Uang Itu Netral, Bung.

"Tak ada yang salah dengan uang. Tak ada yang keliru dengan menginginkan uang dan memilikinya secara berlimpah. Uang itu sejatinya netral. Kuncinya adalah bagaimana mendapatkan dan bagaimana memperlakukan uang."

Suatu hari seorang teman bercerita tentang sebuah keluarga yang berantakan akibat anaknya terjerumus narkoba.  Keluarga itu termasuk keluarga kaya raya dengan penghasilan yang sangat besar. Menurut teman saya ini, seluruh anggota keluarga ini—yang terdiri dari orang tua dan dua anaknya—tidak merasakan kebahagiaan. Sesama anggota keluarga saling curiga dan menyalahkan, sehingga masing-masing anggota keluarga merasa tidak nyaman.

Bahkan sang bapak yang selama ini telah bekerja keras mengumpulkan harta siang malam, kini merasa kalau harta yang ia kumpulkan seolah tak ada gunanya. Harta yang dimilikinya, sebagian besar hanya dibelanjakan untuk membiayai anaknya yang sering kali sakaw. Demikian juga dengan perilaku istrinya yang jarang di rumah dan tak lagi menghormatinya sebagai suami.

Dalam situasi keluarga yang carut-marut seperti itu, sang kepala keluarga akhirnya sampai pada kesimpulan: Harta itu fitnah! Harta bukan segalanya! Karena itu ia menyesal bila selama ini hanya mengejar-ngejar dan mengumpulkan harta benda.

Tak dapat dimungkiri bahwa situasi seperti itu sering kali kita jumpai dalam berbagai kesempatan. Sering kali orang tidak mampu membuat kehidupan yang seimbang (balance) antara mengumpulkan harta dengan kehidupan keluarga, atau dalam mengelola harta sesuai syariah. Dalam kondisi seperti itu, kemudian mereka meng-kambing hitam-kan harta sebagai akar dari segala masalah.

Sejatinya, harta, uang, atau kekayaan itu memang bisa menjadi sumber fitnah bagi manusia. Fitnah terhadap harta bisa terjadi apabila manusia menyibukkan diri demi harta, lupa beribadah serta menahan harta sehingga tak ada hak-haknya di jalan Tuhan. Dalam Al-Qur’an Allah Swt. telah mengingatkan: “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan)”. (Q.S Al-At-Taghaabun [64] : 15)

Kalau begitu adanya, akankah kita harus menghindarkan diri dari kekayaan? Tentu saja tidak. Allah sesungguhnya tidak pernah melarang kita untuk kaya atau mengejar kekayaan. Allah hanya memberikan warning agar kita lebih hati-hati, karena Dia tahu kalau sebagian besar manusia selalu ingin memiliki kekayaan dengan carap apapun secara berlimpah. Itulah mengapa kita harus berdoa dan selalu berusaha agar kita bisa mendapatkan dan mengelola kekayaan dengan baik sehingga harta kita tidak menjadi sumber fitnah.

Hidup ini pilihan. Karena itu pilihan untuk memiliki kekayaan yang berlimpah adalah pilihan yang sangat manusiawi dan realistis. Sebab di zaman yang serba materialistis seperti ini, sangat jarang dijumpai orang yang memilih hidup miskin. Selain itu, bukankah Allah tidak hanya menguji manusia dengan kekayaan, tapi juga dengan kemiskinan? Jadi, kalau kekayaan maupun kemiskinan merupakan ujian Allah, mengapa kita harus memilih diuji dengan kemiskinan?

”Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata: ’Tuhanku telah memuliakanku’. Namun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampuradukkan (yang halal dan yang bathil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS Al - Fajr [89]: 15-20)

Dengan demikian, apakah harta itu jelek atau buruk? Apakah boleh memiliki uang secara berkelimpahan? Lebih baik mana orang yang kaya bersyukur dengan orang miskin yang sabar? Apakah benar uang adalah akar dari kejahatan dan fitnah?

Mari kita berpikir obyektif dengan tidak hanya mencari kejelekan atau bahaya memiliki banyak harta/uang. Sebab, bukankah kemiskinan juga bisa menyebabkan keluarga berantakan? Bukankah kemiskinan juga bisa menyebabkan seseorang jauh dari Tuhan? Berapa banyak pemulung, pengemis di jalanan dan pekerja kasar lainnya yang kurang memerhatikan ibadahnya karena alasan sibuk—sama seperti alasan orang kaya yang tidak taat ibadah?

Kekayaan atau kemiskinan memiliki potensi yang sama dalam masalah ini. Tapi kekayaan bisa memberikan peluang kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebab dengan kekayaan, orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus bekerja keras siang-malam, dibandingkan dengan orang miskin yang harus berjuang hanya untuk makan sehari-hari.

Dalam sebuah acara bertajuk Tafsir Al Misbah di MetoTV awal Ramadhan lalu, Prof. DR. Quraish Shihab menyatakan bahwa orang kaya yang bersyukur itu lebih baik daripada orang miskin yang sabar. Karena untuk menjadi kaya orang harus bekerja keras, dan setelah kaya mereka lebih banyak godaan untuk melupakan Allah. Selain itu, orang kaya bisa berbuat banyak dengan hartanya. Sedang untuk menjadi miskin orang tidak perlu bekerja keras. Orang miskin biasanya lebih mudah ingat Allah karena mereka berharap Allah membantunya untuk mengentaskan dari kemiskinan.

Hakikat uang sebenarnya netral. Uang bisa membawa kebaikan maupun keburukan. Uang atau kekayaan ibarat dua mata pisau yang tajam. Satu sisi memberikan kenikmatan bagi si empunya, tapi di sisi lain bisa menimbulkan kesengsaraan.

Richard Bach dalam buku The Bridge Across Forever mengatakan, “Bila Anda mampu mengendalikan uang berarti Anda juga mampu mengendalikan sebilah pedang yang bermata tajam. Peganglah dengan hati-hati, sambil berpikir untuk apa pedang ini.”

Jadi, apakah uang (kekayaan) itu baik atau buruk? Tidak ada yang salah dengan uang. Tidak ada yang salah dengan menginginkan uang dan tidak pula salah memiliki uang sekalipun berlimpah. Kuncinya adalah bagaimana mendapatkan dan bagaimana memperlakukan uang.

Perilaku itu akan berkaitan dengan mental seseorang. Uang akan membawa kebaikan bila dipegang oleh orang-orang yang bijaksana, bertanggung jawab dan mengerti hakikat uang. Tapi sebaliknya uang akan menimbulkan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Inilah rahasia pertama tentang uang. Wallahualam.

 

Safak Muhammad, Pakar Keberkahan Finansial

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger