Belajar Menjadi Monyet Lagi

Pastinya Anda tidak tertarik untuk belajar menjadi monyet kan? Apalagi pake kata ‘lagi’. Tenang saja. Saya tidak mengajak Anda begitu kok. Tadi malam ada acara di tivi tentang monyet-monyet yang didisita dari para tukang topeng monyet. Rencananya, monyet-monyet itu akan dilepaskan dialam bebas. Tapi ternyata, monyet-monyet itu tidak tahu lagi bagaimana caranya menjalani hidup dihabitatnya. Mereka sudah lupa bagaimana caranya menjadi monyet yang sebenarnya. Sehingga untuk bisa hidup layak, mereka mesti belajar lagi; bagaimana caranya menjadi monyet. Saya terenyuh sambil bertanya dalam hati; jangan-jangan, kita ini mesti belajar lagi bagaimana menjadi manusia ya?

 

Poin pentingnya disini bukanlah apakah kita sudah menjadi manusia atau belum. Kita memang manusia kok. Tetapi, apakah kita sudah bisa menjalani hidup ini sebagaimana layaknya manusia? Kita berbicara tentang manusia yang seutuhnya. Jadi, ukurannya bukanlah soal apakah kita sudah bisa berpakaian, bekerja mencari nafkah, memiliki rumah, dan memanfaatkan teknologi canggih. Bukan itu saja. Sebab keutuhan diri kita sebagai manusia tidaklah semata-mata diukur dari pencapaian material saja.

 

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak,” demikian Rasulullah menjelaskan perihal tugas kenabian yang diembannya.   Pastinya bukan hanya Muhammad SAW saja yang bertugas untuk menyempurnakan akhlak manusia itu. Semua Rasul dan Nabi, mengemban tugas yang sama melalui estafeta rangkaian kenabian yang berkesinambungan. Para Nabi dan Rasul itu semuanya ditugaskan untuk mendidik umat manusia belajar menjadi manusia seutuhnya melalui keagungan akhlaknya. Karena ternyata, akhlak adalah akar dari keindahan sikap dan perilaku manusia. Dengan akhlak yang terjaga; maka kemakmuran, kemasyhuran atau kekuasaan kita akan baik adanya.

 

Tidak diperlukan utusan khusus untuk membimbing manusia agar menjadi orang kaya, pengusaha sukses, atau penguasa besar. Karena semua hal yang sifatnya duniawi mah sudah secara otomatis ‘diaktivasi’ didalam tubuh kita. Buktinya, kan tidak ada orang yang nggak kepengen kaya. Semua doyan kekayaan – meskipun ada yang malu-malu mengakuinya. Tidak ada orang yang tidak mau kedudukan dan jabatan. Apalagi disertai kekuasan. Ada sih yang begitu, tapi itu pun terjadi setelah puas merasakannya. Sifat dasar manusia memang menginginkan semua hal duniawi. Tombolnya sudah diaktivasi. Jadi, tidak membutuhkan utusan khusus untuk mengajari.

 

Sebaliknya nih; adakah manusia yang ujuk-ujuk pengen menjadi orang yang berkahlak mulia? Nggak pernah kita dengar orang bercita-cita demikian kan? Tidak mengherankan. Karena semua hal yang berkaitan dengan akhirat sungguh berbeda dengan soal dunia. Dalam hal apa berbedanya? Dalam soal aktivasi dari ‘sononya’ sih sama. Karena manusia diciptakan dengan kecenderungan kepada kebaikan dan keburukan. Jadi sudah aktif tuch kedua-duanya dalam diri kita. Yang membedakannya adalah; ditengah perjalanan, ada salah satu yang ‘dideaktivasi’ alias di bikin ‘off’ bin dimatikan.

 

Menurut pendapat Anda, mana yang di-off-kan itu? Gairah kita untuk mengejar dunia, ataukah kerinduan kita pada kehidupan akhirat? Keinginan kita untuk selalu hidup enak didunia ini mengindikasikan bahwa gairah duniawi mah bakal selalu kita jaga. Lihat saja bagaimana kita berjibaku satu sama lain untuk mendapatkan ini dan itu. Bagaimana kita berlomba mengejar jabatan. Bagaimana orang berkampanye agar dipilih. Makanya, tombol gairah duniawi ini bakal selalu ‘on’.

 

Bagaimana dengan tombol kerinduan soal akhirat? Gampang menjawabnya. Lihat saja betapa kita sering menghalalkan segala cara untuk meraih dunia. Jika urusan akhirat ‘menghalangi’ pengejaran kita pada hal-hal duniawi, kita rala melanggarnya kan? Ditempat kerja. Di warung. Di lembaga pemerintahan. Di perusahaan swasta. Di organisasi nirlaba. Bahkan di rumah-rumah ibadah. Jika sudah kental urusan duniawinya, maka urusan akhirat tak jarang dikorbankan. Kita mudah lupa pada akhirat, jika dihadapkan pada dunia yang menawarkan berjuta nikmat. Apalagi jika didalamnya ada kelezatan syahwat. Wah, sudah deh; akal sehat sekarat. Hati nurani dibikin mati. Tuhan pun dilupakan.

 

Itu pertanda bahwa tombol urusan duniawi selalu ‘on’, sedangkan tombol ukhrowi sering ‘off’. Kenapa bisa begitu? Karena selain kita memiliki nafsu dari dalam diri sendiri; disamping kiri kanan depan belakang atas bawah kita juga ada ‘kolega’ yang senantiasa setia untuk memastikan ‘hidupnya’ tombol duniawi itu. Sambil sesekali mencuri-curi kesempatan untuk mematikan tombol ukhrowi. Anda tahu siapa kolega kita itu? Betul. Syaiton yang selalu gigih menawari kita dengan berbagai iming-iming dan beragam macam godaan.

 

Bagaimana dengan tombol ukhrowi? Ada penjaganya juga. Malaikat namanya. Tapi apa yang ditawarkan malaikat itu tidak senyata tawaran syetan. Malaikat menjanjikan sorga, sedangkan syetan menyodorkan dunia yang benar-benar nyata. Bisa disentuh, diraba, dirasakan dan dinikmati sekarang juga. Akhirat? Ah, masih lama. Malaikat menawarkan istana-istana indah di sorga, syetan mememperlihatkan cara cepat mendapatkan rumah mewah saat ini juga. Malaikat menjanjikan bidadari-bidadari suci nanti, sedangkan syetan memperlihatkan kemolekan aurat gadis-gadis yang bisa dinikmati kini. Ya sudah. Pilih yang pasti-pasti aja kan?

 

Begitulah manusia. Merasa dirinya manusia, tetapi sesungguhnya kemanusiaan kita tidak lagi utuh. Seperti monyet-monyet itu. Wujudnya sih memang masih monyet. Perilakunya pun monyet. Tapi, ketika hendak dikembalikan ke habitat aselinya, mereka bingung. Karena selama ini mereka sudah terkungkung oleh kehidupan yang menjauhkan dirinya dari kesesuaian dengan habitat mereka yang sesungguhnya. Mereka tidak cocok lagi dengan habitat itu, karena sudah terlalu lama hidup dengan cara yang berbeda. Monyet-monyet itu tidak lagi bisa pulang ke rumah mereka yang sebenarnya.

 

Habitat aseli manusia itu dimana sahabatku? Sejarah umat manusia menjelaskan bahwa rumah kita yang sesungguhnya adalah sorga. Saking suci dan baiknya sorga itu, maka setiap keburukan tidak layak berada disana. Itulah sebabnya kenapa bapak kita – Adam – diusir ketika dirinya ternoda meski hanya sekali saja. Apa yang terjadi jika hidup kita sedemikian seringnya dikotori oleh nafsu-nafsu duniawi yang liar itu? Mungkin kita akan seperti monyet-monyet itu. Yang tidak tahu lagi bagaimana hidup dihabitat aselinya, hingga mereka tertolak dari sana. Akankah kita tertolak juga ketika hendak pulang ke habitat aseli kita kelak?

 

Diantara monyet-monyet itu, ada yang berhasil belajar menjadi monyet lagi. Melalui bantuan relawan penyayang binatang. Ketika sudah siap, maka sejumlah kecil monyet itu dilepas kealam bebas. Disana mereka bisa secara leluasa menikmati sorganya sendiri. Diantara umat manusia, ada yang berhasil belajar menjadi manusia lagi. Melalui bimbingan Ilahi dengan perantaraan para Rasul dan Nabi suci. Ketika sudah siap, maka sejumlah kecil manusia itu disambut dipintu rumah sesungguhnya. Lalu kepada mereka dikatakan :”Keselamatan bagi engkau. Silakan masuk kedalam sorgamu. Dan tinggallah didalamnya dengan bahagia. Dan kekal. Selama-lamanya……” Demikianlah sambutan untuk manusia yang akhlaknya terjaga.

 

Salam hormat,

Mari Berbagi Semangat!

DEKA – Dadang Kadarusman 21 February 2014

Author, Trainer, and Professional Public Speaker

Penulis Novel “DING and HER GOKIL PAPA!”

DK: 0812 19899 737 or Ms. Vivi at 0812 1040 3327

PIN BB DeKa : 2A495F1D

 

Catatan Kaki:

Dengan akhlak yang terjaga, kita bisa menjadi manusia seutuhnya dalam segala kesempatan. Dikala kaya atau miskin. Ketika memimpin atau dipimpin. Waktu menjadi rakyat atau penguasa. Disaat dalam kelapangan atau kesempitan. Selama akhlak kita tetap terjaga, maka setiap amanah yang ada ditangan kita; akan semakin mendekatkan diri kita kepada rodi Ilahi.

 

Kesibukan sering tidak memungkinkan saya untuk posting artikel di berbagai milist. Jadi saya prioritaskan di milist pribadi yang bisa diupdate melalui gadget. Jika Anda ingin mendapatkan kiriman artikel “S (=Spiritualism)” secara rutin sebaiknya bergabung disini: http://finance.groups.yahoo.com/group/NatIn/

 

Silakan teruskan kepada orang lain jika Anda nilai artikel ini bermanfaat. Dan tetaplah mengingat bahwa; Anda tidak perlu mengklaim sesuatu yang bukan karya tulis Anda sendiri. Meskipun Anda sudah berbuat baik, namun Tuhan; belum tentu suka tindakan itu (Natin & The Cubicle).

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger