FAKTOR DAN DIMENSI PELAYANAN

Prosedur kadang menghambat pelayanan. Misalnya ada pelanggan yang berkata: “Kan saya sudah langganan, masak harus mengisi PO lagi.” Tetap harus mengisi form yang ada. Kalau tidak ada masalah tidak apa-apa. Tapi hati-hati bila ada pelanggan yang mengatakan, “Lho perusahaan lain bisa.” Kita harus hati-hati. Kalau perusahaan lain bisa, mengapa kita tidak? Di sini melanggar bukan dalam arti kriminal. Mungkin diubah peraturannya. Kita kenali atau kita berpikir kreatif. 

Misalnya kalau ada orang akan memesan barang harus dengan PO, tetapi pelanggan tidak mau. Dan dia mengatakan, “Masak sih nggak percaya, pasti saya bayar deh.” Apa yang bisa kita lakukan unutk memudahkan kasus ini? Kita sebaiknya menjawab: “Ya sudah pak, saya buatkan POnya, nanti bapak tinggal tanda tangan saja.” Yang penting untuk memudahkan saja.

 

Sistem yang Sederhana 

Sistem sebaiknya sederhana. Pada jaman sekarang, orang ingin semuanya serba cepat, prosedurnya tidak bertele-tele, dan mudah. Bila perlu, hanya tinggal tanda tangan saja atau dengan sistem online (didukung dengan teknologi computer). Dan yang terpenting adalah manus ianya. Prosedur sudah bagus, teknologi juga sudah bagus, tingal bagaimana manusianya.  

Dimensi pelayanan yang harus diperhatikan adalah: 

1. Tangible, atau yang terlihat. Untuk bisnis hotel, rumah sakit, business centre yang utama adalah tangiblenya atau yang terlihat. Businesss Centre misalnya, harus nyaman, bersih, wangi, tidak bising, dan interiornya harus menarik. 

2. Reliability adalah mampu memberikan pelayanan seperti apa yang dijanjikan. Misalnya bagian marketing menjanjikan apa? Tidak boleh ada kesalahan, harus cepat. Cepat bukan hanya dalam pekerj aan, tetapi cepat dalam berbicara dan body language. Bagaimana kalau dalam berbicara lambat, “Se…la…mat  pa….gi..”  Apalagi hal ini dilakukan oleh resepsionis. Berbicara tidak hanya cepat, tapi harus jelas juga. Dan harus pula gesit. 

3. Responsivness yaitu kecepatan 

4. Asurrance, ramah, competence.

a. Ramah dalam bertutur kata dan menggunakan pilihan kata yang bagus. Pilihan kata ada yang dari kasar sampai halus. Jadi harus mencari pilihan kata yang halus. Memberitahu saja minta maaf, apalagi kalau kita melakukan kesalahan. Misal, “Maaaf bu, kalau boleh saya sarankan…”    &nbs p;

b. Senyum dan intonasi suara yang baik. Pilihan kata sudah baik, tapi jangan sampai intonasinya salah atau disebut ketus. Contoh, suatu saat kita akan datang ke kantor seorang klien, tapi tidak tahu jalannya. Kita bertanya melalui telepon, “Selamat siang mbak, saya mau datang ke kantor PT ABC, lewat mana ya, kalau lewat tol ini bisa?” Resepsionis PT ABC itu menjawab, “Terserah saja.” Pilihan katanya benar, terserah….., maksudnya mau lewat sini bisa, lewat sana bisa. Tapi yang tidak mengenakan adalah intonasinya, dengan nada ketus. 

Di banyak perusahaan, Customer service (CS), resepsionis dan operator dibekali dengan cermin kecil. Kegunaan dari cermin ini adalah agar para karyawan ini tersenyum. Dengan melihat cermin itu mengingatkan agar kita selalu tersenyum. Ramah, kompeten, kredibe l atau kemampuan kita, keamanan bagi pelanggan. 

 

5. Empati. Kita bisa menjadi dia, kita bisa merasakan. “Kalau saya menjadi pelanggan, saya akan seperti apa?”

Hal ini kita lakukan misalnya kalau ada pelanggan yang marah dan komplain. Kalau kita tidak berempati, dalam pikiran kita, “Ih gitu aja marah, galak amat sih, bawel…” Tapi kalau kita berempati, “Kalau saya jadi dia, saya juga marah, karena pekerjaannya seperti ini.” Jadi empati itu, ….”Kalau saya jadi dia….”

Empati kalau sudah dalam pikiran dan di hati kita itu baik dan positif, pasti minimal kita akan senyum bila ada pelanggan yang marah atau komplain. Empati dengan pikiran dan hati memudahkan kita untuk bersikap positif juga. K alau dalam hati sudah negatif, tetapi harus senyum, akan sulit dilakukan. Oleh karena itu, agar mudah menghadapinya, kita harus positive thingking.

 

Teknik Pelayanan

 

Pelayanan meliputi tiga hal yaitu knowledge, skill, dan attitude.

 

1. Knowledge, bagaimana penguasaan produk. Mungkin basic knowledge saja. Karena apa? Karena tidak semua orang marketing itu selalu di tempat tapi bisa dihubungi. Misal ada pelanggan yang mencari staf marketing,

Pelanggan: “Bisa saya bicara dengan staf marketing?”

CS: “Tidak ada di tempat, pak.”

Pelanggan: “Saya hanya ingin tanya  bla….bla…mbak?”

Kalau pertanyaannya yang basic saja bisa menjawab, misalnya tadi hanya menanyakan harganya bisa didiskon atau tidak?

Resepsionis: “Harga sebelum diskon price listnya segini pak, tapi mungkin nanti ada diskon lagi.” Paling tidak kita bisa menjawab pertanyaan yang basic, tujuannya apa?  Supaya pelanggan puas. Kalau kita ingin excellence, knowledge kita bukan hanya produk perusahaan kita saja tapi juga produk pesaing, “Oh kalau merk lain begini…” Atau “Oh kalau di perusahaan lain begini…” “Apa iya.”  Ada juga pelanggan yang hanya ingin mencoba pengetahuan kita. Kalau kita tahu tapi tidak dengan maksud membanding-bandi ngkan, tapi kita bisa menjawab: “Oh iya pak, kalau di tempat lain seperti ini, tapi di tempat kami lebihnya seperti ini.”

Jadi kita bisa menunjukkan kelebihan produk perusahaan kita jika dibandingkan dengan pesaing. Jadi lebih percaya diri. Jangan: “Apa iya, ya, iya kali?” Jawaban ini menunjukkan kita kurang profesional. Lebih lanjut lagi kita tingkatkan pengetahuan kita dengan bisnis terkait, bisnis secara umum, dunia perekonomian bisnis seperti apa, akan lebih bagus lagi. Kadang-kadang pelanggan tidak hanya membicarakan tentang produk saja, tapi juga mengobrol tentang hal lain. Kita tidak pernah menduga kapan pelanggan mengajak ngobrol tentang hal lain. Misalnya, “Harga gas naik lagi ya, gas susah ya.” Kalau kita jawab, “Nggak tahu,” atau “calon presiden kita 10 orang ya, sudah dirating.” Kalau jawaban kita, “ Nggak tahu.”  Orang akan berpikir diajak ngomong kok tulait ya, “Diajak ngomong ini nggak nyambung, diajak ngomong itu nggak nyambung juga.”

Tapi kalau diajak ngomong ini nyambung dan ngomong yang lain nyambung, akan terasa enak dalam berkomunikasi. Kita tidak boleh menghitung untung dan rugi, “Ah ngapain sih melayani pelanggan yang begitu.” Justru hal ini demi kedekatan hubungan kita dengan pelanggan. Apalagi bagian teknikal support, bila ada pelanggan yang mengajak berbicara masalah bola dan lain-lain kita sebaiknya juga melayani, karena ini juga adalah bagian dari pelayanan. Di sini product knowledge penting. Hal ini akan mudah kalau wawasan kita luas. Darimana ini bisa diperoleh? Dari kebiasaan kita baca Koran, nonton telivisi, diskusi dengan teman dan lain-lain. Kita tidak perlu tahu sampai mendalam atau detail, paling tidak kita tahu kulitnya saja sehingga k alau ada yang mengajak berbicara atau ngobrol bisa nyambung. Kalau dalam rumus yang lengkap ada 5 W + 1 H, terutama untuk produk kita.

Misalnya, kapan pesanan akan diantar, dimana bisa didapat, siapa yang akan datang, how nya dan sebagainya. Kita harus mengenali kalau ada pelanggan bertanya itu mereka butuh informasi apa? Yang bagus adalah tidak menunggu ditanya. Kita sudah tahu pelanggan itu perlu apa, berikan informasi yang baik kepada mereka.

Kita boleh tidak tahu, tapi harus tahu kemana bertanya. Jangan sampai: “Wah maaf pak, saya tidak tahu.” Tidak tahu itu boleh hanya satu kali. Misalnya kita tidak tahu sesuatu, kita bisa bertanya kepada security. Tapi kita harus tahu betul jawabannya, supaya kalau ada yang bertanya hal yang sama kita sudah tahu. Kita perlu tahu lingkungan sekitar kita, ada kejadian apa? Tetangga kantor, perusahaan pesaing, angka-angk a penting, Joke atau kelakar kalau perlu. Kita harus tahu data-data pendukung lain yang diperlukan. Jangan berbicara kalau akhirnya tidak tahu apa-apa. Kalau ada satu topik, “….aduh saya nggak ngerti nih…” Ya jangan dipaksakan. Tapi sebenarnya ini pilihan terakhir, karena kita harus tahu semuanya.

 

2. Skill,mulai dari yang basic atau dasar, kecepatan, ketelitian, kerapian dan kreativitas. Kecepatan selain bebicara juga body language, gesit tapi juga harus teliti. Jangan cepat tapi salah. Contoh, kita mencari berkas ada dimana ya, kalau mencarinya lambat keburu “ketinggalan kereta”. Jadi harus cepat mencari berkas. Jangan, “….nggak ada….” Kita mencari tidak teliti, terus bilang …” …nggak ada…” Hal yang sama kita lakukan bila mencari file dikomputer, melakukannya harus dengan cepat. Unsur kecepatan sering dijual, misalnya  restoran yang menjual burger, restoran ini berani promosi kalau mereka menunggu pesanan lebih dari tiga menit, gratis. Kecepatan memang ada kendalanya, misalnya dalam mengerjakan mencetak file computer. Ada masalah dengan mesin printernya.  

Pimpinan: “Sudah diprint belum.”

Anak buah: “Tintanya nggak ada, pak.”

Pimpinan: “Kenapa nggak beli.”

Anak buah: “Nggak ada uang pak.” Dan seterusnya, dan seterusnya.  

Intinya kita harus dengan cara apa pun untuk mencetak file tersebut dengan cepat , selesai pada waktu diperlukan. Tidak perlu mencari-cari alasan, ini disebut defensive. Harus berinisiatif dan kreatif, kalau ini tidak ada bisa alternatifnya harus bagaimana. Hal yang basic adalah kecepatan, ketelitian, kerapian dan kreatif. Misalnya, “Oh ya pak, kalau bapak tidak berkenan mengisi PO, nanti kami kirim bapak tinggal tanda tangan. “ atau “Oh ya pak, bisa dikirim saja lewat fax atau email.” Jadi diperlukan fleksibilitas dalam menerapkan sistem. Jangan menghambat. Ada ungkapan “Peraturan dibuat untuk dilanggar” itu harus kreatif, kalau tidak kreatif akan sulit. Peraturan dibuat sebagai rambu-rambu supaya tidak melenceng. Kalau bisa disesuaikan ya disesuaikan. Seperti yang sudah disampaikan diawal,

misalnya:  

CS: “Pak harus ada down paymentnya.”&n bsp;

Pelanggan: Ya mbak tolong deh, bisa nggak begini-begini….”

CS: “Ya deh.” 

Kita juga harus melihat prime customer atau langganan lama. Kalau permintaan mereka tidak dipenuhi, terus mereka kabur, bagaimana? Jadi permintaan prime customer itu perlu dipertimbangkan. “Ok pak nanti bisa disesuaikan…” dan lain-lain. 

Kadang-kadang kita sebagai front liners takut. Takut karena peraturannya harus seperti itu. Pelanggan itu pintar. Misalnya, pelanggan: “Ya sudah kalau sama mbak Klara nggak bisa. Coba dong bicarakan dengan managernya.” Akhirnya permintaan pelanggan itu kita sampaikan kepada manage r, “Pak ini ada pelanggan minta diskon lebih?” Dan ada juga yang menanyakan bisa nggak tanpa surat ini.. surat itu.”

Manager: “Oh ya.” Karena manager itu mempunyai visi ke depan, peraturan ya sudah walaupun dia yang buat, dia lebih fleksibel. Mereka berani karena ada wewenang. Mungkin basic diskonnya 10 %, tapi pelanggan minta diskon 15 %, jawabnya: “Ya sudah kasih deh.” Akhirnya apa? Pelanggan: “Tuh kan mbak boleh.” CS yang akhirnya mendapat nama jelek. Giliran saya berbicara dengan managernya boleh. “Coba tadi ….(CS menggerutu). “ Kita (CS) berbuat seperti itu karena apa? Mungkin karena takut berbuat salah.

 

Jadi solusinya bagaimana? BERTANYA.

 “Baik pak mohon ditunggu seb entar, saya tanyakan.” Setelah kita tanyakan kepada manager jawabannya boleh. Atau pun apa jawabannya itu sudah putusan pimpinan. Dan kita katakan kepada pelanggan: “Oh ya pak, sudah saya tanya pimpinan, ternyata boleh dapat diskon lebih.” Kalau keadaannya seperti ini yang mendapat nama baik adalah kita atau Customer Service. Keterampilan-keterampilan seperti ini disebut keterampilan menerapkan peraturan. 

----------------------------------------------------

C&G Training Network

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger