Penjual adalah Raja

Oleh Erni Julia Kok

 

S

ingapore dikenal sebagai tempat shopping bagi orang Indonesia selama bertahun-tahun. Meski pun banyak barang-barang bermerek yang bisa kita dapatkan di pusat-pusat belanja Singapore dapat ditemukan juga di Indonesia—terutama Jakarta, orang Indonesia yang berduit belum merasa bergengsi jika belum shopping ke Singapore paling tidak sebulan sekali. Bagaimana dengan penulis? Kebetulan saya tidak begitu suka berbelanja dan biasanya hanya membeli apa yang memang saya butuhkan, namun begitu pernah juga sih saya berbelanja di Singapore. Dan yang cukup menarik menurut saya, para pramuniaga atau penjual di Singapore itu bagaikan raja. Bagi mereka pembeli adalah raja—raja pembeli—dan mereka juga raja—raja penjual! Tetapi ketika saya menceritakan hal ini kepada teman-teman saya, mereka langsung menyimpulkan secara keliru: “Wah, sombong-sombong dong? Bukannya mereka terkenal dengan service excellent-nya?”

            Sebagai seorang Business Coach saya lantas merenungkan kesimpulan yang keliru ini padahal saya tercerahkan para penjual di Singapore bahwa, bilamana seorang sales dapat menempatkan dirinya sejajar dengan pembeli—raja berhadapan raja—maka ia akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Dengan rasa percaya diri ia dapat melayani maksimal. Menjual seperti seorang raja justru meningkatkan pelayanan prima, tidak percaya? Coba ikuti kisah berikut ini.

Di dalam istananya, raja Wu memiliki banyak pelayan, hulu-balang dan staf untuk melayani segala kebutuhannya. Namun hanya Xiu-xiu seorang yang dianggap layak untuk untuk mencuci, menyisir dan menata rambutnya yang hitam, tebal dan indah itu. Pelayan-pelayan lain dilarang menyentuh kepalanya. Sebab bagi sang raja kepala merupakan altar roh yang maha suci. Suatu hari Xiu-xiu terserang penyakit ganas dan meninggal dunia. Raja yang kehilangan penata rambut itu memerintahkan kepada Bao,  kepala rumah tangga istana agar segera mencari pengganti Xiu-xiu. Calon penata rambut harus berdarah bangsawan sehingga memiliki derajat yang sama untuk menyentuh rambut raja.

Dalam waktu singkat ratusan pelamar memenuhi istana, mereka bukan saja datang dari negeri Wu, tetapi dari seantero daratan Tiongkok.  Setelah melalui penyaringan ketat akhirnya tujuh penata rambut terpilih untuk menjalani test terakhir yaitu menata rambut raja. Sayangnya, begitu ketujuh penata rambut itu berhadapan dengan raja Wu yang sangat berwibawa itu mereka mundur teratur sebelum berani menyentuh sehelai pun  rambut sang baginda. Raja Wu menjadi sangat marah dan putus asa

Sementara itu Chung, seorang penata rambut di suatu kelompok opera di negeri Wu sendiri mendengar tentang proses perekruitan yang dilakukan istana raja. Ia seorang pemuda yang sangat ambisius. Ketika mendengar tidak ada seorang pun yang berhasil mendapatkan pekerjaan itu ia memutuskan untuk maju.

“Tapi kau bukan keturunan bangsawan, Nak.” Kata ibunya mencoba mencegahnya.

“Raja Wu sendiri pun bukan bangsawan. Ayahnya hanya seorang prajurit biasa. Raja Wu merangkak dari bawah sebagai pasukan khusus berkuda. Hanya karena ia seorang pemanah yang piawai dan gagah perkasa di medan perang,  ia berhasil menaklukkan negeri-negeri kecil dan mendirikan kerajaan Wu.” Jawab Chung yang sudah mantap hati itu.

Chung menguras semua tabungannya untuk membeli pakaian dan sepatu yang bagus, serta sebuah kereta megah yang ditarik dua ekor kuda besar berbulu hitam yang indah. Setelah siap ia segera berangkat. Ia tiba di kota raja menjelang malam. Chung memutuskan untuk menginap di hotel terbaik. Dari sana ia mengirimkan pesan yang diukir di atas kulit kerbau dengan tinta emas serta dijahit dengan benang emas menjelaskan bahwa ia seorang raja yang sangat piawai menata rambut. Dan seperti yang diperkirakannya, keesokannya ia menerima undangan dari kepala rumah tangga istana. Ia diijinkan menghadap raja Wu.

Pada waktu Chung berdiri berhadap-hadapan dengan Raja Wu, ia berdiri tegap dengan sikap santun dan elegan. Melihat itu kepala protokol istana menegurnya. “Mengapa kau tidak berlutut? Ayo, kau harus berlutut di hadapan Baginda!”

Dengan sikap santun Chung menjawab, “Seorang raja tidak diharuskan berlutut di depan raja lain.” Jawab Chung tenang.  Lalu ia menempelkan telapak tangan kanannya di atas dada kirinya dan sambil membungkuk ia memberi salam: “Semoga Baginda berumur sepuluh ribu tahun.”

Raja Wu terkesan dengan sikap Chung. “Dari kerajaan manakah kau?” Tanyanya.

Chung menjawab: “Kerajaanku bernama kerajaan penata rambut. Dan nama saya Chung.” Jawab Chung dengan penuh percaya diri. Cara berbicaranya halus dan bernada seperti seorang terpelajar. Tentu saja Chung mempelajarinya dari menonton teman-temannya memerankan tokoh-tokoh bangsawan terpelajar dari balik layar panggung opera.

“Kerajaan penata rambut? Kenapa aku belum pernah mendengarnya?” Raja Wu bertanya curiga.

“Betul, Baginda, di kerajaan saya semua orang adalah penata rambut, tapi saya adalah yang terbaik sehingga yang lain mengangkat saya sebagai raja.  Baginda adalah seorang raja besar lagi perkasa dan Baginda memiliki rambut luar biasa indah yang hanya pantas ditata oleh seorang raja. Supaya saya dapat merawat rambut Baginda, saya perlu berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, tidak ada cara lain. O…lihatlah betapa terlantarnya rambut Baginda sejak kematian Xiu-xiu! Mengapa tidak membiarkan saya segera melayani Baginda?”

Raja Wu setuju, sebab ia memang sangat membutuhkan tangan terampil untuk merawat rambutnya, selain itu ia merasa suka kepada Chung dan merasa nyaman untuk memperlakukannya sebagai sederajat. Chung berhasil membuktikan ia seorang raja penata rambut. Raja Wu memutuskan untuk menjadikan Chung sebagai penata rambutnya.  Dalam waktu singkat raja Wu menemukan kenyataan bahwa Chung bukan hanya seorang penata rambut namun juga seorang berpengetahuan luas yang nyaman dijadikan teman berdiskusi berbagai isu. Kedua raja itu menjadi sahabat.

***

Apa yang diajarkan analogi di atas kepada kita adalah bahwa untuk menjalankan pekerjaan kita dan melayani orang lain, kita perlu percaya diri dan memandang tinggi pekerjaan kita. Seorang sales yang menganggap dirinya raja melayani raja lain dapat memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi pelanggannya.  

Sebagai konsumen saya percaya Anda akan merasa tidak nyaman juga jika pelayan toko melayani Anda sambil merendah-rendah, bersikap takut-takut dan tidak berani menatap Anda. Sedangkan barang yang akan Anda beli berharga ratusan juta rupiah.

Konsumen akan merasa yakin dan percaya pada kualitas barang jika penjual dapat menjelaskan dengan baik. Ketika konsumen meminta pendapat, penjual juga harus dapat memberikan dengan penuh percaya diri. Jadi tidak salah jika saya merasa sebagian besar pelayan toko di Singapore bersikap seperti raja. (ejk/2012)

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger