Salam bahagia,
Saya menulis
Saya belajar bahwa anak butuh lebih dari materi, ia juga butuh cerita apa yang dikerjakan orang tuanya untuk menjawab pertanyaan teman dan gurunya, apa pekerjaan ayahmu, ibumu kerja dimana. Anak butuh lebih dari mainan, ia juga butuh dongeng yang memanjakan imajinasinya. Anak butuh lebih dari pertolongan, ia juga butuh stimulasi dan kepercayaan penuh bahwa ia bisa menyelesaikan kesulitannya sendiri.
Apa yang saya alami bukan hal mudah, saya berjuang sebagaimana orang tua lain di seluruh
Saya tidak bisa membayangkan betapa beratnya orang tua yang pendapatannya terbatas. Bagaimana dengan orang tua yang tinggal bukan di
Orang tua yang tinggal di
Pada sisi lain, media
Banyak orang tua termasuk saya yang khawatir mengenai masa depan anak-anak
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menyiratkan persoalan besar bangsa ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu tidak akan menemukan jawabannya dalam beberapa hari atau bulan ke depan. Tugas kitalah sebagai warga negara, sebagai orang tua dari anak-anak kita, untuk memberikan sepotong jawaban. Sepotong jawabah ibarat nada yang bila terangkai akan menjadi sebuah nyanyian kebangsaan yang indah.
Seringkali persoalan besar dan rumit, tapi bisa jadi jawabannya simpel. Sebuah bangsa akan menghargai keragaman bila anak-anaknya tumbuh dan besar dalam relasi yang menghargai perbedaan. Sebuah bangsa akan menghargai keragaman bila anak-anaknya belajar dan bersekolah dalam suasana yang mendukung setiap potensi unik. Bagaimana caranya?
Caranya mudah, bercerita. Bercerita lebih luas dari pada mendongeng, sehingga mempunyai beragam peran dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Bercerita itu meliputi juga ketika orang tua menceritakan apa yang membanggakannya dalam bekerja, ketika guru menyampaikan materi pelajaran melalui pengalaman-pengalaman yang dekat dengan keseharian anak, bahkan ketika anak menceritakan aktivitasnya hari ini pada orang tua.
Saya bercerita mengenai pekerjaan saya pada Damai, agar ia memahami bahwa dunia tidak sebatas bermain dan belajar. Sebagaimana saya menyimak Damai yang tengah bercerita mengenai aktivitas hari ini, agar saya memahami cara berpikir, potensi dan aspirasinya. Begitu juga dengan guru yang bercerita pengalamannya, saya yakin murid-murid akan lebih menghargainya sebagai manusia biasa yang patut dicontoh.
Lebih jauh lagi, bayangkan dampaknya bila anak mendengar cerita anak dari daerah lain yang berbeda. Bayangkan dampaknya bila orang dewasa bercerita mengenai tindakan yang membanggakan dengan rekan-rekan kerjanya. Bayangkan dampaknya bila guru saling bercerita mengenai pengalaman terbaiknya dalam mengajar. Bayangkan dampaknya bila komunitas dan lintas komunitas berbagi cerita keunikannya. Setiap kali bercerita dilakukan ditengah perbedaan, setiap kali pula jarum tenun kebanggsaan bekerja.
Hampir setiap orang bisa dan suka bercerita. Sayangnya, banyak persepsi dan kebiasaan yang meminggirkan aktivitas bercerita. Bercerita hanya menjadi aktivitas sambilan baik di keluarga, sekolah, tempat kerja maupun dalam kehidupan berbangsa. Bercerita tidak mendapat tempat utama, bercerita lebih banyak dilakukan di sudut ruangan dengan berbisik-bisik. Tidak heran bila sekarang hanya 40% orang tua yang bercerita pada anaknya (Kompas).
Mengingat pentingnya bercerita sebagai jarum tenun kebangsaan, kami terpanggil untuk menghidupkan kembali tradisi bercerita ke seluruh nusantara melalui gerakan Indonesia Bercerita. Melalui surat ini, kami mengundang orang Indonesia yang peduli untuk terlibat dalam menyebarkan semangat bercerita melalui inisiatif yang kami sebut sebagai Takita.
Saya sebagai orang tua Damai mempunyai harapan besar, Takita menjadi inisiatif yang berkontribusi membentuk suasana kebanggsaan dimana Damai dan anak-anak lainnya akan berkembang. Saya sebagai Ketua Indonesia Bercerita berharap Takita bisa menginspirasi orang tua dan guru untuk bercerita pada anak dan muridnya.
Takita, suatu simbol tentang pentingnya kebiasaan bercerita pada keluarga Indonesia. Takita mewakili suara hati anak-anak Indonesia yang butuh kehangatan, kasih sayang dan dukungan keluarganya. Takita mewakili jiwa anak-anak yang cerita, senang bercerita dan menjelajah ke berbagai tempat untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Takita mempunyai mimpi, kerumah manapun di Indonesia, Takita bisa mendengar sebuah keluarga tengah hangat bercerita.
Bila peduli, mulailah melakukan praktek bercerita saat ini juga. Pada seorang atasan, Takita menyerukan untuk bertanya pada bawahannya, kapan mereka bekerja dengan rasa senang dan bangga. Pada orang tua, Takita mengundang untuk bertanya pada anaknya, apa yang menyenangkan pada hari ini. Pada guru, Takita mengajak untuk bertanya pada muridnya, kapan mereka merasakan semangat belajar. Pada komunitas, Takita memberikan tantangan untuk mengubah pertemuan menjadi tempat untuk bercerita.
Selain dengan bercerita, Takita mengundang kita semua untuk menjadi barisan dari gerakan semangat bercerita. Barisan yang mengajak teman, saudara, dan kenalan untuk bercerita. Ajakan bisa dalam kehidupan sehari-hari namun kami mengundang anda untuk menuliskan ajakan tersebut pada media daring (online) seperti
Gerakan Takita memang berawal dari gerakan di ranah daring (online) dengan menyediakan podcast cerita anak gratis dan pengetahuan bercerita untuk mendidik anak. Tapi tidak akan sebatas ranah daring, gerakan Takita akan terus bergerak ke ranah luring (offline) berupa Rumah Takita, sebuah rumah bagi anak-anak kampung untuk belajar, bermain dan bercerita. Sebuah rumah yang sekaligus menjadi pusat pengembangan modul bercerita & peningkatan kapasitas guru pencerita. Modul-modul bercerita tersebut dapat digunakan secara gratis oleh rumah singgah, rumah baca, atau taman baca di seluruh
Pada akhirnya, mari bercerita dengan cerita luar biasa layaknya seorang penenun dengan jarumnya menganyam tenun kebangsaan kita. Tenun kebangsaan yang kokoh dan nyaman untuk tempat bernaung bagi anak-anak kita.
Bukik Setiawan
Post a Comment