Jika seorang raja tidak memakai orang pandai dan bijaksana,
Itu adalah hambatan pertama
Sudah tahu mereka pandai dan bijaksana, tapi tidak mau memakainya,
Itu adalah hambatan kedua
Memakai mereka tapi tidak diandalkan,
Itu adalah hambatan ketiga
Mengandalkan mereka tapi dicampur dengan orang yang berjiwa rendah,
Itu adalah hambatan ke-empat
(dikutip dari "Cun Ciu Ngo Pa", karya Confucius)
Tikus di Kuil
Suatu hari Bangsawan Huan dari kerajaan Qi bertanya kepada Guan Zhong, Perdana Menterinya, apakah ancaman terbesar bagi negaranya. Guang Zhong menjawab, "Ancaman itu adalah mereka yang menyerupai tikus-tikus di kuil."
"Tolong anda jelaskan." pinta Bangsawan Huan.
"Tuanku, anda tentunya sudah melihat tikus-tikus di dinding kuil. Kuil adalah tempat sakral. Tetapi jika dipenuhi tikus, sangat sedikit yang dapat kita lakukan. Jika kita mencoba mengasapinya agar mereka keluar, kita bisa jadi malah membakar kuil itu; jika kita menuangkan air di lubang-lubang di dinding, kita bisa jadi merusak lapisan dan cat dinding itu."
"Orang-orang jahat yang dekat dengan penguasa adalah seperti tikus-tikus itu. Mereka menggunakan pengaruh mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka menerima suap dan berkolusi dengan kelompok-kelompok yang punya kepentingan sama untuk merongrong negara; mereka mendukung orang-orang yang mendengarkan mereka dan mempersulit hidup orang-orang yang tidak mendengarkan mereka. Sepanjang waktu sang penguasa berada dalam kegelapan. Orang-orang seperti ini harus dihukum, tetapi mereka mempunyai tempat di hati penguasa. Jika segalanya terus berjalan seperti ini, negara akan hancur."
"Orang jahat yang dekat dengan pemerintahan juga seperti anjing di toko penjual anggur. Izinkan saya memberikan contoh yang lain. Ada seorang pria yang menjual anggur. Anggur itu sangat bagus dan harganya sesuai. Tetapi pelanggannya sangat sedikit. Dia tidak mengerti kenapa bisnisnya begitu buruk dan dia bertanya kepada tetangganya untuk meminta nasihat."
Tetangga tersebut menjawab, "Kamu mempunyai anjing yang galak, bukan?"
"Tetapi, anggur adalah anggur, anjing adalah anjing. Mereka tidak ada hubungannya." kata si penjual anggur.
Maka tetangganya menungkas, "Jelas ada. Saat pelanggan datang ke tempatmu, anjing itu menggonggong kepada mereka. Pelanggan takut kalau-kalau anjing itu menggigit mereka, maka mereka menjauh. Jika kamu tidak membunuh anjingmu, tidak seorang pun akan datang dan anggurmu berubah menjadi masam."
Lanjut Guan Zhong, "Oleh sebab itu, jika seorang raja mempunyai menteri-menteri seperti tikus di kuil atau anjing di toko orang itu, negara dalam bahaya yang besar."
(Dikutip dari "Kisah-kisah kebijaksanaan China Klasik, hal. 221)
Diskusi
Mempelajari aneka ria permasalahan seputar Sumber Daya Manusia, sama seperti belajar tentang penyakit kanker. Dua orang anggota keluarga terdekat saya, yaitu ibu dan paman saya meninggal karena penyakit kanker. Dari luar tampak sehat segar bugar, siapa sangka bahwa ternyata di dalam ada pertumbuhan sel-sel ganas yang merongrong sel-sel baik dan pada akhirnya, setelah melalui berbagai usaha untuk sembuh yang sangat menyakitkan, sangat menyiksa, dan sangat menghabiskan banyak uang, baik ibu maupun paman saya harus menyerah terhadap perjuangan mereka.
Sel kanker yang ganas, datangnya sama sekali tidak diundang, tapi untuk mengusirnya, sudah membutuhkan biaya, airmata, dan usaha yang sangat besar, juga sulit sekali, diusir.
Yang dapat dilakukan hanyalah mencegah sebisa mungkin dengan menjaga gaya hidup sesehat mungkin, dan selalu melakukan deteksi dan antisipasi sedini mungkin agar sel-sel baik senantiasa bertahan dan sel-sel ganas senantiasa terkucilkan.
Masalahnya adalah, seringkali dalam banyak kasus penderita kanker, gejala-gejala awal sebenarnya sudah tampak, namun, tidak dirasakan, bahkan dianggap bukan hal yang perlu dikuatirkan sehingga terlena dan tetap menjalankan gaya hidup yang semakin memperparah perkembangan kanker di dalam tubuhnya sendiri.
Hal ini menyebabkan banyak sekali penderita yang datang berobat dalam kondisi kanker sudah mencapai stadium lanjut sehingga sulit sekali untuk ditangani, bahkan harus melalui proses yang sangat menyakitkan dan mahal sekali. Itupun belum tentu sembuh.
Sejarah kejayaan dan kejatuhan bangsa-bangsa besar yang tertulis di berbagai buku sejarah dunia, tidak pernah dapat dilepaskan dari kanker yang berkembang di dalam diri bangsa itu sendiri, yang berwujud Sumber Daya Manusia.
Tampak sehat dari luar, namun, keropos di dalam. Begitu banyak gejala awal yang mudah ditumpas, namun, seringkali diabaikan karena keyakinan akan kesehatan diri sendiri hingga gejala tersebut semakin membesar, semakin merajalela, menjadi sulit dikendalikan dan akhirnya, semuanya terlambat. Maka, sejarah-pun mencatat bangsa-bangsa besar penguasa dunia di masa lampau, silih berganti berdiri – berjaya – dan perlahan-lahan, runtuh.
Setiap kali berdirinya sebuah bangsa besar, selalu disertai dengan romantisme kisah-kisah kepahlawanan dan kepemimpinan yang luar biasa dari sang induk tubuh bangsa tersebut dengan didukung penuh oleh sel-sel baik, yang senantiasa berdisplin dalam menumpas sel-sel ganas dalam tubuh.
Sel-sel baik inilah yang menjadi perencana, penyusun, sekaligus penggerak sistem sehingga stabilitas logistik, ekonomi bahkan hingga ketentaraan terjamin, dan membuat musuh/ kompetitor, sulit untuk menaklukkan.
Namun, kejatuhan bangsa-bangsa besar, selalu dikarenakan pengkhianatan dan keterlenaan kepemimpinan sehingga sel-sel baik yang selama ini melindungi tubuh dari segala mara bahaya, justru dipandang remeh dan dibiarkan terus berguguran hingga, sel-sel ganas-pun menjadi penguasa tubuh.
Pada saat itu terjadi, maka kehancuran tubuh itu, hanya tinggal menunggu waktu, kecuali ada keberanian untuk bertindak yang ekstrem, menyakitkan, mahal, dengan kemauan sangat kuat untuk menyembuhkan diri.
Tidak sedikit penderita kanker yang takut menjalani kemoterapi dan terapi sinar radiasi, karena sangat menyakitkan, membuat tubuh menjadi rusak, dan yang pasti, mahal sekali.
Fenomena bangsa Indonesia, sebagai bangsa bermartabat yang berhasil melepaskan diri dari perbudakan penjajahan sejak 1945, saat ini, tidak dapat dipungkiri, sedang mengalami penyakit kanker (yang entah, sebenarnya sudah mencapai Stadium berapa?)
Faktor yang sebenarnya merupakan intisari bangsa, yaitu Sumber Daya Manusia di Indonesia, masih sedang dalam proses perkembangan, yang sampai sejauh ini, Sumber Daya Alam yang relatif berlimpah, masih menopang perkembangan perekonomian, sehingga permasalahan Sumber Daya Manusia, bisa dikatakan, masih berjalan terseok-seok untuk benar-benar dipandang serius untuk ditangani secara serius, lebih dari sekedar retorika dan alat marketing.
Namun, kapan waktu yang tepat dan dengan cara bagaimana keseriusan penanganan itu kelak terbukti dibutuhkan, benar-benar sangat riskan untuk dibiarkan begitu saja sambil jalan, yang pada akhirnya, semuanya terlambat, dan yang harus dikorbankan, tak terhitung jumlahnya.
Entah krisis ekonomi akan recover atau tidak bagi negara-negara terbelakang, yang SDM-nya jauh tertinggal, namun, yang pasti, masa depan individu-individu yang masih sangat panjang, yang merupakan bagian dari negara-negara yang belum serius memperhatikan masa depan mereka, benar-benar tidak ada yang berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan, selain individu itu sendiri.
Maka, pertanyaan yang paling urgent untuk segera serius dicari jawabannya sebenarnya adalah, individu yang mana sebenarnya merupakan Sel Baik dan individu yang mana sebenarnya merupakan Sel Ganas?
Dalam setiap kali kesempatan diskusi seputar HRD dan bisnis, seringkali pertanyaan yang kerap kali dimunculkan adalah ujung-ujungnya, "Bagaimana bisa memprediksikan calon karyawan itu akan "Loyal" atau tidak terhadap perusahaan? Dan bagaimana mengukur integritas dan kejujuran karyawan, dst?"
Saya selalu bingung untuk memberikan pendapat bila menghadapi pertanyaan semacam ini. Sungguh sulit untuk menjawab, sebenarnya apa benar ada yang disebut romantisme ala "Loyalitas", bila tanpa diiringi dengan Loyalitas dari the Role Model.
The Role Model, arti kata lain seperti yang sering saya dengar pada waktu masih sekolah dulu, adalah yang digugu lan ditiru. Artinya adalah, mereka yang memiliki status, kewajiban dan wewenang untuk menjadi dan memberi contoh/ panutan bagi mereka yang dituntun.
Orang tua adalah The Role Model bagi anak kandung mereka. Guru adalah The Role Model bagi murid. Atasan adalah The Role Model bagi anak buah, pemuka agama adalah The Role Model bagi umatnya, Komandan adalah The Role model bagi prajuritnya, dan begitu seterusnya.
Tanpa the Role Model yang Loyal, mungkinkah Sel-Sel yang sebenarnya Baik, akan dapat tetap bertahan, di tengah arus kompetisi dengan Sel-Sel Ganas dalam bertahan hidup dan menguasai tubuh?
Beberapa hari lagi, kita, sebagai warga negara Indonesia, di mana saja, yang memiliki hak pilih, akan segera memberikan kesempatan bagi beberapa kandidat, yang paling layak menjadi The Role Model Bangsa Indonesia untuk kurun waktu lima tahun, sebuah masa bakti, yang tidak singkat, untuk mempersiapkan Indonesia, menyongsong era baru, Era Globalisasi.
Tahun 2010, kurang beberapa bulan lagi. Era AFTA telah tiba. Berbagai ketertinggalan bangsa Indonesia dari berbagai segi bidang, serasa masih jauh dari arena kompetisi.
Di tengah krisis ekonomi global yang belum menentu dan belum terselesaikannya berbagai krisis multidimensi dalam negeri, terutama dari pilar utama kebangkitan bangsa, yaitu: Mental SDM, bagaimana kita akan mempersiapkan tubuh kita masing-masing, agar dapat selalu mengantisipasi dan mendeteksi munculnya Sel-Sel ganas, penyebab kanker di masa depan?
Maka seperti nasehat Guan Zhong kepada Bangsawan Huan,
Dalam pemerintahan……….
Jika seorang raja tidak memakai orang pandai dan bijaksana,
Itu adalah hambatan pertama
Sudah tahu mereka pandai dan bijaksana, tapi tidak mau memakainya,
Itu adalah hambatan kedua
Memakai mereka tapi tidak diandalkan,
Itu adalah hambatan ketiga
Mengandalkan mereka tapi dicampur dengan orang yang berjiwa rendah,
Itu adalah hambatan ke-empat
Maka jawaban dari pertanyaan: "Individu yang mana yang merupakan Sel Baik dan Individu yang mana yang merupakan Sel Ganas?" bisa jadi, tergantung dari kemauan Individu itu, untuk mendukung seorang The Role Model yang telah terbukti mengandalkan lebih banyak orang pandai bijaksana dengan sedikit orang berjiwa rendah, dibandingkan sebaliknya.
Post a Comment