Aikido Menang Tanpa Mengalahkan

Sebenarnya saya telah lama mendengar tentang ilmu bela diri dari negeri Honda ini, namun baru tadi malam (20 Oktober 2010) saya benar-benar memahami filosofinya. Aikido dikembangkan oleh Morihei Ueshiba (1883-1969). Aikido dalam bahasa Jepang terdiri dari tiga huruf kanji Ai berarti harmoni/keterhubungan, ki berarti energi atau spirit dan do berarti jalan. Jika Anda termasuk penggemar Steven Seagal, pastilah Anda sudah pernah menyaksikan gerakan-gerakan Aikido. Bagi saya yang sedang gandrung mempromosikan menang tanpa mengalahkan orang lain, filosofi Aikido terdengar sangat cocok dengan jiwa saya.

                Menguasai Aikodo sama seperti mempraktekkan mental pemenang, jika kita tidak memiliki mental pemenang, maka ketika dihadapkan pada tantangan dan kesulitan ada dua kemungkinan terjadi pada diri kita; dihancurkan oleh tantangan/kesulitan tersebut atau kita melarikan diri setelah sempat digebuk. Nah, gebukan tersebut—walaupun cuma sekali saja—tidak jarang meninggalkan luka yang lama baru sembuh alias traumatik.  Dalam perkelahian, luka dan trauma membuat seseorang menderita secara fisik dan psikis, misalnya kehilangan kepercayaan diri. Akan lain halnya jika kita menguasai Aikido, kita dapat mengalahkan penyerang tanpa perlu melukainya sama-sekali. 

                Ah, banyak orang akan membantah saya dan berkata bahwa yang penting diri kita kuat, pintar, cerdas dan strategik, kita dapat mengalahkan musuh. Baiklah, sementara saya setuju dengan Anda. Kita umpamakan saja Anda menguasai ilmu bela diri seperti Karate—Anda mahir menggunakan tangan kosong untuk membacok, menusuk dan menggemplak. Anda juga menguasai ilmu bela diri Tae Kwon Do, jadi Anda mahir menendang. Ketika Anda diserang, Anda pasti akan membalas menyerang. Kemungkinan besar Anda menang dan penyerang Anda babak-belur. Setelah itu? Penyerang Anda sakit hati dan mendendam, maka timbullah masalah untuk Anda atasi; berjaga-jaga kapan musuh akan menyerang balik. Anda tidak dapat lagi hidup tenang. Ketika musuh benar-benar melakukan balas dendam, Anda bisa saja dikalahkannya, dan ingat musuh Anda ingin sekali menyakiti Anda berkali-kali lipat dibandingkan rasa sakit yang dideritanya. Situasi yang Anda hadapi sekarang tidak jauh bedanya dengan situasi yang dihadapi seseorang dengan mentalitas pecundang. Anda hancur karena pernah mengalahkan orang lain, sekarang giliran Anda dikalahkan. Situasi Anda kembali ke titik di mana Anda hancur atau melarikan diri. Skenario lain; Anda menang lagi, tapi mungkinkah Anda menang tanpa menderita luka sama-sekali?

                Serang-menyerang tidak selamanya dalam bentuk fisik. Serang-menyerang juga sering dilakukan orang dengan kata-kata. Nah, jika seseorang menyerang orang lainnya dengan kata-kata yang negatif, caci-maki dan sejenisnya, dari mana asalnya "keterampilan" tersebut? Dari dalam pikirannya. Ketika ia mengumbar kata-kata cercaan, energi dalam tubuhnya menjadi kacau, dan itulah yang kita sebut emosi (dari bahasa Inggris energy in motion atau emotion). Kekacauan aliran energi dalam tubuh menghasilkan energi negatif yang luar biasa kuat, dan ketika berbenturan dengan energi dalam universal ini, energi negatif tersebut akan menyerang balik. Maka nyatalah ketika seseorang "emosi" ia pasti kehilangan damai.

                Di dunia bisnis, kita sering menyaksikan orang menggunakan Karate, Taekwondo dan sejenisnya untuk menghancurkan kompetitor. Seorang pemilik toko di suatu pusat perdagangan grosir bertanya kepada saya: "Apa yang harus gue perbuat? Pedagang itu merebut pelanggan-pelangganku! Apakah aku harus merebut kembali mereka dengan memberikan diskon lebih besar?" Bisa, jawab saya, tapi berapa ongkos yang bersedia anda berikan? Sampai kapan anda dapat mempertahankan pelanggan dengan memberikan diskon besar? Bagaimana kalau kompetitor anda memberikan diskon lebih besar dan pelayanan lebih baik, apakah jaminannya pelanggan anda tidak menyeberang lagi?

                Pedagang tadi tidak senang mendengar pendapat saya, dengan sengit ia bertanya, "Jadi aku berpangku tangan saja nih membiarkan pedagang busut itu mencuri pelanggan-pelangganku?"  

"Tentu saja tidak, anda harus melakukan sesuatu, yakni meningkatkan pelayanan dan melakukan efisiensi menyeluruh supaya anda dapat memberikan harga lebih murah, juga stabil untuk jangka panjang. " Jawab saya.

Di masa duduk di kelas tiga sekolah dasar, saya pertama kali belajar menulis indah dengan menggunakan pena celup. Saya sangat bangga dengan tulisan tangan saya sendiri dan guru saya selalu memberikan nilai delapan bahkan plus. Kebanggaan saya segera pupus ketika secara tidak sengaja saya mengetahui seorang murid yang lain mendapatkan nilai sembilan. Apa yang dapat saya perbuat? Saya dapat membenci murid itu disebabkan perasaan iri, tapi itu tidak ada gunanya bagi saya. Saya memilih melakukan cara pendekatan lain, saya ingin tahu kelebihan tulisan tangannya dibandingkan tulisan tangan saya. Dan memang ternyata tulisan tangannya jauh lebih bagus dibandingkan tulisan saya. Ia juga menggunakan buku tulis dengan kertas lebih baik sehingga tidak ada sedikit pun tinta yang mengembang. Setelah menyadari hal itu, saya membeli buku tulis baru yang bermutu baik dan berlatih terus-menerus. Akhirnya saya puas, nilai tulisan indah di rapor kami sama; sembilan. Apa yang akan terjadi jika saya menggunakan kekerasan? Merampas buku tulisnya, menumpahkan tinta pada tulisannya yang telah selesai? Menyobek buku tulisnya? Atau memotong tangannya dengan mandau (pedang penduduk asli Kalbar)?  

Saya harap tulisan ini memberi inspirasi bagaimana setiap orang dapat mengaplikasi mental pemenang pada setiap situasi dan kondisi. Salam berdaya. 

Ditulis oleh Erni Julia Kok penulis buku Mental Pemenang Mental Pecundang

Membentuk Mentalitas Pemenang dengan

pendekatan Outcome Thinking dari NLP

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger