Keripik Pisang...

Oleh : Ietje S. Guntur

Hari libur. Biasanya saya punya jadwal aneh-aneh alias out of topic, baik yang direncanakan maupun yang muncul mendadak di dalam kepala. Seperti kali ini. Mendadak saya kepengen pergi ke Lampung...hehehe...


Untuk ukuran Jakarta sih, Lampung memang tidak jauh-jauh amat...Cuma di seberang lautan...hihi...Dan kita nggak perlu repot. Bisa naik bus antar kota antar propinsi, yang tentunya disambung dengan naik ferry. Bisa juga naik keretaapi Merak Jaya, dari Jakarta sampai Merak, dilanjutkan naik ferry juga. Atau, kalau memang mau nyaman, ya naik mobil pribadi.

Sebetulnya sih, jalan ke Lampung nggak untuk apa-apa. Cuma pengen jalan. Dan beli keripik pisang !


Haaaahhh ??? Keripik pisang ?

Hmmm...emang kenapa kalau beli keripik pisang di Lampung ? Aneh ? Jauh ? Kan memang makanan selingan paling terkenal dari Lampung adalah keripik pisang. Selain dari lempok atau dodol durian. Nggak apa-apa khan kalau ke Lampung beli keripik pisang ? Hahaha...

Sebenarnya memang bisa saja beli keripik pisang di toko swalayan, di pasar, atau di toko khusus yang menjual makanan kecil. Buat saya sih...setiap keripik pisang, pasti ada daya tariknya sendiri. Yang penting keripiknya garing, renyah, tidak terlalu manis, dan kriuk-kriuk kalau digigit. Namanya juga keripik. Kalau nggak keriukan mana rame...

Pisang, atau bahasa kerennya banana adalah tanaman khas daerah tropis yang termasuk dalam keluarga besar Musaceae . Pisang juga bukan tanaman manja. Dia bisa tumbuh dimana saja, asalkan cukup air. Hanya saja, karena dia termasuk tanaman basah, kebanyakan cara penanaman dan perkembangbiakan pisang adalah dengan memperbanyak anakannya dengan menggunakan bonggol. Bukan biji. Walaupun pisang juga ada biji di dalam buahnya, tapi tidak lazim dan barangkali kurang efisien kalau menanam pisang dengan bijinya...hehe...


Barangkali dari seluruh jenis buah yang bisa kita makan di Indonesia ini, pisang adalah yang nomor satu. Pisang ini kan bebas musim, alias bisa berbuah sepanjang tahun, sesuka-sukanya pisang mau berbuah. Yang penting, cukup sinar matahari pada saat buahnya sedang dalam proses pematangan, agar rasa buahnya manis. Tapi belakangan, dengan teknik pemeraman yang baik, buah pisang yang masih mentah atau setengah matang pun bisa ditebang dari pohonnya dan diperam sampai mencapai titik kematangan yang diinginkan.

Jenis pisang pun sangat beragam, dan sering juga pisang itu memiliki cita rasa lokal walaupun jenisnya sama. Contoh gampangnya saja pisang kepok. Saya paling doyan pisang kepok asal Medan...(hehe...bukan fanatisme lokal loooh...), terutama jenis kepok kuning yang agak keras. Pisang kepok jenis ini paling enak dibuat pisang goreng atau keripik pisang. Rasanya krenyes-krenyes, tidak terlalu lunak, dan rasanya tidak terlalu manis.

Itu sebabnya juga, untuk membuat keripik pisang diperlukan jenis pisang tertentu. Tidak bisa sembarang pisang. Terutama kalau pisang mengandung terlalu banyak air dan zat gula di dalamnya , tidak mudah kering, jadinya nanti bukan keripik pisang. Malah melenceng jadi sale pisang...yang akan jadi dongeng lain tentang pisang.

