P |
ada saat ini, kita telah hidup di era teknologi dan informasi. Era teknologi dan informasi adalah era yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Bahkan kalau dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang ada saat ini, kita malah telah memasuki era yang lebih baru lagi - yang kalau boleh kita sebut yaitu era keagungan. Banyaknya muncul buku yang membahas tentang EQ, SQ yang ditinjau dari berbagai fungsi dalam suatu organisasi/perusahaan menandai era keagungan. Penggalian potensi dan hakekat manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna dari ciptaanNya semakin dilihat dan digali. Kesalahan-kesalahan perlakukan terhadap karyawan sebagai manusia yang selama ini terjadi, semakin terkuak. Bapak Motivasi-Abraham Maslow sendiri sebelum meninggalnya menyadari bahwa piramida kebutuhan yang dikembangkannya akan lebih baik jika dibalik. Jadi, bukannya melihat manusia sebagai pertama kali, makhluk biologis, melainkan makhluk ruhani (Spiritual Capital, Danah Zohar & Ian Marshall, 2005).
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dari ciptaanNya tidak hanya memiliki fisik/tubuh (bersifat tangible), tetapi juga memiliki hati, jiwa dan pikiran (bersifat intangible). Pada era industri, karyawan dipandang dan dikelola hanya sebagai asset (tangible). Sebagai salah satu asset, ia hanya dikelola layaknya asset-asset yang lain. Ia hanya dinilai dari konsumsi dan produktivitasnya. Di era teknologi informasi dan era keagungan-tidak efektif lagi jika karyawan dikelola dengan cara-cara yang sama dengan di era industri. Hal-hal yang bersifat intangible dari karyawan harus mendapat perhatian yang lebih besar. Kegagalan dalam pengelolaan karyawan untuk menyentuh hal-hal yang bersifat intangible dapat mengakibatkan “pengkebirian atau pengekangan potensi besar manusia”.
Di era sekarang, jika perusahaan ingin unggul maka dibutuhkan kecepatan, inisiatif, kreativitas, integritas dan tanggung jawab yang tinggi dari setiap komponen yang ada di dalamnya. Karyawan perlu dikembangkan tidak hanya menjadi baik (good) tetapi menjadi hebat (great). Setiap orang yang ada di dalam perusahaan sudah seharusnya memiliki tanggung jawab yang besar atas pekerjaan dan hasilnya. Pusat kontrol harus sudah diserahkan kepada setiap individu karyawan, bukannya lagi pada para atasan seperti halnya yang terjadi di era industri. Karyawan mampu melihat bahwa pekerjaan adalah anugerah bagi dirinya – bukan beban, bukan bersifat transaksional semata antara si pekerja dengan pemberi kerja. Bekerja dengan tulus dan ikhlas karena ia sendiri telah menemukan God Spot dengan penciptanya. Kualitas akan hal ini akan berdampak pada motivasi kerja karyawan yang tinggi. Para atasan tidak perlu lagi repot-repot memberikan motivasi kepada para bawahannya.
Penemuan makna dan nilai-nilai dari kemanusiaan karyawan perlu terus digali. Visi individu karyawan perlu diketahui dengan baik. Tanpa kejelasan terhadap visi individu karyawan apalagi jika dilakukan pemaksaan terhadap pencapaian visi organisasi/perusahaan kepada karyawan hanya membuat karyawan semakin prustrasi. Karyawan akan kehilangan cita-cita luhurnya dan akan menjadikannya kembali seperti robot dan bersikap reaktif. Pada akhirnya, perusahaan akan kehilangan potensi terbesar dari setiap individu karyawan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mulai menggali potensi terbesar manusia agar mampu menjadi great employee:
Refleksi Diri
Setiap kita, perlu melakukan refleksi diri untuk melihat ke dalam dan mencari tahu siapakah diri kita sendiri sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai yang terpenting dalam hidup, menjalani nilai-nilai tersebut sebagai dasar untuk berpikir, bertindak dan berperilaku untuk mencapai visi pribadi dan organiasasi/perusahaan. Hanya dengan demikianlah hakekat kemanusiaan akan terbebaskan, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual serta kualitas kerja yang tinggi dapat tercapai.
Bertindak Sesuai Suara Hati
Suara hati pada dasarnya adalah positif dan benar, tetapi ia sering kali terabaikan dan lama kelamaan tumpul. Hiruk pikuk dunia yang penuh dengan persaingan, perhitungan untung-rugi, saling curiga dan menyalahkan membuat suara hati semakin dalam terkubur dan akhirnya tidak mampu terekspresikan menjadi suatu tindakan kecil yang penuh arti bagi dirinya, orang lain dan lingkungan.
Meningkatkan Kepedulian
Dunia ini diciptakan bukan untuk satu generasi, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Begitu juga perusahaan yang didirikan pada dasarnya untuk jangka waktu yang panjang. Kepedulian tentang kehidupan generasi yang akan datang tentu tidak merusak situasi yang ada saat ini kalau pun tidak memperbaikinya. Ciptakanlah iklim untuk peduli dengan orang lain, bawahan dan lingkungan yang baik.
Menjadikan Perbedaan sebagai Kekuatan
Perbedaan pendapat, agama, ras, skill haruslah dipandang sebagai suatu kekuatan yang perlu terus dikembangkan, bukannya dihindari. Penyeragaman pola pikir dan penghindaran konflik yang sering terjadi di dalam organisasi/perusahaan menyebabkan hilangnya kreativitas, penemuan ide dan cara-cara baru. Masih ingatkah kita ketika kecil dahulu untuk masuk ke dalam kelas pun harus berbaris (teratur), belajar menulis harus dengan tiga garis sebagai ukuran, menggambar pemandangan dengan dua gunung? Semua pola dan cara-cara seperti ini membuat kreativitas manusia “terbunuh”.
Herdianto Purba, SE, MM
Post a Comment