Oleh : masRio Purboyo
Salah satu pemicu minat terbesar saya dalam mempelajari dan menerapkan NLP adalah bahwa ia mengajak kita untuk membentuk setiap tujuan yang kita kehendaki di setiap konteksnya, berbasiskan pada bukti-bukti indrawi.
Semisal, seorang teman saya yang berkomitmen untuk menjadi penulis perihal produktivitas dan pengembangan diri berbasiskan kekuatan pribadi, menerapkan salah satu latihan yang saat ini menjadi kebiasaan otomatis beliau. Latihan sederhana yang beliau lakukan adalah menempatkan dirinya dalam kondisi yang paling berdaya. Sambil dia membayangkan dirinya melihat dengan matanya sendiri, betapa dalamnya ia hanyut dalam kondisi yang sangat flow, dia menuliskan satu per satu kalimat dan kemudian menyusunnya menjadi artikel yang siap dibaca, lalu mengedit di beberapa bagian artikel sehingga pembaca lebih mudah mencerna dan mengambil tindakan lanjut dari membaca ratusan artikelnya itu. Bahkan, tak jarang dengan kemampuannya mendesain pesan dalam bentuk gambar, keahlian yang terus diasah sejak 10 tahun yang lalu ini, menjadikan blog pribadinya –terutama di bagian donlot gambar gratis– menjadi favorit pengunjungnya. (silakan kunjungi akhmadGuntar.
Ternyata semakin banyak peserta pelatihan yang saya temui di beragam kesempatan, yang ketika berbagi kisah suksesnya pernah melakukan kegiatan mudah ini. Memberikan segala detail bukti indrawi terhadap impian mereka. Hanya mungkin bedanya, ada yang sudah membiasakan diri dengan hal ini dan ada yang belum. Dan ketika seseorang mendapati dirinya berada di sebuah kondisi yang selaras dengan tujuannya, entah bagaimana ceritanya, ia berada dalam kondisi yang baginya tidak baru. Seolah-olah ia pernah berada dalam kondisi itu sebelumnya. Beragam pengalaman yang ia desain dalam dirinya sebelum itu, kini ia dapati dalam kepingan nyata yang melingkupi dirinya. Tidak 100% memang, tetapi mirip. Bahkan bagi beberapa orang sangat mirip, hampir mustahil dibedakan antara yang pernah diimpikan dengan yang sekarang dilakukan. Karena itulah, mereka lebih sering mendapatkan tujuan baik yang mereka inginkan. Saya juga mengalaminya. Dengan demikian peluangnya tentu juga terbuka sama lebarnya buat Anda, bukan? Kecuali Anda tetap merasa nyaman dengan keadaan Anda yang sekarang, dan berhenti inginkan hidup yang lebih baik.
Sambil meneruskan rasa penasaran saya. Kok bisa terjadi hal itu? Bagaimana mungkin bukti-bukti imajiner indrawi bisa menyelinap masuk dalam kehidupan nyata? Lha kok bisa, semakin rutin melatih diri lebih peka terhadap perubahan bukti-bukti indrawi –sebagai sinyal selaras/tidaknya tindakan dengan tujuan hidup– semakin sering menjumpai kesempatan tak terduga sebagai gerbang pembuka keberhasilan?
Entah, saya juga tidak tahu! Toh, meski tidak saya ketahui alasannya kenapa. Itu tidak membuat saya surut untuk terus menuliskan tujuan hidup yang lebih menantang, dengan menempelkan berbagai bukti-bukti indrawi. Bahkan, ketika Anda menikmati tulisan ini, beberapa hari yang lalu saya telah rasakan diri ini dalam kondisi yang sama. Bangun lebih awal di pagi hari, keluar rumah untuk tunaikan kebutuhan pribadi sebagai hamba Allah, lalu pulang dan mengetikkan kalimat-kalimat sederhana ini. Awalnya bukan untuk Anda, tapi untuk pemberdaya pribadi saja. Lalu terpikirkan, "Jika saya dapatkan manfaat dari menuliskan pengalaman kecil ini, bagaimana jika ada teman di luar rumah yang juga bisa dapatkan hal yang sama? Jadi, mengapa tidak berbagi tulisan buat Anda? Ya, tho?"
Ketika membagikan 6 strategi elegan melekatkan gagasan ke sesama, dalam format bedah buku Made to Stick beberapa pekan yang lalu, barulah kemudian saya disadarkan betapa nyambungnya saran di atas dengan proses melekatnya gagasan di hati dan pikiran manusia, kita; Anda dan saya. Di bagian konkrit, kita bisa temukan lebih jauh penjelasan dari rasa penasaran saya tadi. Jangan terburu-buru untuk ingin tahu. Simpan sebentar rasa penasaran Anda, dan biarkan membesar seiring membaca tulisan ini. Anda akan temukan jawabannya, sebentar lagi.
Kekuatan Konkrit
Apa yang membuat sesuatu menjadi 'konkrit'? Jika Anda dapat meneliti sesuatu dengan indra Anda, berarti itu konkrit. Bahasa yang konkrit membantu orang, terutama yang belum berpengalaman, untuk pahami konsep-konsep baru. Saran buat trainer, guru, dan pembicara, jika Anda mulai mengajarkan sebuah gagasan di sebuah ruangan yang dipenuhi orang, dan Anda tidak yakin apa yang mereka ketahui, bahasa yang konkret adalah satu-satunya bahasa yang aman.
Gagasan konkrit lebih mudah diingat. Eksperimen tentang ingatan manusia telah membuktikan bahwa kita lebih baik dalam mengingat kata benda konkrit dan mudah dibayangkan. Latihan di bawah ini membantu Anda menguji gagasan ini. Sekelompok kalimat berikut akan meminta Anda mengingat berbagai gagasan. Gunakan 5 sampai 10 detik untuk memikirkan masing-masing, jangan cepat-cepat berpindah dari gagasan itu. Anda akan melihat bahwa mengingat kembali hal-hal yang berbeda itu terasa beda.
-
Ingatlah ibukota Irian Jaya
-
Ingatlah kelima warna balon dalam lagu "Balonku Ada Lima"
-
Ingatlah rumah saat Anda menghabiskan sebagian besar masa kecil Anda
-
Ingatlah definisi 'patriotisme'
-
Ingatlah definisi 'nasi pecel'
Dari kesemua latihan itu, setiap perintah untuk mengingat di atas menggunakan kegiatan mental yang berbeda. Saat mengingat ibukota Irian Jaya, ini adalah latihan yang abstrak. Kecuali jika Anda pernah singgah atau tinggal di Papua. Yang berlawanan, ketika Anda berpikir tentang 5 warna balon dalam 'Balonku Ada Lima'. Anda mungkin mendengar seseorang menyanyikannya, kata per kata, hingga mudah bagi Anda mengingatnya sambil bernyanyi lagu itu. Ingatan tentang rumah masa kecil Anda dapat membangkitkan sejumlah besar ingatan, berbasiskan indrawi. Bau, penglihatan, suara. Anda bahkan mungkin merasakan diri Anda sendiri berlari, keluar masuk rumah Anda, atau mengingat di mana orang tua Anda biasa membaca koran.
Definisi 'patriotisme' mungkin sedikit lebih sulit untuk dimunculkan. Anda tentu saja memiliki pengertian tentang apa makna 'patriotisme', tetapi tidak memiliki definisi yang sudah dirumuskan dan mudah diingat seperti Anda mengeluarkan ingatan tentang 'nasi pecel'. Saat ingat 'nasi pecel', dengan segera membangkitkan ingatan rasa-bumbu adonan kacang goreng dicampur dengan bawang putih yang berwarna coklat, ditemani nasi putih punel/empuk, ditaburkan di atas sayuran yang hijau-ranum-
Jika ada di antara Anda yang sedang berpuasa sunnah di bulan Sya'ban kali ini, mohon dilanjutkan puasa Anda. Saya tidak sedang memprovokasi pikiran Anda, dengan sejumlah ingatan menyegarkan. Anggap saja sebagai pendamping, menjelang berbuka puasa.
Gagasan yang melekat secara alamiah adalah yang penuh dengan kata konkrit dan -seringkali- gambar. Pasti akan lebih mudah ingat, saat semakin banyak indra yang terlibat. Ingatan kita bekerja laksana Velcro. Bagi Anda yang belum tahu apa itu namanya Velcro, datangi penjahit atau toko perlengkapan konveksi, dan bertanyalah di sana. Dan Anda akan temukan Velcro. Bagi Anda yang lebih dulu tahu, jika Anda perhatikan kedua sisi dari bahan Velcro, Anda akan lihat bahwa sisi yang satu tertutup dengan ribuan kait yang sangat kecil dan sisi yang lain tertutup ribuan gulungan yang sangat kecil. Saat Anda menekan kedua sisi bersamaan, sejumlah besar kait tertangkap di dalam gulungan itu, dan itulah yang menyebabkan Velcro menempel.
Mirip dengan itu, otak Anda menjadi tuan rumah bagi gulungan-gulungan dalam jumlah yang luar biasa. Semakin banyak kait yang dimiliki oleh sebuah ide, semakin baik ide itu melekat pada ingatan. Rumah masa kecil Anda dan nasi pecel memiliki kait yang sangat banyak jumlahnya di dalam otak Anda.
Seorang guru yang hebat memiliki keahlian khusus untuk melipatgandakan jumlah kait dalam gagasan tertentu. Kisah nyata berikut ini, diambil dari pengalaman Jane Elliot, guru SD di Iowa. Ia merancang sebuah pesan yang sangat kuat –dengan memanfaatkan begitu banyak aspek emosi dan ingatan yang berbeda– sehingga, dua puluh tahun setelahnya, para muridnya masih dapat mengingat dengan jelas.
Mata Cokelat, Mata Biru
Martin Luther King, Jr dibunuh pada 4 April 1968. Esoknya, Jane Elliot, guru SD di Iowa mendapati dirinya berusaha menjelaskan kematian King kepada para muridnya. Kelas 3 SD. Di kota kecil Riceville, Iowa, semua penduduknya berkulit putih, para murid kenal dengan King tetapi tidak dapat memahami siapa yang inginkan kematian King, atau mengapa.
Elliot berkata, "Saya tahu sekarang saatnya untuk menangani hal ini secara konkrit, karena kita telah berbicara tentang diskriminasi sejak hari pertama sekolah. Tetapi, penembakan Martin Luther King, salah seorang yang dipilih menjadi 'Pahlawan Bulan Ini' dua bulan sebelumnya, tidak dapat dijelaskan kepada anak-anak kelas tiga yang masih kecil di Riceville, Iowa."
Esoknya, ia datang ke sekolah dengan sebuah rencana. Ia bermaksud membuat prasangka itu menjadi jelas bagi para muridnya. Di awal kelas, ia membagi para murid menjadi dua kelompok. Anak-anak bermata cokelat dan satunya yang bermata biru. Ia kemudian membuat pengumuman yang mengejutkan: "Anak-anak bermata cokelat lebih unggul dari anak-anak bermata biru. Mereka orang-orang yang lebih baik di ruangan ini." Kelompok-kelompok itu lalu dipisahkan: Anak-anak bermata biru dipaksa untuk duduk di belakang kelas. Anak-anak bermata cokelat diberitahu bahwa mereka lebih pintar. Mereka diberi waktu tambahan pada jam istirahat. Anak-anak bermata biru harus mengenakan kalung khusus, sehingga semua orang akan mengetahui warna mata mereka dari jauh. Kedua kelompok itu tidak diijinkan bergabung pada jam istirahat.
Elliot sangat terkejut dengan betapa cepatnya kelas berubah. "Saya melihat anak-anak itu menjadi anak-anak kelas tiga yang tidak menyenangkan, jabat, dan melakukan diskriminasi.
Pada permulaan kelas keesokan harinya, Elliot berjalan masuk dan mengumumkan bahwa ia telah berbuat salah. Sebenarnya anak-anak bermata cokelat yang lebih rendah kedudukannya. Pembalikan nasib ini diterima dengan seketika. Teriakan kegembiraan terdengar nyaring dari anak-anak bermata biru sewaktu mereka berlarian untuk memasangkan kalung mereka pada teman-teman mereka yang bermata cokelat, yang lebih rendah.
Di hari ketika mereka berada di kelompok yang lebih rendah kedudukannya, para murid menggambarkan diri mereka sendiri sebagai sedih, buruk, bodoh, dan hina. "Ketika kami di bawah," kata seorang anak laki-laki, suaranya jadi parau, "rasanya seperti segala sesuatu yang buruk sedang menimpa kami." Ketika mereka di atas, para murid merasa bergembira, baik, dan pintar.
Yang lebih mencengangkan, performa mereka pada tugas-tugas akademis berubah. Salah satu latihan dalam pelajaran membaca adalah satu set kartu bunyi bahasa yang harus dibaca secepat mungkin oleh anak-anak itu. Di hari pertama, ketika anak-anak bermata biru berada di bawah, mereka membutuhkan waktu 5,5 menit. Di hari kedua, ketika mereka berada di atas, mereka memerlukan waktu 2,5 menit. "Mengapa kalian tidak bisa membaca secepat ini kemarin?" tanya Elliot. Seorang anak bermata biru menjawab, "Kami mengenakan kalung itu..." Seorang yang lain menyela, "Kami tidak bisa berhenti berpikir tentang kalung itu."
Simulasi Elliot membuat prasangka menjadi konkrit, bahkan sangat konkrit. Simulasi itu juga berdampak tahan lama terhadap kehidupan para muridnya. Studi yang dilakukan sepuluh dan dua puluh tahun kemudian menunjukkan, betapa para murid Elliot secara signifikan tidak terlalu berprasangka dibandingkan rekan-rekan mereka yang tidak menjalani latihan itu.
Para murid masih mengingat simulasi itu dengan sangat jelas. 15 tahun kemudian, mereka mengadakan reuni yang disiarkan serial oleh PBS Frontline mengungkapkan betapa dalamnya hal itu telah menggerakkan mereka.
Ray Hansen, yang ingat bagaimana pemahamannya berubah dari satu hari ke hari selanjutnya, berkata "Itu adalah salah satu pengalaman pembelajaran yang paling mendalam yang pernah saya jalani." Sue Giner Rollan berkata, "Prasangka harus diselesaikan ketika masih muda atau hal itu akan menguasai Anda sepanjang usia Anda. Kadang-kadang saya dapati diri saya (melakukan diskriminasi)
Jane Elliot memasukkan beragam kait ke dalam gagasan tentang prasangka. Ia mengubah prasangka menjadi pengalaman. Pikirkan tentang 'kait-kait' yang terlibat.
-
Penglihatan tentang seorang teman yang mencemooh Anda.
-
Sentuhan sebuah kalung di leher Anda.
-
Perasaan putus asa karena merasa berkedudukan lebih rendah.
-
Kejutan yang Anda rasakan setiap kali Anda memperhatikan warna mata Anda di cermin.
Pengalaman ini memasukkan begitu banyak kait ke dalam ingatan para siswa, sehingga, puluhan tahun kemudian, pengalaman itu tidak dapat dilupakan.
Baik Anda menjadi guru bagi diri sendiri, atau juga bagi orang lain. Dengan cara yang sama, Anda juga bisa berdayakan diri Anda dengan beragam kait (anchor) indrawi. Semakin spesifik kait indrawi Anda, semakin nyata ia membantu Anda lebih berdaya. Dengannya, semoga Anda lebih sering dapati diri Anda dengan lebih mudah dapatkan tujuan hidup Anda secara lebih cepat.
Semoga tulisan sederhana ini berguna.
Selamat membuat tujuan hidup yang lebih multi indrawi!
"Jelasnya impian membuat menariknya perjalanan.
Membuat jauhnya jadi dekat, mengubah lelahnya jadi gembira.
Mengubah susahnya jadi penggelora jiwa."
"Tapi entah kenapa, ada orang yang enggan berimpian yang jelas-jelas indah, yang menawan hatinya. Adakah dia lupa, bahwa impian adalah sebentuk perencanaan, sebuah proposal hidup.
Segenggam impian adalah sekepalan harapan.
Sebentuk kebergantungan jiwa kepada Sang Penguasa Alam Semesta.
Allah swt."
Post a Comment