Pertama di Indonesia, Pengusaha Dipenjara karena Bayar Buruh di Bawah UMR

Oleh  Bro Yunus

Peringatan serius bagi para pengusaha yang membayar upah buruh di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebab, Mahkamah Agung (MA) menghukum pengusaha yang melakukan hal tersebut dengan hukuman penjara.

"Menghukum terdakwa Tjioe Christina Chandra dengan pidana 1 tahun penjara," kata pejabat resmi MA yang tak mau disebut namanya kepada detikcom, Rabu (24/4/2013).

Chandra merupakan pengusaha Surabaya yang memiliki 53 karyawan namun mengupah buruhnya tersebut di bawah UMR. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Chandra divonis bebas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun mengajukan kasasi dan dikabulkan. "Dan menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta," lanjutnya.

Vonis ini diadili oleh ketua majelis hakim Zaharuddin Utama dengan anggota majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun dalam perkara nomor 687 K/Pid/2012.

"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 90 ayat 1 jo Pasal 185 ayat 1 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," pungkasnya.

Berdasarkan catatan detikcom, putusan ini merupakan putusan pertama MA yang menghukum pengusaha karena membayar buruhnya di bawah UMR. (detik.com)

 

 

Kelemahan Manusia

Oleh  Mohamad Yunus

Dalam hidup ini kita seringkali membuat berbagai kesalahan. Apa saja

kesalahan-kesalahan yang sering dibuat tapi berakibat fatal.

 

1. MENYALAHKAN ORANG LAIN

 

Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan. Menyalahkan

orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di pedalaman Afrika, kalau

ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah : Siapa nih yang nyantet?

Selalu "siapa" Bukan "apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu

mencari tahu "apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir

menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai koteka aja

deh, nggak usah pakai dasi dan jas.

Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan.

Kalau ada piring yang jatuh," Adik tuh yang salah", atau "mbak tuh yang

salah". Anda pakai celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita

manusia yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya

sesuatu.

 

2. MENYALAHKAN DIRI SENDIRI

 

Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda

dengan MENGAKUI KESALAHAN. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang

tidak pernah, berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia

punya jabatan, dia berbakat dsb, Lha saya ini apa ?, wah saya nggak bisa

deh. Dia S3, lha saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu banyak,

saya sibuk, pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti kanker, tambah

besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai "improper

guilty feeling".

Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani

bilang "Saya kok yang memang salah, tidak mampu dsb". Penyakit ini

pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya

kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan

kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena

mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya.

 

3. TIDAK PUNYA GOAL / CITA-CITA

 

Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas.

Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat

target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya

kayak gini : Ada anjing jago lari yang sombong. Apa sih yang nggak bisa

saya kejar, kuda aja kalah sama saya. Kemudian ada kelinci

lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik. Temannya bilang: "Nah tuh ada

kelinci, kejar aja". Dia kejar itu kelinci, wesss...., kelinci lari

lebih kencang, anjingnya ngotot ngejar dan kelinci lari sipat-kuping

(sampai nggak dengar / peduli apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar,

kelinci masuk pagar. Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain.

"Ah lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar. Katanya lu

paling kencang".

"Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya untuk

fun aja sih".

Kalau "GOAL" kita hanya untuk "FUN", isi waktu aja, ya hasilnya Cuma

terengah-engah saja.

 

4. MEMPUNYAI "GOAL", TAPI NGAWUR MENCAPAINYA

 

Biasanya dialami oleh orang yang tidak "teachable". Goalnya salah, focus

kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga salah. Ilustrasinya

kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan emas, karena pengaruh

tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke pertokoan dan mengisi

karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap

polisi dan ditanya. Jawabnya : Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau

lihat kiri-kanan.

 

5. MENGAMBIL JALAN PINTAS, SHORT CUT

 

Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas

tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya, real success, karena

tidak mengikuti proses. Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang,

kalaupun matang ya dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas. Pemain

bulutangkis Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan,

melakukan smesh 1000 kali. Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang

leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu

tangkis. Nggak ada! Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu

jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu

melawan kodrat.

 

6. MENGAMBIL JALAN TERLALU PANJANG, TERLALU SANTAI

 

Analoginya begini : Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai

kecepatan minimum. Pesawat Boeing 737, untuk dapat take- off, memerlukan

kecepatan minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya

Cuma ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja. Lha kalau jalannya,

runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa

take-off, malah nyungsep iya. Iya kan ?

 

7. MENGABAIKAN HAL-HAL YANG KECIL

 

Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak

dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada

komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja

nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil.

 

8. TERLALU CEPAT MENYERAH

 

Jangan berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan mengawali

dengan yang salah yang bikin orang gagal, tetapi berhenti pada tempat

yang salah. Mengawali dengan salah bisa diperbaiki, tetapi berhenti di

tempat yang salah repot sekali.

 

9. BAYANG BAYANG MASA LALU

 

Wah puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa? Kita

selalu penuh memori kan ? Apa yang kita lakukan, masuk memori kita,

minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah kita berikutnya. Apalagi

kalau kita pernah gagal, nggak berani untuk mencoba lagi. Ini bisa balik

lagi ke penyakit nomer-3. Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang masa

lalu yang tidak terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang

negatif. Memori kita kadang- kadang sangat membatasi kita untuk maju ke

depan. Kita kadang-kadang lupa bahwa hidup itu maju terus. "Waktu" itu

maju kan ?. Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik?? Nggak ada

kan ?

Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun harus jatuh,

pasti ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah gagal. Itu memori

negatif yang menghalangi kesuksesan.

 

10. MENGHIPNOTIS DIRI DENGAN KESUKSESAN SEMU

 

Biasa disebut Pseudo Success Syndrome. Kita dihipnotis dengan itu. Kita

kalau pernah berhasil dengan sukses kecil, terus berhenti, nggak

kemana-mana lagi.Sudah puas dengan sukses kecil tersebut. Napoleon

pernah menyatakan: "Saat yang paling berbahaya datang bersama dengan

kemenangan yang besar". Itu saat yang paling berbahaya, karena orang

lengah, mabuk kemenangan. Jangan terjebak dengan goal-goal hasil yang

kecil, karena kita akan menembak sasaran yang besar, goal yang jauh.

Jangan berpuas diri, ntar jadi sombong, terus takabur.

Sudah saatnya kita memperbaiki kehidupan kita. Kesempatan terbuka lebar

untuk siapa saja yang ingin maju.

 

Action may not always bring success, but there is no success without

action.

"Usaha dan tindakan tidak selalu menghasilkan keberhasilan/ sukses,

tetapi... Tidak ada keberhasilan dan sukses TANPA usaha dan tindakan

 

 

Filosofi Hidup orang Jawa

 

1. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat nagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik)

 

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

 

3. Sura Dira Jaya Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar)

 

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)

 

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).

 

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).

 

7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).

 

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).

 

9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).

 

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).

 

Have a positive day!

 

Salam Inspirasi

Mohamad Yunus

 

 

Tempat Kerja yang Dicari Orang

Karakteristik Tempat Kerja yang Dicari Orang

A.M. Lilik Agung

            Para  trainer yg budiman,

            Menarik menyimak hasil penelitian terbaru dari konsultan terkemuka di planet ini Accenture, tentang tempat kerja yang dicari orang. Penelitian yang dilakukan dihampir lima benua dengan tajuk ”Karakteristik Tempat Kerja yang Dicari Orang” ini tak lain merupakan sumber motivasi seseorang bekerja. Ada lima kesimpulan sebagai berikut:

 

1.Pekerjaan yang menarik dan menantang

Ternyata pilihan utama dari karyawan terhadap perusahaan adalah apabila dalam tugas dan tanggung jawab pekerjaannya menantang kreativitas dan kecerdasannya. Pekerjaan yang monoton, aman dan berada di wilayah nyaman bukan lagi merupakan tawaran menarik.

 

2. Menghargai dan mengakui hasil kerja

            Konsep lama tentang motivasi kerja yang digagas oleh Frederich Herzberg lima puluh tahun lampau ternyata masih menunjukkan relevansinya. Penghargaan dan pengakuan atas hasil kerja merupakan pilihan dari mayoritas karyawan terhadap perusahaan yang dicarinya, tidak lagi sekedar gaji atau upah.

 

3. Kesempatan pertumbuhan dan peningkatan karir

            Peningkatan karir tetap saja menjadi pilihan bagi karyawan dalam bekerja walaupun kampanye tentang menjadi wirausaha begitu gencar dipublikasikan. Kejelasan karir yang sejalan dengan perencanaan karir dari karyawan menjadi pertimbangan loyalitas karyawan terhadap perusahaan bersangkutan. Sekiranya perusahaan tidak bisa mengakomodir karirnya, tidak segan-segan karyawan akan mencari peluang pada perusahaan lain

 

4. Memiliki kemampuan finansial dan mampu bertahan lama

            Perusahaan dengan kemampuan finansial dan berumur panjang biasanya perusahaan yang mengakomodir tiga pilihan karyawan di tempat kerja (pekerjaan menantang, menghargai hasil kerja dan peningkatan karir). Perusahaan demikian juga memberi kejelasan dan ketenangan dalam bekerja sehingga konsentrasi karyawan dapat maksimum.

 

5. Menekankan pentingnya manusia.

            Akhirnya idiom bernama karyawan adalah aset utama perusahaan tidak berhenti sebatas retorika semata. Perusahaan yang benar-benar mempraktikkan idiom ini akan menjadi pilihan bagi orang-orang terbaik untuk menyalurkan ide-ide dan tenaganya bagi kemajuan perusahaan. 

            Dari kelima hal tersebut, mana yang menjadi sumber motivasi (pilihan) Anda tetap bekerja diperusahaan sekarang ini?

 

 

Lion Air Dilema antara Ambisi Bisnis dan Safety Management

Sumber : http://strategimanajemen.net/2013/04/15/lion-air-dilema-antara-ambisi-bisnis-dan-safety-management/

 

Insiden nyemplungnya pesawat Boieng 737 seri 800 milik Lion Air tak pelak menempatkan airline agresif itu dalam sorotan dunia penerbangan global.

Baru beberapa minggu lalu, Lion Air mengguncang bisnis airline dunia kala memesan pesawat Airbus sebanyak 230 biji (satu unit harganya sekitar Rp 700 milyar). Jauh hari sebelumnya, mereka juga mengehentak markas besar Boeing saat memutuskan memborong pesawatnya sebanyak 178 unit (Boeing 737 seri 900 ER).

Ambisi bisnis Lion Air memang melambung jauh di langit. Namun tanpa ditopang oleh kepiawaian meracik standar safety kelas dunia, mungkin slogan mereka kudu diganti. Bukan lagi we make everyone fly. Tapi we make everyone nyemplung ke laut.

Insiden melesetnya Boeing Lion Air di laut dekat bandara Ngurah Rai Bali sejatinya mengandung sejumlah pelajaran krusial tentang safety management. Tanpa perbaikan yang segera dan menyeluruh, tragedi fatal a la Adam Air mungkin tinggal menunggu waktu. Ambisi bisnis Lion Air yang masif bisa ikut jatuh berkeping-keping kalau tragedi mematikan benar-benar terjadi.

Merujuk pada ilmu safety management, berikut tiga pelajaran penting yang mungkin bisa dipetik dari insiden Lion Air itu.

 

Lesson # 1 : Small and Medium Incidents Lead to Fatal Indicents.

Para pakar safety di seluruh dunia tahu dengan prinsip ini : insiden kecil adalah simptom, atau gejala-gejala awal bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam manajemen keselamatan sebuah organisasi. Dan biasanya, gejala awal ini merupakan “pra kondisi” sebelum insiden fatal yang mematikan menyergap.

Dulu kita ingat, sebelum pesawat Adam Air jatuh secara dramatis di Laut Majene, mereka mengalami sejumlah insiden pendahuluan. Yang paling mencolok adalah kesasarnya pesawat mereka hingga landing di sebuah bandara antah berantah (lantaran kegagalan sistem navigasi).

Tanpa perbaikan yang komprehensif, insiden kecil dan medium itu pasti akan benar-benar mengarah pada tragedi yang lebih fatal. Manajemen Lion Air harus segera berbenah dalam aspek safety (meski banyak orang skeptis).

 

Lesson # 2 : Human Error is No 1 Cause of Airplane Crashes.

Studi mengenai ribuan kecelakaan pesawat menunjukkan bahwa faktor human error bertanggung jawab atas lebih dari 60 % airplane crash (56%  karena pilot, dan selebihnya faktor kelengahan manusia dibagian menara kontrol dan di bagian perawatan mesin).

Dan persis disitu masalahnya : sudah lama negeri ini kekurangan ribuan pilot trampil (dan juga ahli perawatan mesin pesawat serta tenaga air traffic control).

Dalam kasus Lion Air, kekurangan itu mungkin kian kronis. Ratusan pesawat baru mereka akan datang bak gelombang. Tanpa jumlah pilot yang memadai, siapa yang akan menerbangkan Boeing itu?

Akhirnya, pilot-pilot yang ada “terpaksa” harus terus lembur demi melayani lonjakan jumlah pesawat. Bekerja lembur menjalankan pesawat hampir pasti membawa keletihan fisik yang kronis.

Dan pilot yang terlalu letih niscaya akan membuat peluang insiden crash menjadi kian terbuka. Sebab pilot juga manusia……

 

Lesson # 3 : Safety is Way of Life.

Sudah jelas, berbagai perusahaan yang hebat dalam safety pasti berasal dari mereka yang menganggap safety sebagai bagian dari way of life, bagian dari budaya organisasi mereka.

Karena menjadi way of life, maka perusahaan itu mati-matian memberikan fokus, prioritas, budget dan energi agar zero accident bisa terwujud.

Lion Air menghadapi dilema disitu. Kita tahu owner Lion Air, Rusdi Kirana, adalah sosok yang penuh ambisi bisnis. Ia punya mimpi Lion Air suat saat harus memiliki 1000 unit pesawat.

Sayangnya, ambisi yang melambung itu kadang mengabaikan faktor safety. Apalagi mereka juga dituntut untuk terus efisien demi menjaga harga tiket yang murah (jujur, harga tiket mereka kadang “tidak lagi rasional” alias terlalu murah hingga hampir tak mungkin mereka bisa untung darinya).

Pada sisi lain, safety sebagai budaya kerja butuh ongkos yang tidak sedikit. Juga waktu yang panjang; dan energi yang terus fokus. Kalau tiketnya terlalu murah, dari mana mereka punya budget untuk safety management yang andal?

Demikianlah, tiga pelajaran berharga tentang safety management yang bisa dicatat. Apapun, Lion Air harus melakukan pembenahan radikal dan menyeluruh tentang aspek safety management mereka.

Tanpa itu, suatu hari mungkin kita akan membaca headline seperti ini : Pesawat Lion Air dengan 210 Penumpang Jatuh dan Hilang di Tengah Belantara Hutan Kalimantan.

 

 

Asmara di Kantor

Terlibat asmara dengan rekan sekantor, boleh atau tidak? Pasti akan timbul banyak pertanyaan itu ketika sudah membahas mengenai hal ini. Apakah kantor Anda diperbolehkan menjalin asmara? Jawabnya mungkin bisa ya ataupun tidak. Banyak perusahaan yang memperbolehkan para karyawannya terlibat cinta lokasi, biasanya ada beberapa catatan yaitu salah satunya harus dapat memposisikan profesionalitas antara pekerjaan dan urusan pribadi. Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang melarang bahkan sampai membuat peraturan ketat agar karyawannya tidak ada yang boleh menjalin asmara dikantor meski pun hanya sebagai berpacaran, dengan alasan bisa merusak konsentrasi.

Wajar saja bila Anda jatuh cinta dengan rekan kerja Anda, karena Anda menghabiskan waktu rata-rata lebih dari 40 jam per pekan dengan mereka. Perusahaan penempatan tenaga kerja Sepherion, pernah melakukan survei atas 1391 orang dewasa di AS menemukan bahwa separuh dari karyawan mengaku ingin berkencan dengan teman sekantornya, setidaknya sekali saja. Dan, 22% dari hubungan asmara antar teman sekerja berlanjut menjadi suami-istri.

Seperti survei berikut ini, menurut  Harlequin Romance Report, ketertarikan orang untuk mencari jodoh di lingkungan kerja masih tinggi. Dilaporkan, 57% pria dan 61% wanita (dari 3000 responden) menyatakan memiliki ketertarikan terhadap seseorang dari teman sekantor. Lebih dari itu, 65% pria dan 56% wanita mencoba membangun hubungan serius dengan rekan kerja. Membuktikan bahwa sesungguhnya masih ada kecenderungan Pria ataupun Wanita masih banyak yang sengaja mencari jodohnya ditempat kerja.

Apabila jatuh cinta sudah sulit dihindarkan, maka jalani saja apa adanya dengan memperhatikan hal-hal berikut:

Perhatikan resikonya. Setiap orang yang sedang jatuh cinta, mungkin Anda tidak sabar ingin tiba di kantor dan juga bersedia bekerja lembur jika ditemani pujaan hati. Namun jika kebahagiaan itu tidak berjalan sesuai keinginan, maka Anda pun harus siap dengan segala resikonya. Jangan sampai hal seperti ini menghambat karir masing-masing.

Konflik kepentingan. Jika Anda terlibat asmara dengan atasan atau bawahan Anda, tetaplah mengutamakan objektifitas. Jika kedua pihak tidak menyadari dengan sungguh-sungguh maka akan sangat sulit untuk melakukan penilaian yang obyektif pada hal-hal yang berhubungan dengan penilaian kinerja atau pun menyangkut pendisiplinan. Bukankah akan sangat sulit untuk meninggalkan unsur subyektivitas ketika Anda (atasan) diminta untuk menilai seseorang (bawahan) yang kebetulan adalah pujaan hati Anda sendiri? Selain itu sebagai atasan, bisa saja Anda "dimanfaatkan" oleh pacar Anda tersebut untuk mencapai kepentingan-kepentingan pribadi tanpa Anda sadari.

Bukan hanya urusan Anda dan dia. Kenyataannya hubungan Anda akan menimbulkan dampak luas bagi rekan kerja yang lain. Secara sadar maupun tidak, hubungan asmara tersebut akan mewarnai berbagai penilaian, pengambilan keputusan dan hubungan kerja antara pasangan yang berpacaran dengan teamwork atau rekan kerja lainnya. Rekan-rekan kerja yang lain mungkin akan cenderung mengambil jarak dengan Anda dan pasangan, ketika mereka melihat Anda sedang duduk berduaan di kantin, ruang meeting, acara-acara company gathering, atau tempat-tempat lainnya karena ingin memberikan privacy kepada Anda berdua. Keputusan-keputusan yang menyangkut promosi, tugas dan tanggungjawab, team building dan pelaksanaan suatu proyek yang melibatkan Anda seringkali diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut hubungan asmara Anda. Alangkah sayangnya jika Anda tidak mendapat promosi hanya gara-gara orang lain menilai bahwa anda terlalu mementingkan hubungan asmara daripada pekerjaan.

Hubungan asmara dengan rekan kerja bisa menjadi masalah saat hubungan tersebut sudah menggangu kinerja karyawan tersebut sehingga produktivitas. Human Resource Department atau biasa disebut HRD sebenarnya tidak boleh mencampuri urusan pribadi karyawan. Namun jika hal tersebut sudah dinilai mengganggu maka HRD wajib memberikan teguran secara lisan mau pun tertulis. Permasalahannya adalah banyak perusahaan tidak memiliki batasan yang jelas tentang hal-hal apa saja yang harus dipatuhi oleh individu yang menjalin hubungan asmara dengan rekan kerja di kantor. Hal ini tentu berbeda jika pasangan tersebut sudah sepakat untuk menikah, biasanya sudah ada aturan yang jelas apakah perusahaan membolehkan pegawai yang memiliki hubungan keluarga dapat bekerja di satu perusahaan atau tidak. Bijaksanalah dalam menyikapinya karena tindakan sekecil apa pun akan memberi dampak bagi banyak pihak.

 

Be Positive and Be Grateful ! 

Mohamad "Bear" Yunus MNLP CHT CPHR

 

 

Avoid These 10 Interview Bloopers

by Deborah Walker

We've all heard stories of job candidates who looked great on paper but who were absolute disasters in person. With fewer and fewer interview opportunities available in this competitive market, it's essential to make the best possible first impression. You can learn from the mistakes of others and avoid the top 10 worst interview blunders.

Poor handshake: The three-second handshake that starts the interview is your first opportunity to create a great impression. But all too often an interview is blown right from the start by an ineffective handshake. Once you've delivered a poor handshake, it's nearly impossible to recover your efforts to build rapport. Here are some examples:

  • The Limp Hand (or "dead fish"): Gives the impression of disinterest or weakness
  • The Tips of the Fingers: Shows lack of ability to engage.
  • The Arm Pump: Sincerity is questionable, much like an overly aggressive salesman.
  • Even if you're a seasoned professional, don't assume you have avoided these pitfalls. Your handshake may be telling more about you than you know. Ask for honest critiques from several friends who aren't afraid to tell you the truth.


Talking too much: In my recruiting days, I abhorred over-talkative candidates. So did most of my client employers. Over-talking takes a couple of forms: 
 

  • Taking too long to answer direct questions. The impression: This candidate just can't get to the point.
  • Nervous talkers. The impression: This candidate is covering up something or is outright lying.

To avoid either of these forms of over-talking, practice answering questions in a direct manner. Avoid nervous talking by preparing for your interview with role-play

Talking negatively about current or past employers/managers: The fastest way to talk yourself out of a new job is to say negative things. Even if your last boss was Attila the Hun, never, never state your ill feelings about him/her. No matter how reasonable your complaints, you will come out the loser if you show that you disrespect your boss because the interviewer will assume that you would similarly trash him or her. When faced with the challenge of talking about former employers, make sure you are prepared with a positive spin on your experiences.

Showing up late or too early: One of the first lessons in job-search etiquette is to show up on time for interviews. Many job-seekers don't realize, however, that showing up too early often creates a poor first impression as well. Arriving more than 10 minutes early for an interview is a dead giveaway that the job seeker has too much time on his or her hands, much like the last one picked for the softball team. Don't diminish your candidate desirability by appearing desperate. Act as if your time were as valuable as the interviewer's. Always arrive on time, but never more than 10 minutes early.

Treating the receptionist rudely: Since the first person you meet on an interview is usually a receptionist, this encounter represents the first impression you'll make. Don't mistake low rank for low input. Often that receptionist's job is to usher you into your interview. The receptionist has the power to pave your way positively or negatively before you even set eyes on the interviewer. The interviewer may also solicit the receptionist's opinion of you after you leave.

Asking about benefits, vacation time or salary: What if a car salesman asked to see your credit report before allowing you to test drive the cars? That would be ridiculous, and you'd walk away in disgust. The effect is about the same when a job-seeker asks about benefits or other employee perks during the first interview. Wait until you've won the employer over before beginning that discussion.

Not preparing for the interview: Nothing communicates disinterest like a candidate who hasn't bothered to do pre-interview research. On the flip side, the quickest way to a good impression is to demonstrate your interest with a few well thought out questions that reflect your knowledge of their organization. [Editor's note: To ensure that you are prepared, see our article, The Ultimate Guide to Job Interview Preparation.]

Verbal ticks: An ill-at-ease candidate seldom makes a good impression. The first signs of nervousness are verbal ticks. We all have them from time to time -- "umm," "like," "you know." Ignore the butterflies in your stomach and put up a front of calm confidence by avoiding verbal ticks. You can also sometimes avoid verbal ticks by pausing for a few seconds to gather your thoughts before each response.

One of the best ways to reduce or eliminate them is through role-play. Practice sharing your best success stories ahead of time, and you'll feel more relaxed during the real interview.

Not enough/too much eye contact: Either situation can create a negative effect. Avoid eye contact and you'll seem shifty, untruthful, or disnterested; offer too much eye contact, and you'll wear the interviewer out. If you sometimes have trouble with eye-contact balance, work this issue out ahead of time in an interview practice session with a friend.

Failure to match communication styles: It's almost impossible to make a good first impression if you can't communicate effectively with an interviewer. But you can easily change that situation by mirroring the way the interviewer treats you. For instance: 
 

  • If the interviewer seems all business, don't attempt to loosen him/her up with a joke or story. Be succinct and businesslike If the interviewer is personable, try discussing his/her interests. Often the items on display in the office can offer a clue.
  • If asked a direct question, answer directly. Then follow up by asking if more information is needed.

Allowing the interviewer to set the tone of conversation can vastly improve your chances of making a favorable impression. You can put the interviewer at ease -- and make yourself seem more like him or her -- by mirroring his or her communication style.

Final Thoughts

Just as a strong resume wins you an opportunity to interview, strong interview skills will win you consideration for the job. You already know that you won't earn an interview unless your resume sets you apart as a candidate of choice. Similarly, you should know that polishing your interview skills can mean the difference between getting the job offer -- and being a runner-up.

Start your job search with a resume that creates a stellar first impression, then back those facts up with your extraordinary interview skills. You will have made yourself a better candidate by avoiding these ten interview pitfalls. And no one will have to talk about you as the candidate who "almost" got the job.

 

 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger