Oleh: Bukik Setiawan
Mas, kamu kerja jadi fasilitator ya? | Iya | Ooo yang nyiapkan peralatan & ruangan workshop kan ya? | o o”
Saya beberapa kali menghadapi pertanyaan serupa ilustrasi diatas. Pertanyaan yang mempersepsikan fasilitator sebagai orang yang menyiapkan fasilitas sebuah workshop atau kegiatan. Anggapannya, fasilitator itu berasal dari kata dasar fasilitas yang mendapat akhiran -or. “Capek deh…..”.
Fasilitator memang belum popular dibandingkan saudara-saudaranya seperti motivator, inspirator, atau trainer. Bahkan dikenalpun, fasilitator lebih dikenal di dunia organisasi sosial atau NGO. Dunia bisnis malah tidak mengenal peran fasilitator.
Apa sih fasilitator itu?
Kalau mengacu pada Wikipedia, ini pengertiannya:
A facilitator is someone who helps a group of people understand their common objectives and assists them to plan to achieve them without taking a particular position in the discussion.
Sementara yang saya pelajari dari vibrant facilitation training dari Inspirit, fasilitator adalah pemudah cara. Iya, orang yang memudahkan sekelompok orang mengenali kekuatan dan menggunakannya untuk mencapai sasaran yang mereka impikan.
Mengapa fasilitator dibutuhkan?
Banyak pertemuan berlangsung secara tidak sehat. Hanya segelintir orang yang berbicara. Tujuan pertemuan tidak jelas. Terjebak pada perdebatan yang tidak selesai. Fokus pembicaraan yang melompat-lompat. Proses yang membosankan. Gagal melahirkan keputusan yang inovatif. Pernah merasakannya?
Tugas fasilitator adalah memperjelas tujuan pertemuan, merancang proses yang partisipatif, menyenangkan dan menarik, mengelola proses percakapan selama pertemuan dan mendorong kelompok untuk berani masuk dalam area kreatif.
Setiap orang punya mimpi
Seorang manajer mengeluh mengenai kinerja kelompok kerjanya yang tidak bersemangat. Manajer tersebut kemudian berkonsultasi pada seorang fasilitator mengenai rencananya memanfaatkan pertemuan tahunan untuk melejitkan semangat kelompok kerjanya. Fasilitator mulailah bekerja. Fasilitator berdiskusi dengan manajer untuk memperjelas tujuan pertemuan dan hasil yang diharapkan.
Setelah itu, fasilitator akan merancang proses pertemuan yang terfokus pada tujuan pertemuan. Saat pelaksanaan, fasilitator menjalankan rancangan proses ini dan mengelola percakapan selama pertemuan. Bila diperlukan, fasilitator akan melakukan penyesuaian rancangan proses agar sesuai dengan kebutuhan peserta. Selama proses, fasilitator memotivasi peserta untuk berani keluar dari area nyaman dan masuk ke area kreatifnya.
Hasilnya? Proses pertemuan jadi pastisipatif, menyenangkan dan menarik. Hasil pertemuan jadi inovatif. Oleh karena itu, fasilitator bertanggung jawab melejitkan kreativitas kolektif.
Apa bedanya dengan trainer?
Trainer itu perannya mengajarkan sebuah pengetahuan/metode/teknik pada sekelompok orang.
Fasilitator tidak mengajar Peserta belajar dari peserta yang lain bukan dari fasilitator. Kewenangan fasilitator hanya pada proses pertemuan, tidak boleh mempengaruhi isi percakapan dalam sebuah pertemuan. Isi percakapan merupakan kewenangan dari peserta pertemuan.
Suasana presentasi gerilya
Trainer biasanya bertanggung jawab pada pembelajaran individual yang menghasilkan rencana aksi personal. Seorang peserta yang tidak mampu menjadi mampu melakukan penjualan dan menyusun rencana aksi sebagai seorang agen penjualan.
Fasilitator bertanggung jawab pada pembelajaran kolektif, lingkupnya bisa kelompok, unit kerja atau keseluruhan organisasi. Orang-orang diajak berbagi & merefleksikan pengalaman terbaik, menemukan inovasi dan membuat keputusan bersama. Fasilitator bertanggung jawab atas pembelajaran organisasi (organization learning).
Bila merasa adanya kebutuhan belajar individual pada anggota kelompok kerja, anda berarti butuh seorang trainer. Bila merasa adanya kebutuhan belajar bersama, anda berarti butuh fasilitator.
Mengapa organisasi membutuhkan seorang fasilitator?
Sayangnya, banyak pemimpin organisasi merasa tidak membutuhkan fasilitator. Mereka merasa bisa mengelola pertemuan. Mungkin dalam hatinya berkata, “Toh semuanya bawahan yang harus mengikuti perintah saya”. Sayangnya, anggota organisasi bukanlah robot yang mengikuti apa saja perintah atasan, tapi manusia yang mempunyai emosi dan aspirasi.
Kemungkinan yang akan terjadi, menjadi pertemuan yang membosankan, pertemuan menghasilkan keputusan biasa-biasa saja atau pertemuan menjadi ajang “perang terbuka”. Potensi pertemuan yang luar biasa menjadi tidak optimal dan bahkan seringkali tidak produktif.
Dengan kemampuan sebagai fasilitator, pertemuan menjadi proses pembelajaran yang menarik. Perencanaan adalah pembelajaran kolektif. Pengambilan keputusan adalah pembelajaran kolektif. Evaluasi adalah pembelajaran kolektif.
Apa yang menarik dari peran seorang fasilitator? Silahkan tulis pendapat anda di kolom komentar
Post a Comment