Suatu hari seorang teman menawarkan kerja sama membuat pelatihan menulis buku dengan memadukan teknik-teknik NLP. Seperti pada umumnya orang yang mengetahui NLP—NLP bisa untuk apa saja! Namun, perlu diingat tentunya, yang hebat bukan NLP tetapi pengetahuan bagaimana memanfaatkan resources (sumberdaya) yang dimiliki masing-masing individu. Saya menolak tawaran teman saya, sebab bagi saya menulis itu kebutuhan pribadi seperti halnya bernafas. Meskipun saya bisa bernafas dengan baik, saya tidak berencana melatih Chi-qong (chikung—teknik pernafasan). Kalau mau jujur, saya seperti pada umumnya bernafas kadang-kadang tanpa pikir…(apa jadinya kalau harus berpikir dulu?), saya baru menggunakan satu persen bakat dan belum menyentuh 99 persen kerja keras. Jadi, mana pantas saya melatih orang lain? Bagaimana pun, teman saya berhasil menggelitik hati saya, sehingga saya tidak bisa menahan diri untuk menuliskan perasaan tergelitik ini.
Seperti yang telah saya katakan, bagi saya menulis itu ibarat bernafas. Bukan masalah apakah yang saya tuliskan itu berguna bagi orang lain atau tidak, saya sendiri membutuhkannya. Saya tahu pasti hal ini bukan pertama kalinya dikatakan orang. Fatima Mernissi, penulis wanita dan sekaligus pemikir Islam modern mengatakan dengan penuh keyakinan, bahwa menulis itu menyehatkan. Usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit anda akan segar kembali karena kandungan manfaatnya yang luar biasa, tulisnya.
Menulis juga dapat melenyapkan kesalahan pahaman dan membantu kita memaafkan bahkan melupakan perlakuan buruk seseorang terhadap kita. Dalam suatu retreat yang pernah saya ikuti 15 tahun yang lalu, saya menulis surat berhalaman-halaman kepada beberapa orang yang selama hidup menghantui pikiran saya. Awalnya saya menulis untuk mengutuk, memaki-maki, dan mengumpat orang-orang itu. Setelah menuliskannya saya merasa sedikit lega. Lalu pemimpin-pemimpin rohani di retreat itu meminta kami menulis sekali lagi kepada orang-orang yang sama, hanya kali ini menempatkan diri sebagai orang ketiga. Anehmya, pada kali kedua itu saya merasa sangat memahami orang-orang yang saya "benci" itu dan dengan mudah memaafkan dan melupakan perbuatan-perbuatan buruk mereka.
Menulis dapat pula membantu kita mengatasi trauma. Jika seseorang yang mengalami pengalaman yang meninggalkan trauma berat menemui seorang terapis, maka sebenarnya yang dilakukan sang terapis—pada umumnya—adalah memintanya menceritakan (mengalami kembali) pengalaman traumatik tersebut. Nah, jika dia tidak mendapatkan bantuan seorang terapis, maka menuliskan pengalaman mereka secara rinci dan fakta-faktanya dapat melepaskan emosi negatif yang tersarang dalam pikiran.
Barangkali Anda memiliki pengalaman-pengalaman yang memalukan dan bersifat pribadi? Alih-alih bercerita kepada orang lain—sedekat apa pun hubungan Anda dengan orang itu—Anda dapat menuliskannya. Jika khawatir akan terbaca orang lain, Anda dapat menghancurkan tulisan Anda, dan Anda akan merasa lebih nyaman, kadang-kadang bisa juga merasa konyol sekaligus lucu, jadi kemungkinan besar Anda dapat tertawa.
Tentu saja menulis sangat membantu kita mendapatkan dan mengingat informasi baru, dan memecahkan persoalan baik ilmiah ataupun non-ilmiah. Kita bisa saja memiliki banyak ide, membaca banyak buku, mengetahui banyak hal, namun semua ide dan informasi itu hanya merupakan ide-ide mentah yang terpencar-pencar. Memilih salah-satu ide dan menuliskannya dapat membantu kita menata dan menyambungkan informasi atau pengetahuan yang tadinya terpencar-pencar. Begitu juga ketika kita menghadapi suatu persoalan, akan lebih mudah mendapatkan solusi dengan menuliskan persoalan tersebut lalu mendaftarkan solusi-solusi yang mungkin juga menginventarisasi sumberdaya-sumberdaya yang kita miliki dan hambatan-hambatan yang kita hadapi.
Berikutnya menulis dapat membantu kita lebih mengenal diri sendiri. Tidak jarang ketika membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah kita buat beberapa waktu yang lalu, kita terheran-heran. Kita merasa takjub dengan jalan pikiran kita dan pandangan-pandangan kita terhadap diri, orang lain dan kehiupan ini. Jika Anda merasa marah, kecewa dengan masa lalu dan takut menghadapi masa depan, maka bacalah kembali apa yang pernah Anda tulis di waktu lampau dan apa yang pernah atau masih Anda harapkan akan terjadi di masa yang akan datang.
Seorang teman saya yang lain bercerita pada saya, bahwa dia ingin menulis paling tidak sebuah buku sebagai legacy untuk anak-cucunya. Berarti teman ini ingin menulis untuk dibaca orang lain. Dan saya kira ini merupakan harapan setiap penulis, amatir ataupun profesional—ingin dibaca. Apakah lebih sulit menulis untuk dibaca orang lain daripada menulis untuk diri sendiri? Tampaknya tidak. Dengar saja apa yang dikatakan Stephen King, "Menulislah dengan alasan apa pun asal bukan untuk meremehkan." Saya akan sangat beruntung seandainya saja orangtua saya pernah menuliskan pengalaman mereka di kala saya lahir dan hari-hari di awal kehidupan saya. Tulisan itu pasti akan menjadi sesuatu yang berharga bagi saya. Sayangnya tidak.
Selanjutnya saya akan membahas tentang menulis untuk mendapatkan uang. Apa syarat-syarat kesuksesannya? Jika Anda mempertimbangkan, bahwa di dunia ini ada penulis yang menjadi kaya-raya dan ada pula yang kapok karena tulisannya tidak menarik perhatian sama-sekali, maka Anda pahamlah syarat-syarat kesuksesan menulis yang laku dijual sama-saja dengan syarat-syarat sukses di bidang ekonomi lain. Mendaratlah pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat. Persoalannya bagaimana menentukan tempat dan waktu yang tepat itu. Topik pembahasan apa yang laku dijual dan yang mana tidak? Jawabannya sama saja kalau Anda mempertimbangkan pedagang bakso, sate ayam, dan soto. Bakso Afung dimulai dari sebuah tenda di bekas puing-puing kebakaran Jalan Tanjungpura Kota Pontianak. Hari ini Anda akan menemui bakso Afung di pusat-pusat perbelanjaan bergensi, bandara dan jalan-jalan protokol. Bakso mamang-mamang yang tidak kalah enaknya, tetap saja dijajakan dengan gerobak yang dilamur usia. Tapi apakah jual soto lebih laris dibandingkan sate ayam? Tergantung yang menjualnya. Seorang penulis yang cukup produktif bisa merangkai puluhan tulisan yang diunduh dari Internet menjadi buku yang tergolong best seller. Penulis lain melakukan riset, digabung pengalaman mengajar di perguruan tinggi menulis buku yang benar-benar bermutu, otentik dan orisinil tetapi tidak best seller.
Bagaimana caranya menulis? Mudah saja! Asal jangan tanyakan pada saya langkah-langkahnya seperti pelajaran menulis di bangku SMU, mulai dari sebuah tema, kemudian pecah dari tema tersebut beberapa sub-pembahasan, buat kerangka dan pokok dari pada setiap alinia dan seterusnya…(benar begitukah? Maaf, saya sudah lupa nih). Nah, ribet amat kan? Saya tidak pernah melakukan langkah-langkah seperti itu. Apa yang saya lakukan adalah menggunakan teknik future pacing dari NLP. Saya melihat, mendengar dan merasakan "saat ini" segala hal yang saya inginkan untuk terjadi pada saat buku yang "perlu" saya tulis tersebut telah selesai. Jadi saya merancang semuanya, termasuk penampakan sampulnya (walaupun yang akan mengerjakannya adalah graphic designer, namun saya memintanya sesuai dengan bayangan yang ada dalam kepala saya. Hal ini sering memudahkan pekerjaan sanggrapic designer, paling tidak dia tak perlu membaca naskah buku saya terlebih dahulu untuk mendapatkan ide desainnya). Setelah saya mendapatkan imaji berupa visual, suara dan perasaan akan keseluruhan buku tersebut, barulah saya membuat kerangkanya. Untuk setiap bagian dari buku itu pun saya melakukan future pacingtersendiri. Jadi buku yang saya tulis selesai dalam mental saya sebelum saya mengetikkannya di komputer. Kadang-kadang saya juga mencoret-coret di atas kertas gambar bila saya merasa terhambat. Kesulitan akan timbul bila urgensi lain muncul dan menghabiskan banyak waktu, saya terpaksa mengulangi seluruh proses penciptaan mental ini…dan menulis buku yang sama-sekali berbeda dengan yang ditinggalkan sebelumnya.
Saya tidak tahu pengalaman mana lagi yang dapat saya bagikan di sini. Jika Anda punya pertanyaan, silakan kirim email atau menuliskan di kolom komentar. Pertanyaan Anda bisa saja menyegarkan ingatan saya. Saran terklasik yang dapat saya berikan adalah, bahwa penulis harus keranjingan membaca. Dan menulis harus dijadikan kebiasaan sehari-hari. Tulis apa saja kalau Anda tidak tahu mau menulis apa, misalnya tentang apa yang Anda lihat di sepanjang perjalanan menuju tempat beraktivitas. Menggunakan sarana transportasi umum bisa saja menjadi sumber inspirasi. Mendengar perbincangan anak-anak yang masih polos selain mengasikkan bisa pula dijadikan topik penulisan kita. Pendek kata, inspirasi bisa diperoleh di mana saja, kapan saja, asal Anda membuka mata, telinga dan pintu persepsi Anda lebar-lebar. Jadi, tunggu apa lagi? Hayo menulis!
di tulis oleh Erni Julia Kok
Post a Comment