Lion Air Dilema antara Ambisi Bisnis dan Safety Management

Sumber : http://strategimanajemen.net/2013/04/15/lion-air-dilema-antara-ambisi-bisnis-dan-safety-management/

 

Insiden nyemplungnya pesawat Boieng 737 seri 800 milik Lion Air tak pelak menempatkan airline agresif itu dalam sorotan dunia penerbangan global.

Baru beberapa minggu lalu, Lion Air mengguncang bisnis airline dunia kala memesan pesawat Airbus sebanyak 230 biji (satu unit harganya sekitar Rp 700 milyar). Jauh hari sebelumnya, mereka juga mengehentak markas besar Boeing saat memutuskan memborong pesawatnya sebanyak 178 unit (Boeing 737 seri 900 ER).

Ambisi bisnis Lion Air memang melambung jauh di langit. Namun tanpa ditopang oleh kepiawaian meracik standar safety kelas dunia, mungkin slogan mereka kudu diganti. Bukan lagi we make everyone fly. Tapi we make everyone nyemplung ke laut.

Insiden melesetnya Boeing Lion Air di laut dekat bandara Ngurah Rai Bali sejatinya mengandung sejumlah pelajaran krusial tentang safety management. Tanpa perbaikan yang segera dan menyeluruh, tragedi fatal a la Adam Air mungkin tinggal menunggu waktu. Ambisi bisnis Lion Air yang masif bisa ikut jatuh berkeping-keping kalau tragedi mematikan benar-benar terjadi.

Merujuk pada ilmu safety management, berikut tiga pelajaran penting yang mungkin bisa dipetik dari insiden Lion Air itu.

 

Lesson # 1 : Small and Medium Incidents Lead to Fatal Indicents.

Para pakar safety di seluruh dunia tahu dengan prinsip ini : insiden kecil adalah simptom, atau gejala-gejala awal bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam manajemen keselamatan sebuah organisasi. Dan biasanya, gejala awal ini merupakan “pra kondisi” sebelum insiden fatal yang mematikan menyergap.

Dulu kita ingat, sebelum pesawat Adam Air jatuh secara dramatis di Laut Majene, mereka mengalami sejumlah insiden pendahuluan. Yang paling mencolok adalah kesasarnya pesawat mereka hingga landing di sebuah bandara antah berantah (lantaran kegagalan sistem navigasi).

Tanpa perbaikan yang komprehensif, insiden kecil dan medium itu pasti akan benar-benar mengarah pada tragedi yang lebih fatal. Manajemen Lion Air harus segera berbenah dalam aspek safety (meski banyak orang skeptis).

 

Lesson # 2 : Human Error is No 1 Cause of Airplane Crashes.

Studi mengenai ribuan kecelakaan pesawat menunjukkan bahwa faktor human error bertanggung jawab atas lebih dari 60 % airplane crash (56%  karena pilot, dan selebihnya faktor kelengahan manusia dibagian menara kontrol dan di bagian perawatan mesin).

Dan persis disitu masalahnya : sudah lama negeri ini kekurangan ribuan pilot trampil (dan juga ahli perawatan mesin pesawat serta tenaga air traffic control).

Dalam kasus Lion Air, kekurangan itu mungkin kian kronis. Ratusan pesawat baru mereka akan datang bak gelombang. Tanpa jumlah pilot yang memadai, siapa yang akan menerbangkan Boeing itu?

Akhirnya, pilot-pilot yang ada “terpaksa” harus terus lembur demi melayani lonjakan jumlah pesawat. Bekerja lembur menjalankan pesawat hampir pasti membawa keletihan fisik yang kronis.

Dan pilot yang terlalu letih niscaya akan membuat peluang insiden crash menjadi kian terbuka. Sebab pilot juga manusia……

 

Lesson # 3 : Safety is Way of Life.

Sudah jelas, berbagai perusahaan yang hebat dalam safety pasti berasal dari mereka yang menganggap safety sebagai bagian dari way of life, bagian dari budaya organisasi mereka.

Karena menjadi way of life, maka perusahaan itu mati-matian memberikan fokus, prioritas, budget dan energi agar zero accident bisa terwujud.

Lion Air menghadapi dilema disitu. Kita tahu owner Lion Air, Rusdi Kirana, adalah sosok yang penuh ambisi bisnis. Ia punya mimpi Lion Air suat saat harus memiliki 1000 unit pesawat.

Sayangnya, ambisi yang melambung itu kadang mengabaikan faktor safety. Apalagi mereka juga dituntut untuk terus efisien demi menjaga harga tiket yang murah (jujur, harga tiket mereka kadang “tidak lagi rasional” alias terlalu murah hingga hampir tak mungkin mereka bisa untung darinya).

Pada sisi lain, safety sebagai budaya kerja butuh ongkos yang tidak sedikit. Juga waktu yang panjang; dan energi yang terus fokus. Kalau tiketnya terlalu murah, dari mana mereka punya budget untuk safety management yang andal?

Demikianlah, tiga pelajaran berharga tentang safety management yang bisa dicatat. Apapun, Lion Air harus melakukan pembenahan radikal dan menyeluruh tentang aspek safety management mereka.

Tanpa itu, suatu hari mungkin kita akan membaca headline seperti ini : Pesawat Lion Air dengan 210 Penumpang Jatuh dan Hilang di Tengah Belantara Hutan Kalimantan.

 

Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ARTIKELIUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger