Percik Kemerdekaan

Beberapa saat lagi kita merayakan hari kemenangan. Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Hari peringatan...yang setiap tahun kita rayakan. Dengan suka cita. Dengan bendera berkibar dimana-mana. Dengan lomba-lomba...makan kerupuk, lomba balap karung, lomba panjat pinang, lomba baca puisi, panggung nyanyi antar RT...Dengan sedikit pidato-pidato di kecamatan atau intansi. Dengan sedikit renungan.... hmmm...

Renungan...berapa banyak kita merenung tentang kemerdekaan ?

Sebetulnya apa arti kemerdekaan ? Apa beda merdeka dengan kemerdekaan ?

Berhari-hari...berminggu-minggu...bahkan mungkin berbulan dan bertahun. Pertanyaan itu selalu menggelitik saya. Ketika saya ikut karnaval dengan baju daerah, ketika saya ikut barisan pawai  keliling kota, ketika saya berkesempatan menjadi anggota Paskibra Propinsi, ketika saya dengan langkah gagah dan kaki lecet menjadi mayoret memimpin barisan drumband pramuka di jaman SMA...bahkan ketika saya dengan semangat melompat-lompat menuju garis finish di dalam perlombaan balap karung.

Sudah merdekakah saya, sehingga begitu semangat melompat ke sana kemari ? Begitu heboh menyanyikan deretan lagu kebangsaan dalam aubade parade lagu-lagu nasional? Begitu terharu ketika dibacakan naskah proklamasi pada saat upacara. Dan lupa begitu saja, ketika upacara bubar, lalu saya pulang ke rumah dengan bercucur keringat ?

Hmmm....saya jadi ingat kalimat pembuka Undang-undang Dasar 45, yang sudah dihafal mati dari jaman SD .." Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa...".

Kemerdekaan adalah hak.

Yang menjadi pertanyaan : Hak siapa, dan bangsa yang mana ?

Kemerdekaan, secara harfiah adalah kata sifat. Orang yang memahami kemerdekaan belum tentu merdeka, atau merasa merdeka. Merdeka adalah bagian dari kemerdekaan. Merdeka berarti bebas. Lepas. Baik secara pemikiran, perasaan maupun perbuatan.

Nah, gimana kita mau ngomong merdeka, kalau pikiran dan perasaan kita sendiri terkurung dalam tembok sempit. Yang hanya sebesar kotak. Yang hanya selebar meja, atau telapak tangan. Yang menjadikan kita tidak mau berpikir luas, melebar, ke luar dari kotak pikir kita yang sempit dan pengap.

Kalau kita menuntut kemerdekaan, maka lakukan dulu hal-hal yang berkaitan dengan MERDEKA dari hal yang paling kecil. Me-merdeka-kan pikiran. Me-merdeka-kan perasaan. Baru kemudian, kita ambil langkah me-merdeka-kan perbuatan.

Kemerdekaan itu memang hak segala bangsa. Tanpa dituntut pun, kemerdekaan ada di dalam genggaman kita. Di dalam hati kita. Di dalam pikiran kita. Karena sesungguhnya kemerdekaan itu ada di dalam diri kita.

Tapi sekarang MERDEKA dulu.

Bagaimana kita memulai diri dengan MERDEKA ?

Orang yang merdeka, adalah orang yang mengetahui siapa dirinya. Kalau orang pintar bilang, orang yang tahu jati dirinya. Apakah kita, saya, sudah punya jati diri ?

Jati diri. Sebagai diri sendiri. Sebagai seseorang yang tahu  kemampuan dan hak yang dimiliki. Paling tidak, tahu bahwa ada ruang berpikir yang luas. Yang tidak ada sekat-sekatnya. Dimana kita bisa menari dan melejit hingga ke langit paling tinggi, atau berenang dan menyelam hingga dasar lautan paling dalam .

Tetapi kita, seringkali takut terhadap diri kita sendiri. Kita takut dengan pemikiran kita. Kita takut mengakui pemikiran kita sendiri. Kita takut dengan perasaan dan imajinasi kita. Kita takut bertanya, apakah ini saya ?

Lalu...karena kita takut terhadap diri sendiri, kita menyerahkan hidup kita pada orang lain. Kita menyerahkan pemikiran kita pada orang lain. Dan kita menyimpan perasaan kita di dalam sumur tanpa dasar, agar tidak seorang pun, bahkan diri kita sendiri tidak  mau menyadari bahwa perasaan itu ada.

Kita menyerahkan hidup kita pada orang lain. Dan menjajahkan diri kita kepada kekuatan orang lain. Kita yang menyerahkan. Bukan orang lain yang mengambil !

Kita hidup untuk orang lain. Dan menuntut orang lain memberikan kemerdekaan itu kepada kita. Dan ketika kemerdekaan itu diberikan, kita bertanya-tanya pada diri sendiri : Inikah kemerdekaan itu ? Kita ingin, padahal kita takut, ketika kemerdekaan itu datang, dan kita tidak mampu untuk MERDEKA.

Lebih enak memberikan kemerdekaan kepada orang lain. Agar orang lain mengatur kita. Agar kita tidak usah bertanggungjawab terhadap diri kita sendiri. Agar kita bisa menyalahkan orang lain. Agar kita bisa menuding mereka, ketika kemerdekaan itu tidak sesuai dengan kemauan kita. Kita hanya punya mau, tapi tidak punya mampu. Tidak mampu untuk mau bertanggungjawab !

Saya terhenyak !

Kemerdekaan adalah sebuah tanggungjawab. Bukan sekedar melepaskan diri dari mulut harimau untuk masuk ke mulut buaya.

Mampukah kita, untuk menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya sudah kita miliki. Mampukah kita menggenggam dan mewujudkan kemerdekaan itu dengan penuh dedikasi dan tanggungjawab.

Kemerdekaan bukan sebuah keliaran ! Bukan sekedar asal ngomong dan asal mencuap. Bukan sekedar asal menuding tanpa mengukur diri dan tanpa tanggung jwab. Merdeka, berarti berkonstelasi dengan diri sendiri dan alam semesta.

Kembali ke dalam diri : Sudahkah kita MERDEKA ?

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger