Pengaruh Puasa Terhadap Otak dan Pikiran

Puasa, apakah kita menyongsongnya dengan rasa bahagia karena masih diberi kesempatan untuk bertemu dengannya, atau kita merasa bahwa prestasi dan produktifitas kita akan terganggu karenanya?

 

Tubuh Kita

 

Tubuh kita adalah ibarat sebuah tabung dan struktur memberan yang mengandung sub-sub tabung yang panjangnya jutaan mil. Di tubuh kita ada ribuan kaki persegi permukaan lapisan memberan. Sistem sirkulasi darah di dalam tubuh kita memiliki panjang sekitar 60.000 mil. Paru-paru kita terdiri dari 300 milyar pembuluh darah kapiler. Permukaan usus kita memiliki luas tak kurang dari 2.200 kaki persegi. Bayangkan bagaimana sibuknya tubuh kita mengolah dan sekaligus membersihkan sampah-sampah (benda asing, benda yang tidak cocok, barang beracun, materi tidak sehat, atau sel-sel yang mati). Bayangkan juga hal yang sama terjadi pada otak dan akhirnya pikiran kita.

 

Otak dan Pikiran

 

Otak kita terdiri dari triliunan sel. Di dalam otak kita, bisa disimpan 1 milyar bit memori atau ingatan. Ini sama dengan informasi dari 500 set ensiklopedi lengkap. Hanya untuk urusan ingatan ini saja, otak kita memiliki lebih dari 100 milyar neuron (sel saraf) dengan 100 trilyun koneksi di antara mereka. “Pikiran” adalah proses kerja otak yang mengaitkan berbagai bit informasi ini.

 

Otak kita mampu mengerjakan lebih dari 100.000 reaksi kimia setiap detiknya. Ada sekitar 3.000 ribu lebih bahan kimia di dalam otak kita, yang memungkinkan kita bereaksi terhadap berbagai stimulus dari luar. Lebih dari 50 bahan kimia itu, berfungsi mengaktivasi daya ingat, sifat agresif, dan rasa nyaman serta rileks. 2.950 bahan kimia sisanya, sampai saat ini masih belum bisa diketahui secara jelas apa fungsinya. Dengan alat diagnostik yang paling canggih sekalipun, ternyata kerja otak dan pikiran kita masihlah merupakan misteri yang sangat besar.

 

Sisa bahan kimia sebanyak itu, tentulah juga punya pengaruh pada tiga hal yang sama. Pertanyaannya, “apakah sisa bahan kimia sebanyak itu lebih banyak berpengaruh pada daya ingat, pada peningkatan sifat agresif, atau pada peningkatan kemampuan untuk nyaman dan rileks? Atau, sebagian besarnya justru hanya sampah kimia?” Dalam dunia ilmiah, keterbatasan ini direfer dengan sebutan “medical science limitations”.

 

Keterbatasan ilmu pengetahuan inilah yang pada akhirnya menjadi bukti nyata, tentang peran Tuhan dan keimanan sebagai sesuatu yang berada di atas akal dan ilmu pengetahuan.

 

Berpuasa Pro dan Kontra

 

Mungkin, ada puluhan atau bahkan ribuan referensi tentang berpuasa. Sebagiannya melihat berpuasa sebagai aktivitas yang positif dan bermanfaat, dan sebagian lagi melihat berpuasa sebagai aktivitas yang membahayakan kesehatan dan tidak berguna. Apa yang diuraikan berikut ini, hanya sedikit contoh. Namun demikian sekali lagi, baik pro maupun kontra ternyata keduanya bermuara pada hal yang sama.

 

Fenomena I: Pro Puasa

 

Pengaruh dan Hasil Positif Berpuasa

 

Puasa punya pengaruh baik:

 

- Eliminasi berbagai materi yang tidak diinginkan.

- Membuang dan mengkonsumsi sel-sel mati atau sakit.

- Membuang lemak yang tidak diinginkan.

- Memperkuat dinding usus.

- Membuang racun dalam darah, ginjal, hati, paru-paru, limpa.

- Membersihkan saluran pernafasan dan sinus.

- Membersihkan racun-racun pada sel-sel organ tubuh.

- Membuang kolesterol yang berlebihan.

- Meningkatkan fungsi immune system.

- Mempercepat penyembuhan berbagai penyakit.

- Memberi istirahat yang cukup bagi sistem pencernaan.

 

Secara umum hasil positif berpuasa adalah:

 

- Kejernihan mental.

- Penurunan berat badan secara sehat.

- Sistem saraf yang seimbang.

- Energi yang meningkat.

- Revitalisasi organ tubuh.

- Harmonisasi bio-chemistry sel.

- Kulit lebih sehat dan bagus, lembut, sensitif.

- Pergerakan fisik lebih nyaman.

- Sistem pernafasan lebih lancar dan ringan.

- Sistem pencernaan lebih sehat.

 

Pikiran Menjadi Lebih Tajam Dan Jernih Saat Berpuasa

 

Selama berpuasa, pikiran kita melambat. Hebatnya, perlambatan ini justru punya dampak lain, yaitu membuat pikiran lebih jernih karena lambatnya pikiran membuat kita berpikir lebih dalam. Dengan berpikir lebih dalam, kita akan menemukan berbagai hal, yang selama masa tidak berpuasa cenderung terabaikan. Berbagai detil yang selama ini kita lupakan, akan muncul menjadi fokus perhatian. Dan dari berbagai detil itu, bagian terbanyaknya adalah tentang introspeksi diri.

 

Dengan berpuasa, secara ilmiah pikiran kita akan menjadi lebih terbuka untuk menerima firman Tuhan. Dunia ini dipenuhi oleh hiruk pikuk teknologi yang sangat hebat dalam hal menarik perhatian kita. Semuanya berlomba-lomba tak kenal lelah. Dan Tuhan, jelas tidak termasuk dalam kompetisi ini. Dia tetap menunggu kita, sampai kita mengheningkan jiwa, sampai kita siap untuk mendengar-Nya.

 

Pikiran kita yang melambat ketika lapar, ternyata menjadi lebih tajam. Secara instingtif, bukti ilmiah ini bisa diterima terkait dengan fakta bahwa dalam banyak hal, masalah lapar adalah masalah kelanjutan hidup. Jadi wajar saja, jika rasa lapar membuat pikiran semakin tajam dan kreatif.

 

Sekelompok mahasiswa di University of Chicago diminta berpuasa selama tujuh hari. Selama masa itu, terbukti bahwa kewaspadaan mental mereka meningkat dan progres mereka dalam berbagai penugasan kampus mendapat nilai “remarkable”.

 

Disimpulkan bahwa fisik dan mental mengalami kenaikan level. Salah satu yang paling menonjol adalah kestabilan emosi, yang disebabkan oleh terbebasnya mereka dari ketergantungan pada makanan, dan dari makanan dan minuman pemicu emosi seperti kopi, coklat, gula, dan lemak yang telah terbukti punya dampak buruk untuk kestabilan emosi.

 

Puasa Adalah Detoksifikasi

 

Berpuasa akan membersihkan (detoksifikasi) sistem tubuh dari berbagai racun yang terbentuk selama berbulan-bulan oleh pola makan yang buruk, lingkungan yang buruk, dan oleh emosi yang tersembunyi atau ditekan.

 

Puasa Membuat Awet Muda

 

Kita perlu membedakan antara “waktu” dengan “entitas”. Sebagian besar penuaan entitas tidak terjadi karena perjalanan waktu. Penuaan itu terjadi karena “aktivitas antar entitas”. Dan waktu atau usia, bukanlah “entitas”. Air yang menetes di atas batu, sampai waktu tertentu akan membuat batu itu berlubang. Dalam hal ini, bukanlah waktu yang membuat batu itu berlubang melainkan air.

 

Dengan kata lain, berpuasa akan menekan dan mengurangi dampak buruk dari kebiasaan hidup yang buruk, yang dengan demikian akan membuat berbagai anugerah Tuhan dalam diri kita menjadi lebih tahan lama. Itu sebabnya, dua orang yang berusia 80 tahun secara fisik dan mental bisa sama sekali berbeda.

 

Usia tua tidak sepenuhnya merupakan “waktu hidup”, melainkan juga “kondisi organisme”. Sekali lagi, penuaan tidak sepenuhnya terjadi oleh perjalanan waktu, melainkan sebagian besarnya oleh “aktivitas antar entitas (sel, bahan kimia, energi, dan sebagainya) yang “beroperasi di dalam waktu”.

 

Puasa Mempercepat Penyembuhan Dan Menangkal Berulangnya Penyakit

 

Kita mungkin tidak menyadari, bahwa tubuh kita sendirilah – dengan izin Tuhan, yang melakukan berbagai penyembuhan. Dalam banyak literatur, para ahli meyakini kebenaran self healing ini.

 

Obat merah tidak menyembuhkan luka, ia membersihkan dan menjadikan luka tidak kotor. Benang jahit operasi tidak menyatukan dua bagian tubuh yang terpisah. Sel tubuhlah yang melakukannya. Antibiotika juga tidak menyembuhkan sakit kita. Ia menjaga agar luka tetap higienis dan membunuh bakteri atau kuman agar tidak menghalangi proses penyembuhan. Penyembuh sakit atau luka itu, adalah diri kita sendiri.

 

Proses self healing ini, hanya akan berjalan mulus jika segala peralatan dan organ tubuh dalam keadaan sehat, berfungsi normal, dan tidak direcoki oleh berbagai racun, sampah, atau benda asing yang tidak diinginkan oleh tubuh.

 

Saat kita sakit, tubuh kita akan mengerahkan dan memfokuskan seluruh sumber daya untuk melakukan pembersihan dan perbaikan. Di antaranya, tubuh juga akan menurunkan selera makan dan menurunkan atau bahkan menghentikan aktivitas pencernaan. Itu sebabnya saat kita sakit, kita cenderung tidak berselera makan.

 

Saat kita sakit, di hari pertama tubuh kita akan membuang sejumlah besar sampah dan residu pencernaan. Beberapa hari kemudian, tubuh akan membersihkan sistem peredaran darah. Kemudian, tubuh akan membersihkan permukaan berbagai memberan di dalam tubuh, lemak, dan sel mati. Kemudian, lidah akan mulai terasa tebal dan nafas menjadi bau dan kotor. Itu semua, adalah proses pembersihan setiap kali kita membuka mulut.

 

Di tahap terakhir, proses pembersihan akan dilakukan terhadap racun dan sampah lama, yaitu racun dan sampah yang ada sebelum kita sakit, atau bahkan sejak kita dilahirkan. Sampah dan racun lama inilah yang kemungkinan besar membuat kita sakit, atau menjadi “siap sakit”. Proses terakhir ini, cenderung efektif jika dilakukan dengan berpuasa, sebab proses ini menuntut pengaturan pasokan air yang teratur. Artinya, berpuasa punya dampak percepatan penyembuhan dan sekaligus punya dampak proteksi agar kita tidak menjadi sakit lagi.

 

Puasa Menjernihkan Otak

 

Seorang ilmuwan bernama Dr. Ehret menyatakan bahwa untuk hasil yang lebih dari sekedar manfaat fisik, yaitu agar mendapatkan manfaat mental dari aktivitas berpuasa, seseorang harus menjalani puasa lebih dari 21 hari.

 

Ilmuwan lain, yaitu Dr. E.A. Moras, mengatakan bahwa seorang pasien wanitanya telah menderita sakit mental selama lebih dari delapan bulan. Wanita itu telah berobat kesana-kemari termasuk ke para ahli saraf dengan hasil kurang memuaskan. Ia memintanya untuk berpuasa. Wanita itu mengalami perbaikan kondisi mental, dan bahkan dinyatakan sembuh setelah berpuasa selama lima minggu.

 

Di dalam otak kita, ada sel yang disebut dengan “neuroglial cells”. Fungsinya adalah sebagai pembersih dan penyehat otak. Saat berpuasa, sel-sel neuron yang mati atau sakit, akan “dimakan” oleh sel-sel neuroglial ini.

 

Albert Einstein, adalah orang yang dikenal senang berpuasa. Saat ia meninggal ia mendonasikan tubuh (dan otaknya) untuk ilmu pengetahuan. Para ilmuwan menemukan bahwa sel-sel neuroglial di dalam otak Einstein ternyata 73% lebih banyak ketimbang rata-rata orang. Dengan kata lain, otak dan pikiran Albert Einstein, dalam konteks ilmu pengetahuan, dinyatakan “sangat jernih”.

 

Sebuah paper oleh Dr. Ratey, seorang psikiatris dari Harvard, menyebutkan bahwa pengaturan dan pembatasan asupan kalori akan meningkatkan kinerja otak.

 

Dr. Ratey meriset mereka yang berpuasa dan memantau otak mereka dengan alat yang disebut “functional Magnetic Resonance Imaging” (fMRI). Hasil pemantauan itu menyimpulkan bahwa setiap individu obyek menunjukkan aktivitas “motor cortex” yang meningkat secara konsisten dan signifikan.

 

Ilmuwan lain, Mark Mattson, Ph.D., seorang kepala laboratorium neuroscience di NIH’s National Institute on Aging, hasil risetnya menunjukkan bahwa diet yang tepat seperti berpuasa, secara signifikan bisa melindungi otak dari penyakit de-generatif seperti Alzheimer atau Parkinson.

 

Risetnya menunjukkan, bahwa diet dengan membatasi masukan kalori 30% sampai 50% dari tingkat normal, berdampak pada menurunnya denyut jantung dan tekanan darah, dan sekaligus peremajaan sel-sel otak.

 

Dengan kata lain, riset itu menunjukkan bahwa stress karena sedikit makan, akan menghasilkan adaptasi dalam metabolisme sel dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengurangi stress.

 

Fenomena II: Kontra Puasa

 

Sebuah riset yang hasilnya mengkhawatirkan dampak berpuasa pernah dilakukan oleh Marc Montminy, M.D., Ph.D., seorang profesor di Clayton Foundation Laboratories for Peptide Biology. Ia mengatakan “If you take out a loan, sooner or later you’ve got to pay your debt, and the same is true in fasting metabolism.” Berpuasa itu seperti berhutang makanan dan energi. Cepat atau lambat hutang itu harus dilunasi.

 

Tubuh kita merespon puasa dengan bergeser dari kebiasaan menggunakan sumber energi beroktan tinggi, yaitu glukosa, ke sumber energi beroktan rendah, yaitu lemak. Sementara itu, otak kita kita sebenarnya lebih memilih untuk menggunakan sumber energi beroktan tinggi (ini sekali lagi menjelaskan mengapa berpuasa membuat pikiran kita menjadi “bolot”).

 

Dalam kondisi berpuasa, energi itu harus diciptakan sendiri (bukan dari makanan), yang bahan bakunya diambil dari otot. Proses ini disebut dengan “gluconeogenesis”. Proses ini bertujuan agar otak tetap bisa berfungsi normal dan mulus. Proses ini, menurut riset itu, harus terjadi dengan cepat dan sesegera mungkin dihentikan. Sebab jika tidak, akan terjadi pembuangan massa otot.

 

Dengan kata lain, berpuasa akan membuat seseorang menjadi semakin kurus. Bagi mereka yang bertubuh kegemukan, berpuasa mungkin adalah salah satu alternatif yang baik. Tapi bagi mereka yang sudah merasa kurus, bisa jadi malah berpengaruh sampai ke otak dan pikiran mereka.

 

Lebih dari itu, banyak fenomena dijumpai di lapangan menunjukkan kondisi mental yang menjadi kurang stabil atau fisik yang melemah selama berpuasa, dan berdampak pada turunnya produktifitas. Misalnya saja merasa malas, cepat naik darah, atau merasa kurang bertenaga.

 

Otak dan Pikiran yang Lebih Jernih dengan Berpuasa

 

Ilmu medis menghadapi keterbatasan yang luar biasa terkait dengan peningkatan dan penyembuhan fungsi otak dan pikiran. Sementara itu, obat kimia, resep, dan treatment yang tidak bijaksana dapat memunculkan efek samping yang membahayakan otak dan pikiran.

 

Dunia ternyata, membutuhkan sebuah intervensi yang sangat mendasar dalam rangka meningkatkan kualitas dan menyembuhkan penyakit otak dan pikiran; yaitu berpuasa.

 

Pertanyaan: Yang manakah yang terjadi pada diri kita saat kita berpuasa?

 

Jika yang terjadi adalah fenomena yang pertama, maka BERSYUKURLAH!

 

Bersyukurlah kita telah termotivasi dengan benar oleh ilmu dan pengetahuan.

 

Jika yang terjadi adalah fenomena yang kedua, maka ketahuilah bahwa berpuasa adalah KESEMPATAN!

 

Kesempatan, karena tidak segala hal bisa dimotivasi oleh akal, oleh ilmu pengetahuan, oleh para motivator, atau oleh para pakar. Berpuasa adalah kesempatan emas untuk termotivasi oleh motivator utama kita, yaitu Tuhan, kitab suci, dan petuah Nabi. Kemudian, dengan motivasi itu kita mendemonstrasikan keimanan dengan fisik yang lemah dan dengan pikiran yang bolot, tapi tajam, jernih, dan mendalam; Pikiran yang siap mendengar Firman-Nya.

 

Pro atau kontra, berpuasa adalah kesempatan emas untuk menaik-kelaskan otak dan pikiran. Syukur Alhamdulillah, jika akhirnya berpuasa bahkan berhasil menaikkan ketaqwaan. Aamiin.

 

Semoga bermanfaat.

International Healer Academy 

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger