Jargon "time is money" ... masihkah relevan?

Saya senang berdiam sejenak mempertanyakan hal hal yang dulu saya anggap sebuah kebenaran. Dengan demikian saya bisa tahu apakah saya sudah bertumbuh dan menjadi pribadi yang dinamis. Saya yakin bahwa hidup ini adalah sebuah proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sejati dan bermartabat. Salah satu proses untuk menuju itu (lebih baik, sejati dan bermartabat) adalah mempertanyakan kembali apa yang menjadi kebenaran dalam diri kita, karena kalau tidak, kebenaran tersebut justru akan membelenggu dan tidak bisa membuat kita mencapai aktualisasi yang optimum.

Dulu (mahasiswa) saya sering kali mengatakan jargon ini "time is money", entah sadar atau tidak sepertinya jargon ini memang tepat bahkan ketika menghadapi rekan yang datang terlambat, saya sering mengatan hal ini ...."time is money" , Lu udah ngerugiin gue dan teman teman,  coba lu hitung berapa kerugian kita gara gara nunggu lu ...

Saya kira memang tidak ada salahnya seseorang menganut sebuah jargon, kata bijak atau prinsip yang dipakai sebagai panduan hidup dan bersikap. Justru hal ini penting dimiliki oleh seseorang, namun perlu diperbaharui sehingga menjadi lebih murni dan kuat. Steven Covey pernah berkata, " untuk merubah hal hal kecil ubahlah perilaku, tapi untuk mengubah hal besar, ubahlah cara berpikirmu". Einstein juga membahasakan dengan cara yang berbeda, "Hanya orang dungu saja yang berharap hasil berbeda jika menggunakan cara yang sama". Jadi proses berpikir dan mempertanyakan ulang apa yang kita yakini adalah hal yang penting.

Saya mencoba renungkan jargon "Time is Money" ini dan saya berkesimpulan bahwa sedikit banyak jargon ini sudah ikut membawa seseorang menjadi lebih egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Kalau diperhatikan dari mana jargon ini, tentu berasal dari negeri Paman Sam (Amerika). Dan memang di sana banyak pekerjaan yang upahnya dibayar berdasarkan hitungan jam. Mau tidak mau setiap individu menghitung berapa jam yang akan saya hasilkan dengan berapa jam tenaga saya berikan.

Proses berpikir hitung hitungan ini tanpa sadar menjadi sebuah pola dan kebiasaan dimana akhirnya setiap waktu yang digunakan haruslah mendapatkan bayaran perjam yang sudah disepakati. Jika tidak mendapatkan dari yang disepakati maka akan timbul konflik, berbuntut panjang  dan berakhir di meja hijau. Berpikir sekedar uang juga akan membuat orang atau organisasi akan cenderung menjadi penuntut, berpikir berapa banyak yang sudah saya keluarkan dan sudah semestinya saya mendapatkannya sebesar apa yang sudah saya keluarkan. Bukankah ini berarti kita sudah mementingkan diri sendiri dan egois. Hal ini pulalah yang membuat banyak orang berkelahi, keluarga bercerai, organisasi rapuh ...

Saya melihat bahwa jika seseorang dan organisasi selalu memikirkah hasil lebih dulu dari apa yang belum dilakukannya itu akan membuat mereka hanya terjebak dalam kepentingan jangka pendek dan tidak mampu memikirkan jangka panjang. Mereka tidak akan mampu menghasilkan karya emasi dan kreasi yang bermanfaat.

Seorang rekan profesor dari Taiwan, menceritakan bagaimana sekarang perusahaan perusahaan di Amerika dan Eropa berguguran pailit. Kenapa? salah satunya adalah berpikir untung, melulu profit. Padahal dalam hidup ini bukankah ada sehat dan sakit, ada untung dan malang, juga ada tawa dan tangis. Mana mungkin untung terus. Oleh karena itu perlu mempertanyakan ulang apakah semua usaha yang kita lakukan hanya sekedar untuk uang?

Jargon"time is money" tanpa sadar telah membawa seseorang pada cara berpikir dimana waktu dinilai dengan uang, melulu saya dapat apa, konsep berpikir hanya pada hasil. Dan kalau kita tilik lagi jika kita menganut buta jargon time is money, kita akan menjadi orang yang senantiasa tergesa. Kita merasa hidup ini harus penuh dengan pengejaran dan pencapaian. Bukankah kita akan kelelahan dan tidak bisa menikmati hidup yang sesungguhnya. ...

Dalam tulisan ini saya sekali lagi ingin mengatakan tidak ada yang salah dengan jargon"time is money", tapi dengan menyadari lebih dalam, kita tahu bagaimana sebaiknya bersikap. Cara berpikir yang benar akan menghantar kita pada yang benar, cara berpikir yang salah akan semakin membuat hidup kita tidak damai dan tersesat.

Semoga Anda dan saya di akhir tahun ini semakin berani mempertanyakan, apakah kita adalah pribadi yang lebih baik dari sebelumnya? Dan semoga kita pun dipilih Tuhan untuk mengisi hidup dengan lebih bermakna dan bernilai.

salam hangat ... candra

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger