oleh Made Teddy Artiana, S. Kom
Siapapun tahu bahwa dalam hal teknologi dan industri, dunia barat lah pionernya. Mereka yang pertama. Akan tetapi, tidak berarti bangsa-bangsa yang kebetulan bertengger dalam peringkat : ketiga, ketujuh, kedelapan tidak mampu mengejar ketertinggalan mereka. Seperti kata pepatah : mereka yang bersungguh-sungguh, pasti berhasil.
Kita ambil Jepang sebagai contoh. Bangsa Jepang juga dikenal sebagai bangsa peniru. Bahkan konon, kesungguhan bangsa ini tampak, pada pencurian ilmu yang mereka lakukan, –sekali lagi- konon sampai sedemikian, sehingga para relawan rela menyimpan buku-buku didalam perut mereka sendiri !! Ilmu itu kemudian mereka pelajari, dan terapkan. Maka terciptalah
Contoh yang kedua, adik tiri kita yang kualat :
Kini contoh yang ketiga, yang paling dahsyat dari semuanya :
Lalu tersebutlah sebuah buku: Poorly Made in China, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi : Abal-Abal Produk Cina. Buku yang sangat provokatif mencaci-maki, kadang lewat berbagai lelucon produk China. Paul Midler, Sang Penulis, mengaku sebagai ‘orang dalam’ yang mengetahui seluk beluk produk China. Entah apa yang melatarbelakangi penulisan buku yang dipastikan membuat geram pemerintah China ini. Paul Midler sendiri dalam berbagai interview, mengungkapkan keinginannya untuk ‘memberitahu’ para pembeli dunia, khususnya rakyat Amerika, ‘kebenaran’ yang diketahuinya.
Sebagian pengamat menyambut baik apa yang dilakukan Midler, sebagian lagi memandang bahwa semua ini ada hubungannya dengan upaya Negeri Paman Sam, memperbaiki perekonomian mereka.
Apapun itu. Entah abal-abal atau asli, ada satu hal penting yang harus dipelajari Indonesia dari Bangsa China. Tentunya bukan cara memalsu atau trik penurunan kualitas yang disebut Paul Midler sebagai ‘quality fade’. Tetapi, sesuatu dibalik itu semua. Sesuatu yang tentu memainkan peran luar biasa dibalik layar. Kesuksesan serbuan produk China, tentu tidak dapat dipisahkan dari kesungguhan peran pemerintahan China yang membina dan memfasilitasi UKM dan seluruh pengusaha di sana. Mereka, pemerintah China, tidak menfokuskan diri pada gedung bertingkat dan pusat belanja. Namun ‘sungguh-sungguh’ pada peningkatan ekonomi rakyat. Dengan kata lain : berkembangnya produk rumahan sebuah UKM jauh lebih penting daripada segala indikator perekonomian –yang kadang menyesatkan- yang dibanggakan itu, padahal dalam kenyataan : rakyat berada dalam kondisi lapar, kebanjiran dan kemiskinan.
Semoga para pemimpin bangsa ini mulai ‘bersungguh-sungguh’ dan bukan sekedar bermain kata, tebar pesona, sebar citra, dengan berfoto ria –narsis ala ABG- supaya ‘dianggap’ sungguh-sungguh kerja, padahal abal-abal ! (*)
--
What a wonderfull world ! What an exciting journey !!
Post a Comment