“Berhati-hatilah dengan api” adalah nasihat baik yang kita ketahui,
“Berhati-hatilah dengan kata-kata” adalah nasihat yang sepuluh kali lebih baik. (William Carleton)
KEBEBASAN BERBICARA ITU BAIK ADANYA—
TIDAKLAH DEMIKIAN DENGAN BAHASA YANG MENYERANG
Sebelum membahas bagaimana bahasa dapat bersifat menyerang, saya ingin mengomentari sesuatu yang saya dengar berkali-kali: “Ini negara bebas, Bung. Saya boleh mengatakan apa saja yang saya mau. Tidak pernahkah Anda m endengar tentang kebebasan berbicara?”
Amandemen pertama dari Undang-Undang kita merupakan salah satu dokumen terpenting yang pernah ditulis. Kebebasan untuk berekspresi adalah dasar yang utama dari masyarakat yang demokratis dan merupakan salah satu alasan utama mengapa kita menjadi negara yang hebat. Meskipun saya sangat mendukung kebebasan berbicara dan sangat tidak menyetujui penyensoran, saya juga mendukung perkataan baik, yang mempertimbangkan perasaan orang lain, dan terhadap apa yang biasa disebut kesopan-santunan secara umum.
“DIRTY THIRTY”
“Jenis bahasa seperti apa yang membuat Anda sedih atau kesal? Kata-kata apa saja yang tidak ingin Anda dengar dari pembicaraan orang lain?” Inilah dua pertanyaan yang saya ajukan kepada semua orang dari semua kelompok umur selama ratusan kali dalam beberapa tah un belakangan ini. Saya mengajukan pertanyaan itu di dalam kelas, dalam lokakarya, dalam pesawat terbang, dan dalam pembicaraan biasa. Saya hanya memberitahu mereka bahwa saya sedang mengadakan riset untuk sebuah buku tentang kekuatan kata-kata, dan mereka dengan senang hati bersedia memberikan kontribusi untuk kepentingan ini. Saya menjelaskan bahwa saya sedang menulis sebuah bab tentang kata-kata yang tidak ingin klita dengarkan, yang melukai atau menyerang kita, atau yang membuat kita sedih dan kesal.
Meskipun respons yang saya terima memang bukan hal yang mengejutkan, tapi dapat digunakan sebagai pengingat dalam dua cara. Pertama, kata-kata itu mengingatkan saya betapa banyak cara yang ada untuk meracuni suasana dengan kata-kata kita. Kedua, saya merasa malu dan bersalah saat melihat daftar itu, menyadari bahwa saya sering menggunakan beberapa metode itu. Daftar itu membantu saya melakukan usaha yang sadar untuk mengeliminasinya sebanyak mu ngkin. Saya berharap, hal serupa juga berlaku pada Anda.
Berikut ini 30 jenis kata yang tidak ingin didengar orang-orang. Saya menyebutnya “Dirty Thirty”.
1. Menyombong
2. Menyumpah dan kata-kata serapah
3. Gosip
4. Kata-kata yang mengandung kemarahan
5. Berdusta
6. Kata-kata yang bernuansa keji dan menyakitkan
7. Menghakimi orang lain
8. Bermain “kasihan deh saya”—permainan mengasihani diri sendiri
9. Membuat komentar yang tidak mendorong
10. Mempermalukan dan menghina orang
11. Terlalu mencari-cari kesalahan dan penuh kritik
12. Mengeluh, merengek, merajuk
13. < /span>Bahasa yang kasar dan tanpa pertimbangan
14. Memperolok
15. Manipulasi
16. Mencoba menarik perhatian orang lain dengan komentar yang palsu dan tidak tulus
17. Penghinaan etnis dan rasial
18. Komentar yang melecehkan secara gender
19. Penghinaan dalam hubungannya dengan usia
20. Bersifat negatif—selalu menunjuk apa yang salah
21. Ancaman
22. Berdebat
23. Memotong pembicaraan—tidak membiarkan orang lain menyelesaikan kalimatnya
24. Bersikap “bersaing”—tidak mau kalah dengan cerita orang lain
25. Sok tahu
26. Pura-pura memuji
27. Berteriak
28. Merendahkan diri saat berbicara dengan orang lain—bersikap merendahkan diri sendiri
29. Melebih-lebihkan
30. Menyalahkan dan menuduh orang lain
“FLAGRANT FOUR”
Selama bertahun-tahun, saya menanyai para murid saya dan orang-orang yang menghadiri lokakarya saya tentang yang mana dari Dirty Thirty itu yang paling sering mereka dengar , yang tampaknya paling mengotori kebudayaan kita. Mereka secara konsisten memilih empat yang mencolok (Flagrant Four):
1. Menyumpah dan kata-kata serapah
2. Mengeluh, merengek, merajuk
3. Kata-kata yang bernuansa keji dan menyakitkan
4. Bahasa yang kasar dan tanpa pertimbangan
Saya ingin memberikan komentar singkat tentang tiga pilihan yang pertama dan membahas pilihan keempat dalam Bab 9, “Perkataan yang Ramah Menunjukkan Rasa Hormat dan Terima Kasih”
Sumber: Positive Words, Powerful Results; Oliver Wendell Holmes
-----------------------------------------------
C&G Training Network
Post a Comment