereka kasihi. Sekali lagi, faktor apresiasi yang berperan penting di sini. Selaku penulis, kenikmatan apresiasi adalah kenikmatan tanpa tanding yang dicari-cari.

 

Selain itu, saya melihat adanya pergeseran besar di industri buku dunia. Banyak yang meramalkan ke depan bahwa buku akan punah. Saya tidak sampai se-ekstrem itu, namun saya percaya ke depan, ebook akan lebih dicari dibandingkan bukunya. Di dunia musik misalnya, MP3 lebih dicari dibanding CD dari musisi. Dunia semakin digital dan itu ditunjang dengan semakin banyaknya perangkat penunjang, mulai dari teknologi e-ink yang dipakai Amazon Kindle dan Sony E-Reader, hingga perangkat tablet yang digunakan Apple iPad dan Samsung GalaxyPad. Di Amerika Serikat dilaporkan pada tahun ini penjualan ebook sudah melebihi penjualan buku. Perusahaan penerbitan besar macam Barnes & Noble sudah melakukan major shift dengan lebih memprioritaskan ebook dibanding buku.

 

OK itu AS, tapi kita kan di Indonesia? Anda benar. Namun paling lambat 10 tahun lagi, gejala yang sama juga akan melanda Indonesia dan saya sedang mempersiapkan diri menjadi penulis yang sesuai dengan tuntutan masa depan dan membangun untuk masa depan harus dimulai dari detik ini saat ini juga. Karena kedepan ebook akan lebih dicari dibandingkan bukunya, maka saya mau memposisikan diri bukan kanya sebagai penulis buku namun juga penulis ebook. Saya ingin ebook gratis saya bisa tersebar dan dapat diakses dengan mudah sehingga ketika orang-orang mulai punya iPad, GalaxyPad, PlayBook, atau e-reader berbasis e-ink seperti Kindle dan Sony E-reader, maka saya mau ebook saya yang pertama dibaca dan dinikmati di perangkat trend masa depan tersebut.

 

Selama ini penulis cenderung malas atau asal-asalan dalam menulik ebook. Desainnya dibuat seadanya dan tidak mempertimbangkan unsur kenikmatan membaca. Pandangan miring juga beredar kalau ebook itu pelampiasan mereka yang tidak diterima naskahnya oleh penerbit buku. Kenyataan yang terjadi ialah di Amerika Serikat, ebook laku di jual dan sekarang lebih laku dibanding buku cetak. Lalu ada pertanyaan lagi, iya itu kan di Amerika, di mana hukum atas pembajakan sudah ketat dan hak kekayaan intelektual dihargai. Situasinya amat berbeda di Indonesia dimana pembajakan adalah aktivitas normal. Pandangan banyak orang sekarang buat apa beli CD kalau MP3 bajakan-nya tinggal diunduh dari Internet dan ebook bisa dikategorikan sebagai versi bajakan dari bukunya. Hal kompleks inilah yang membuat banyak orang pesimis jika ebook bisa dijadikan bisnis menguntungkan di Indonesia.

 

Saya sempat bertanya kepada para followers saya di twitter apakah mereka bersedia membeli ebook berbayar? Jawabannya semua berkata mereka tidak mau. Mereka masih mau beli buku, tapi beli ebook adalah konsep yang asing dan aneh. Kalaupun bisa terjual, maka ebook tersebut akan dengan mudah di transfer P2P tanpa bisa dicegah. Namun saya melihat sebuah celah di sini.Gratis adalah konsep marketing 2.0 dan tidak semua yang gratis harus berarti rugi. Karena itu saya memberanikan diri mencoba konsep ebook beriklan. Dengan iklan di ebook saya, maka saya bisa tetap mendapatkan penghasilan dari karya saya dengan tetap menggratiskan harga ebooknya. Pembaca senang karena bisa membaca dengan gratis, para sponsor senang iklan mereka terekspos ke wide audiences berhubung ebooknya gratis sehingga jumlah unduhannya bisa tinggi, dan saya senang karena bisa mendapat penghasilan dari karya saya. Win-win solution.  Jadi sebenarnya ebook saya tidak benar-benar gratis, namun para pembaca ditraktir oleh para sponsor sehingga bisa menikmati karya saya dengan cuma-cuma. Bagi yang keberatan ditraktir, monggo bayar sendiri dengan beli edisi buku cetaknya yang bebas iklan.

 

Sumber : http://jed.revolutia.info/2010/11/mengapa-ebook-saya-gratis.html

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger