Tak perlu menunggu hari Ibu untuk mulai prihatin dengan pencitraan perempuan, istri, ibu oleh media iklan.
Waktu 2 jam, 2 kali sehari, 5 hari seminggu cukup rasanya bagi saya menyimak dan menyerap beberapa iklan yg diperdengarkan di radio sepanjang perjalanan berangkat dan pulang kantor.
Dan cukup dalam keprihatinan saya terhadap penggambaran citra perempuan yang notabene menjabat sebagai seorang istri sekaligus ibu yang digambarkan oleh iklan sebagai wanita konsumtif yang merongrong suami dan bukan panutan yang baik bagi anak-anaknya.
Berikut beberapa yang sempat terekam oleh saya.
Dalam iklan salah satu minimarket yang tumbuh menjamur dan selalu bersaing dengan kompetitornya, diceritakan seorang ibu pulang arisan menceritakan kepada suaminya, bahwa Ibu A baru saja membeli mobil baru, masih gres, masih ditutup plastik semuaaa….. dan tadi dia diantar pulang oleh Ibu A naik mobil barunya. Ditambah dengan cerita, kemarinnya, ketemu dengan Ibu B naik motor baru. Dan sang istri pun berkata, "Lalu, kapan kita ganti mobil?" Dilanjutkan dengan, "Boro-boro ganti mobil, blackberry aja sampai sekarang belum dibeliin.”, dan diakhiri dengan kata "Huh!" yang ditujukan ke suaminya ....
Sungguh prihatin....
Dalam sebuah iklan salah satu department store “S”, digambarkan seorang Ibu minta dibelikan celana jeans baru ke suaminya hanya karena model yang sekarang dipromosikan sedang bagus-bagus, padahal kata suaminya baru minggu lalu dibelikan.
Namun si Ibu memaksa dengan alasan karena sedang diskon, jadi kapan lagi?? Sampai anak perempuannya pun ikut nimbrung dan meminta dibelikan mainan. Dan si ibu menjawab dengan ringan, “Pasti dibelikan, karena kan sedang ada diskon.”
Sungguh, prihatin untuk yang kedua kalinya..
Iklan otomotif (salah satu jenis mobil).
Diceritakan sepasang suami-istri sedang berdebat kencang soal mau membeli mobil. Sang istri dalam dialognya memaksa suami membeli mobil untuk kepentingan dirinya pribadi (mobil kecil) daripada membeli mobil untuk usaha... Meskipun sang suami sudah memberikan argumentasi bahwa mobil yang akan dibeli adalah untuk memperlancar usaha mereka, namun sang istri terkesan tidak mau tahu...
(iklan ditutup dengan solusi, membeli kedua mobil yang diinginkan dengan program diskon khusus yang ditawarkan oleh provider)
Sungguh, prihatin yang ke tiga kalinya ...
Iklan salah satu provider tv kabel, lebih menyesakkan dada lagi (bagi saya pribadi).
Iklan tersebut menceritakan seorang ayah menelepon ke rumah untuk memberitahukan bahwa dia terlambat pulang karena ban mobilnya bocor. Tetapi apa respon yang dia terima?
Anak perempuannya yang menerima telepon pertama kali mengalihkan telepon ke kakak laki-lakinya karena sedang asik menonton acara tv kesayangannya. Sang kakak yang memperoleh pengalihan telepon, tidak mempedulikan apa yang dikatakan ayahnya dan malah meminta ayahnya untuk menunggu sebentar, karena tim sepak bola kesayangannya sedang bertanding dan akan mencetak goal. Baru setelah goal berhasil (ditandai dengan teriakan gembira sang anak laki-laki), telpon dari ayahnya baru ditanggapi itupun kemudian diteruskan ke mamanya.
Mamanya menerima telepon dari suaminya sambil terus tertawa-tawa karena sedang asik menonton tv, tanpa memperhatikan isi pembicaraan suaminya yang mengabarkan bahwa dia akan pulang terlambat karena ban mobilnya bocor, dan terus tertawa sambil berkata, “Ga apa-apa…..”
Sang ayah pun menutup telepon (samar terdengar nada kesal..)
Iklan ditutup dengan tertawa bahagia dari pembawa iklan dengan tagline ‘sekarang, setiap orang, bisa asik sendiri-sendiri karena bla-bla-bla…’
Sungguh gambaran keluarga yang memprihatinkan ...
Anak-anak yang tidak peduli. Istri yang tertawa bahagia saat mendengar kabar kurang mengenakkan dari suami (ban mobil bocor dan telat pulang) ....tak ada empati sama sekali….
Bukan sebuah contoh yang bagus yang digambarkan dari seorang perempuan, seorang istri dan seorang ibu…….
Sungguh, prihatin yang keempat kalinya….
Masih dari iklan otomotif, kali ini terkait dengan pelayanannya.
Seorang istri menelpon suaminya yang sedang bertugas di luar
Diselingi dengan suara pembawa iklan, bahwa pelayanan mereka sudah menyebar ke berbagai
Sungguh bukan gambaran seorang istri yg bijak….
Sungguh, prihatin untuk ke sekian kalinya …..
Memang tidak dipungkiri, iklan bertujuan untuk menjual dan mencetak brand. Semakin ekstrim maka akan semakin diingat oleh calon pembeli (correct me if I’m wrong).
Namun, tidak bisakah sebuah iklan mengambarkan sebuah keluarga dari sisi yang lebih positif? Sebuah keluarga yang bahagia dan saling mendukung, sebuah keluarga yang saling menghargai dan berempati?
Tidak bisakah seorang perempuan, istri, ibu digambarkan dengan citra yang lebih bijak dan patut menjadi teladan bagi anak-anaknya? Yang layak menjadi kesayangan suami?
Karena kenyataannya, masih banyak iklan yang tetap mengedepankan sisi positif dari seorang perempuan, istri, dan ibu.
Bagaimana produk mereka mampu membuat perempuan menjadi sanjungan tanpa kehilangan citra positifnya. Bagaimana produk mereka dapat membuat seorang istri menjadi kesayangan dan andalan suami dalam menyelesaikan masalah. Bagaimana produk mereka dapat menjadikan seorang ibu menjadi idola keluarga yang tak terkalahkan …….
Sungguh ………
Salam,
Oktira
Post a Comment