Pikirkanlah, dalam keharian baik di lingkungan pekerjaan entah pada ruang rapat,
banyak aktivitas kerja lainnya, lingkungan rumah, atapun di jalan, cobalah dihitung sudah berapa
banyak kritikan yang sudah terucap melalui celah bibir dan seberapa banyak waktu yang kita
habiskan untuk mengkritik orang lain. Setiap orang memang berhak dan memiliki banyak waktu untuk
memberikan kritikan maupun pujian kepada orang lain. Tetapi sebaliknya, kitapun memiliki
banyak waktu untuk memilih tidak memberikan kritikan kepada orang lain, bukan!
Memang setiap orang akan memahami sesuai apa yang diprasangkainya dan begitupun setiap orang
memiliki hak untuk mempertahankan pendirian apapun bentuknya. Seringkali kita terjebak dengan
bersusah-susah mengeluarkan energi untuk memberikan kritikan tak berdasar dan tidak tahu dengan
benar kondisi yang terjadi pada orang lain serta cenderung menganggap diri yang paling benar dan hebat.
Seperti paradigma 3 orang buta menilai bentuk seekor gajah, ada yang mengatakan gajah panjang karena
memegang ekornya, orang buta lainnya mengatakan gajah bulat dan sebagainya karena memang kondisi
sudut penilaian saat memang berbeda.
Yakinlah kita tak akan mampu untuk memahami semua hal yang terjadi pada orang lain,
Karena kita memang sering kali tidak mengetahui dengan pasti secara menyeluruh dan
terjebak penilaian yang tidak lengkap. Cobalah renungkan, mungkin kita tidak melihat apa
yang dilihat orang lain. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah keterbatasan
pikiran dan prasangkalah yang kita miliki yang membuat kita menjadi takabur dan
merasakan seolah-olah kita dengan jelas melihat apa yang tak dilihat orang lain, seperti
pepatah gajah di pelupuk mata tiada nampak, semut di seberang lautan terlihat jelas.
Sebenarnya memberikan kritikan sah-sah saja dalam sebuah dinamika hubungan
manusia sepanjang kita mengetahui dengan benar apa, bagaimana dan tujuan dari apa
yang kita kritik bukan sekedar karena ketidak sukaan kita pada orang lain semata
yang membuat kita menjadi buta, karena kritikan pun bila dilakukan dengan dan tujuan
yang benar semestinya ia bagaikan sebuah vitamin jiwa pemacu yang mampu memacu
semangat perbaikan diri dan seseorang bila penerima menerimanya pun mengenakan
kaca mata positif. Jangan sampai kita terjebak pada bentuk ketidakmampuan menerima
keberhasilan maupun kemampuan orang lain dengan bersusah susah mengerahkan segenap
energi negatif tiada guna.
Bila dianologikan dalam sebuah cerita, dalam kondisi kritis, kritikan tak akan menolong
kita dari kapal perahu yang bocor di tengah samudera. Tentunya segera menambal lubang
dari masuknya air, bahkan terjun dan berenang mencapai pesisir pantailah yang dapat
menolong kita. Tindakan-tindakan tersebut bagai sebuah simpanan yang kelak akan kita
tarik bila saat diperlukan. Dan sebaliknya kecaman adalah seburuk-buruknya simpanan kita.
Mengapa kita tak mencoba tuk menata kembali semua kritikan yang kita punya dan
memulainya menjadi sebuah kritikan berisi daripada sekedar kesenangan pribadi tiada
guna. Semua kembali pada pilihan-pilihan dan kepiawaian kita dalam me-reframe atau
membungkus suatu masukan atau bahkan kritikan sekali pun menjadi lebih berguna atau
sebaliknya. It's back to you choice!
Post a Comment