Memburu Agen Perubahan

Oleh: A.M. Lilik Agung

 

 

            Paris Hilton tentu lebih terkenal ketimbang Dieter Huckestein. Apalagi dibanding dengan Daniel Dinell. Paris Hilton, tak salah dialah si cantik cucu pendiri hotel Hilton yang jaringannya tersebar di seantero bumi. Dengan ulahnya yang nyaris 'bengal' Paris Hilton tak pelak menjadi salah satu selebritis paling dibicarakan di atas planet ini.

            Lalu siapakah Dieter Huckestein? Siapa pula Daniel Dinell? Apa hubungannya dengan Paris Hilton? Dieter Huckestein sangat dekat dengan Paris Hilton. Bahkan Paris Hilton sangat menaruh hormat kepada Dieter Huckestein. Hormatnya Paris Hilton kepada Dieter Huckestein tidak salah lantaran Dieter Huckestein yang menjadi juru mudi jaringan hotel milik kakeknya, alias CEO Hilton Hotel Group.

            Walaupun saya tidak tahu persis, namun ada keyakinan hubungan Paris Hilton dengan Daniel Dinell tidak seakrab hubungannya dengan Dieter Huckestein. Namun antara Dieter Huckestein dengan Daniel Dinell ada hubungan yang jauh lebih akrab ketimbang hubungannya Dieter Huckestein dengan Paris Hilton. Mengapa demikian? Sebab Daniel Dinell adalah change agent (agen perubahan) dari Hilton Hotel Group. Segala rancangan bisnis Dieter Huckestein, entah bernama transformasi bisnis, change management, corporate turn around atau apapun namanya diterjemahkan menjadi operasional oleh Daniel Dinell.

            Sebagai seorang agen perubahan, Daniel Dinell telah memerankan tanggung jawabnya dengan paripurna. Transformasi bisnis yang dilakukan oleh Hilton Hotel Group dikawal dengan sukses oleh Daniel Dinell. Peran paripurna Daniel Dinell sebagai agen perubahan mirip dengan apa yang dilakukan oleh Tom Valerio dari Cigna P & C, Ed Lewis dengan Mobil, Renato Discenza melalui AT & T Canada, Paul Kalicky bersama DuPont EP dan Paul Melter lewat Saatchi & Saatchi. Mereka ini para agen perubahan yang sukses mengantar perusahaannya melakukan transformasi bisnis. (Balanced Scorecard Report, May-June 2002).

            Posisi agen perubahan memang tidak semegah posisi CEO. Bahkan tidak jarang nama-nama para agen perubahan tidak nampak dipermukaan lantaran terbenam oleh kebesaran nama sang CEO. Bahkan dalam banyak kasus, posisi resmi agen perubahan pada hirarki perusahaan berada pada satu – dua tingkat dibawah direksi. Mereka ini bergelar vice president atau manager.  Namun harus diakui ketika perusahaan melakukan proses transformasi bisnis bahkan turn around bisnis, agen perubahan berada pada garda paling depan dalam proses ini.

            Berkaca pada para kampiun agen perubahan ini, dapat ditarik benang merah mengapa mereka begitu penting dalam proses transformasi bisnis. Pertama, seperti telah banyak disinggung, para agen perubahan ini merupakan pelaksana dari seluruh strategi bisnis baru perusahaan. Namun mereka tidak sekedar pelaksana semata. Mereka juga menyelaraskan antara strategi bisnis dengan kenyataan di lapangan. Penyelarasan strategi ini memerlukan kecerdasan dan kecermatan yang belum tentu dimiliki koleganya selevel mereka. Dalam bahasa lain, para agen perubahan ini orang-orang cerdas secara konsep dan cermat dalam aplikasi.

            Kedua, para agen perubahan adalah orang yang berhubungan langsung dengan para sasaran perubahan. Ada dua sasaran perubahan ini; individu dan organisasi. Individu sasaran perubahan biasanya adalah para manajer, supervisor dan staf. (Tentu saja juga para direksi, yang tidak lagi sebagai sasaran namun berkomitmen untuk menyukseskan perubahan). Para agen perubahan ini yang setiap hari memotivasi, memberi arah, memberi jaminan dan memonitor para sasaran perubahan. Individu yang lambat atau cepat, menolak atau mendukung terhadap transformasi dan perubahan, para agen perubahan ini yang paling tahu dan paling tanggap terhadap kondisi ini.

            Sedangkan organisasi sebagai sasaran perubahan akan bermain pada wilayah visi dan budaya perusahaan, struktur organisasi dan proses, serta  kerjasama tim. Menterjemahkan visi dan budaya perusahaan menjadi operasional sehari-hari perlu panduan dan contoh dari para agen perubahan. Demikian pula pelaksaaan dari struktur organisasi baru dan proses bisnis, perlu dukungan dan panduan para agen perubahan. Apalagi membentuk tim yang sama visinya untuk mencapai sasaran perubahan. Peran agen perubahan tidak dapat dielakkan lagi.

            Ketiga, para agen perubahan merupakan juru bicara  internal terhadap proses perubahan. Mereka menjadi juru bicara CEO dan direksi terhadap segala hal yang berhubungan dengan perubahan, mulai dari konsep (strategi), implementasi dan monitoring kepada para individu sasaran perubahan. Pada sisi lain, para agen perubahan merupakan juru bicara dari sasaran perubahan kepada CEO yang mayoritas bertanya tentang kepastian perubahan dan hasil perubahan terhadap posisi maupun masa depan mereka.

            Keempat, para agen perubahan menjadi konsultan sekaligus pelatih (coach) perubahan, terutama bagi individu sasaran perubahan. Tak dapat dipungkiri, perubahan bagi banyak orang menakutkan, bahkan kalau perlu dihindari. Sementara bagi perusahaan, perubahan merupakan keharusan. Penyelarasan perbedaan antara karyawan dan perusahaan ini akhirnya menjadi tanggung jawab para agen perubahan. Bagi para karyawan, alhasil agen perubahan ditempatkan sebagai konsultan sekaligus pelatih terhadap semua aktivitas yang berhubungan dengan perubahan. Peran ini tidak mudah karena syarat pertama adalah menjadi modeling (contoh).

            Begitu pentingnya peran agen perubahan pada proses transformasi bisnis, sayang tidak ditemukan jejaknya untuk konteks Indonesia. Para agen perubahan macam Daniel Dinell,  Tom Valerio, Ed Lewis, Renato Discenza, Paul Kalicky dan Paul Melter yang sering membagi ilmu pada banyak kesempatan, tidak diikuti oleh para agen perubahan di tanah air. Padahal untuk era kekinian dimana banyak perusahaan di tanah air melakukan proses transformasi bisnis, kemunculan para agen perubahan yang cerdas dan cermat sangat dinantikan.

            Jangan-jangan ada dua alasan yang mengemuka untuk kasus ini. Pertama, para CEO di tanah air yang sukses melakukan transformasi bisnis 'besar kepala' dan 'sombong' sehingga mengklaim seluruh proses ini merupakan hasil karyanya tanpa campur tangan agen perubahan. Kedua, memang tidak ditemukan agen perubahan yang mumpuni. Mana yang benar? Mari kita renungkan sambil menyeruput secangkir cappuccino.

 

lilik@lalearning.biz; lilik@lalearning.co

__._,_.___

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger