“Pengetahuan itu lebih baik dari kekayaan. Anda harus menjaga kekayaan. Pengetahuan akan menjaga Anda”.
- Ali Ibn Abi Thalib –
Alkisah, suatu hari di sebuah lembaga pelelangan dunia dilakukan lelang otak manusia. Yang hadir mengikuti proses lelang adalah utusan dari beberapa negara di dunia, termasuk peserta dari Indonesia. Setelah semua peserta hadir, maka proses pelelangan otak dimulai. Hasil dari pelelangan itu ternyata otak orang Indonesia mendapatkan penawaran harga paling tinggi dibandingkan dengan otak dari beberapa orang negara maju lainnya. Tentu saja hal ini mengundang keheranan para peserta lelang dari beberapa negara lainnya.
Mengapa otak orang Indonesia mendapatkan penawaran harga paling tinggi? Ternyata setelah diselidiki alasannya adalah karena otak orang Indonesia dianggap masih paling mulus dibandingkan otak dari bangsa lain. Mengapa bisa demikian? Karena otak orang Indonesia dianggap jarang digunakan untuk berpikir, sedangkan otak orang negara maju sudah terlalu sering digunakan untuk berpikir.
Cerita di atas hanyalah sebuah anekdot atau kisah lelucon belaka. Tetapi hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita, karena memang realitasnya banyak di antara kita yang malas mendayagunakan kemampuan otaknya. Banyak di antara kita yang malas belajar mengasah kecerdasan akal pikirannya setelah selesai sekolah dibandingkan dengan mereka dari negara maju.
Contoh nyata adalah, ketika beberapa tahun lalu saya melakukan perjalanan ke Jepang bersama delegasi perwakilan pengusaha Indonesia mengikuti program undangan dari Asean Center di Tokyo misalnya, ketika naik kereta ataupun naik bus maka dengan mudah kita menemukan orang-orang yang asyik membaca buku di dalam kereta atau di dalam bus. Tetapi bandingkan dengan ketika kita naik kereta di Jakarta atau naik bus misalnya, yang kita temukan adalah orang-orang lebih suka mengobrol, menonton televisi, tertidur atau ngerumpi.
Kebanyakan orang menganggap bahwa tugas belajar menuntut ilmu sudah selesai setelah menyelesaikan pendidikan formal di sekolah atau universitas. Kemudian mereka sibuk dengan berbagai aktivitas pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, mengabaikan aktivitas belajar meningkatkan kualitas dirinya. Mereka menganggap tidak perlu lagi belajar, membaca buku, mengikuti seminar atau training untuk mengembangkan kualitas kecerdasan emosional dan spiritualnya. Pandangan yang demikian tentu saja tidaklah benar dan hanya akan menciptakan penjara bagi kemampuan berpikir, membuat kungkungan terhadap pengembangan nilai diri. Seperti halnya dahan pohon yang tidak pernah diberikan makanan cukup, maka lama kelamaan dahannya mengering dan tidak akan menghasilkan buah yang ranum dan siap dipetik.
Seorang futuris terkenal Alvin Toffler, yang mengatakan bahwa "buta huruf di abad 21 bukanlah karena orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi dikarenakan mereka yang tidak bisa belajar, tidak belajar, dan tidak mempelajari kembali." Maknanya, hidup kita sesungguhnya merupakan proses pembelajaran seumur hidup. Kapanpun, dimanapun dan dalam situasi apapun, setiap pribadi dituntut untuk terus melakukan pembelajaran, kalau tidak ingin semakin tertinggal. Dengan demikian belajar baik itu ilmu pengetahuan maupun ketrampilan memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan kehidupan manusia.
Kehidupan sudah membuktikan bahwa orang-orang sukses dan meraih kemuliaan hidup adalah mereka yang senantiasa menyediakan diri untuk mendengar dan belajar mengasah ketajaman hati dan pikirannya disetiap kesempatan hidupnya. Mereka adalah pribadi pembelajar yang tiada henti belajar dan berlatih mengembangkan kualitas dirinya. Karena dengan belajar, akan membuka cakrawala pemikiran manusia menjangkau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kebiasaan ini dapat membentuk karakter manusia yang terus berkembang. Pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak menjadikan manusia dapat memberikan kontribusi kebaikan yang lebih baik bagi dirinya dan bagi lingkungan sekelilingnya.
Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan Anda ? Kapan dan dimanakah terakhir kali Anda meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan, kecerdasan emosi dan spiritual Anda ? Apakah Anda menjadikan pembelajaran seumur hidup sebagai sebuah “personal mantra” untuk meningkatkan kualitas hidup lebih bermakna ? Bacalah dan temukan inspirasinya dalam buku ke-4 saya, “Life Balance Ways”, yang diterbitkan Elex Media Komputindo dan beredar di toko-toko GRAMEDIA seluruh Indonesia mulai 13 oktober 2010 ini.
“Keseimbangan adalah jalan menuju kesuksesan dan kebahagiaan hidup manusia. Bahkan tanpa keseimbangan alam semestapun niscaya akan binasa. Buku Life Balance Ways karya Eko Jalu Santoso ini menuntun pembaca untuk berada dalam jalan keseimbangan.”
Ary Ginanjar Agustian, Penulis Buku Best Seller ESQ dan ESQ Power
Post a Comment