Urusan perkeripikan pisang ini memang gak ada habisnya. Selama masih ada pisang tergantung di dalam tandannya ( pisang ini kan kompak banget, gak pernah berbuah sendirian...hmmm), maka selama itu juga pasti masih ada keripik pisang.

Saya sebetulnya doyan segala jenis keripik pisang. Dan sekarang sudah banyak ragam keripik pisang dengan segala variasi rasa. Dari mulai keripik pisang yang rasa asli atau original, sampai pisang yang dibalut tepung tipis dan diberi aroma coklat, keju, rasa asin, rasa pedas manis ( unik juga...keripik pisang rasa pedas ).

Keripik pisang ini juga bukan makanan berjadwal. Artinya dia bisa dimakan kapan saja. Mau sebelum makan atau sesudah makan. Bahkan kalau kita sedang malas menyantap makanan yang berat, mengemil keripik pisang bisa menanggulangi rasa lapar, dan mulut tetap bisa mengunyah dengan penuh semangat...Ya iyalah...mengunyah keripik harus semangat, kalau tidak ya tidak bisa hancur...Jangan sekali-sekali mencoba mengemut keripik pisang, karena jadinya akan basah dan rasanya jadi aneh..

Saya sendiri suka menikmati keripik pisang setelah selesai menyantap makanan berat. Ini salah satu teknik mengurangi jumlah makanan berat yang masuk ke perut , sementara mulut belum ingin berhenti. Makan keripik pisang beberapa lembar seperti proses cooling down saat kita berolahraga. Jadi tidak langsung berhenti. Karena pada dasarnya mulut kita ini kan pengennya terus bergerak-gerak...Hanya saja, harus diperhatikan juga besar lembarannya...janganlah memilih yang selebar telapak tangan...hihihi...


Ngomong-ngomong soal keripik pisang. Sebenarnya bukan hanya Lampung yang terkenal dengan keripik pisangnya. Banyak daerah lain di Indonesia yang memiliki produksi pisang berlimpah di kebunnya. Sebut saja Sukabumi, Bogor, Cianjur, Malang, Kediri, Makassar, dan lain sebagainya. Hanya saja, masih banyak yang belum mengoptimalkan potensi pisang ini menjadi makanan yang lebih berkelas.

Sepanjang yang saya alami, jarang sekali (baca : belum pernah !!!) terlihat sajian penganan selingan berupa keripik pisang di hotel-hotel berbintang empat dan lima. Bahkan di hotel bintang tiga, pisang masih belum dilirik sebelah mata. Keripik pisang masih kalah pamor dari keripik singkong masa kini yang diberi aroma keju dan barbekyu sehingga terasa seperti makanan internasional.

Sayang sekali !

Padahal sebagai negara penghasil pisang yang termasuk terbesar di dunia, seyogyanya kita bisa memanfaatkan keripik pisang sebagai hidangan selamat datang di ruang tunggu atau executive lounge bandara internasional yang tersebar dari Medan hingga Jakarta, Denpasar , Balikpapan, Makassar, Manado, dan lainnya. Kenapa kita mesti malu dengan produksi khas Indonesia yang memang hanya ada di sini ?

Kita lebih bangga menyajikan makanan buatan negara jiran, yang justru membeli bahan bakunya dari negara kita. Lucu khaaaan ?

Keripik pisang masih dianggap makanan cemilan anak-anak dan penganan ibu-ibu iseng yang suka ngerumpi dalam arisan. Dan lebih parah lagi, anak-anak sekarang pun enggan menyantap keripik pisang. Entah karena ibu-ibunya tidak pernah menyajikan penganan ini, atau karena memang tampilan keripik pisang kalah modern dibandingkan dengan makanan olahan dari tepung yang penuh dengan bahan pengawet yang sering dijajakan di mana saja.

Memang tragis sekaligus miris nasib keripik pisang kesayangan saya ini. Bagaimana dia mau naik kelas, kalau kita sendiri tidak mengangkatnya ke jenjang yang lebih tinggi. 

Padahal kalau berbicara tentang kandungan gizinya, siapa yang berani adu argumen tentang kelengkapan gizi buah pisang yang menjadi asal usul keripik pisang ? Lihat saja daftar vitamin yang dimiliki sebuah pisang . Secara umum, kandungan gizi yang terdapat dalam setiap buah pisang matang adalah 99 kalori, protein 1,2 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 25,8 mg, serat 0,7 gram, kalsium 8 mg, fosfor 28 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 44 RE, vitamin B 0,08 mg, vitamin C 3 mg dan air 72 gram.

Seandainya pun buah pisang itu kemudian diproses dan diawetkan menjadi keripik pisang, kayaknya sih nilai gizinya tidak berubah banyak. Yang jelas, citarasa pisang masih bisa direkayasa sesuai dengan selera kita masing-masing. Bahkan bisa dikolaborasikan dengan citarasa Barat yang sering menjadi kiblat kuliner internasional. 

Jadi sah-sah saja kalau kita mau membuat keripik pisang rasa keju, rasa barbekyu, rasa stroberi, rasa raspberi dan sebagainya. Atau kalau mau tetap berpegang pada akar budaya lokal, kenapa kita tidak berinisiatif membuat keripik pisang rasa rendang atau keripik pisang rasa rica-rica ?? 

Saya yakin, pasti bisalah ! Dan dengan kemasan yang menarik, keripik pisang akan mudah naik kelas ke hotel bintang empat dan lima. Lalu kita pun akan dengan bangga menyajikan keripik pisang untuk tamu yang datang berkunjung, dan mengatakan ," Ini lho...keripik pisang internasional rasa rica-rica...!" Wooowww....kereeen...!!!


Kembali ke bumi...eeh, kembali ke rumah. Saya mengeluarkan beberapa kaleng keripik pisang yang tadi sudah dibeli.

Kali ini giliran keripik pisang Lampung memenuhi stoples di rumah saya. Walaupun belum termasuk banana chips hunter kelas pengepul atau tengkulak , saya memang selalu mempersiapkan paling tidak satu jenis keripik pisang di rumah (dan sering juga diselipkan di dalam tas kerja...hahaha). Bersanding manis dengan keripik singkong dari Padang, keripik oncom dari Bandung, keripik tempe dari Purwokerto, dan beberapa jenis kacang-kacangan...hmm...kayak di warung Nusantara , ya ??? 

Begitulah....Belajar dari sebuah pisang, belajar dari keripik pisang, saya belajar tentang sebuah kreativitas yang tersembunyi. 

Hanya dengan melakukan proses pengeringan, penggorengan, dan membubuhkan cita rasa tertentu. Sebuah pisang yang tadinya hanya jadi makanan penutup hidangan, bisa berubah menjadi makanan all the time dan all the way...(artinya bisa dibawa jalan ke mana saja ...hihihi...). Barangkali kita pun begitu, ya ? Dengan melakukan sedikit prosesing di dalam diri kita...maka kita bisa menjadi seseorang yang berguna all the time dan all the way...

Mau mencoba keripik pisang ? Mau belajar dari keripik pisang ? Ayo kita berburu keripik pisang lagi...

Share this article :
 

+ comments + 1 comments

January 6, 2016 at 4:45 AM

Yuk Kakak Kunjungi Pusat Oleh-Oleh Makanan Lampung | www.makananlampung.com Menyediakan: Kerupuk Lampung, Kerupuk Cumi, Kerupuk Ikan, Keripik Pisang Aneka, Keripik Pisang Yenyen, Keripik Sanjai, Keripik Balado Lampung, Lempok, Lele Asap, Kopi Lampung, Kopi Luwak, Kopi Durian,dll.

Kirim Keseluruh Indonesia - Alamat: Jl. B. Manti 03, Kedaton Bandar Lampung - 35143

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger