Seseorang menceritakan gosip mengenai rekan kerja dan pimpinannya. Dalam beberapa hari saja, dengan cepat seluruh
orang di perusahaan tersebut mengetahui ceritanya. Tentu saja rekan kerja dan pimpinan yang namanya tersebut dalam
rangkaian cerita merasakan kecewa dan sakit hati.
Beberapa hari kemudian, karyawan yg menyebarluaskan gossip tersebut menyadari bahwa ternyata cerita itu hanya
Isapan jempol semata alias gosip dan cerita itu tak benar.
Dia sangat menyesal, lalu datang kepada seorang sahabat yang bijaksana untuk mencari tahu apa yang harus dilakukannya
Untuk memperbaiki kesalahannya itu.
Sahabat yang bijak itu berkata, "Pergilah ke pasar atau supermarket dan belilah 1 buah kemoceng bulu ayam”, ”kemudian
dalam perjalanan pulang dari pasar ke rumah atau kantor, cabutilah bulu ayam di kemoceng & buanglah satu persatu
disepanjang jalan menuju pulang."
Meski kaget mendengar saran itu, si penyebar gosip tetap melakukan apa yg disuruh kepadanya.
Keesokan harinya karyawan tersebut melaporkan apa yg sudah dilakukannya.
Sahabat bijak itu berkata lagi, "Sekarang pergilah dan kumpulkan kembali semua bulu ayam yg kamu buang kemarin
Dan bawa kepadaku"
Karyawan itu pun menyusuri jalan yg sama, tapi angin telah melemparkan bulu-bulu itu ke segala arah.
Setelah mencari selama beberapa jam, ia kembali dengan tiga potong bulu saja.
"Lihat kan?" kata sahabat bijak itu, "sangat mudah melemparkannya, namun tak mungkin mengumpulkannya kembali,
begitu pula dgn gossip. Tak sulit menyebarluaskan gossip, namun sekali gossip terlempar, 7 ekor gajahpun
tak mampu menariknya kembali."
PESAN MORAL dan cerita singkat diatas
Jika dianalogikan dengan sesuatu bergosip dimpamakan seperti orang yang senang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Secara kasat mata, bergossip menggunakan lidah yang hanyalah bagian kecil dari organ tubuh manusia. Ia lentur, tidak bertulang. Namun, dibalik ‘kelembutannya’ itu, tersimpan kedahsyatan yang mampu menghantarkan seseorang ke pintu gerbang kebahagiaan, sekaligus bisa menjerumuskan si empunya ke dalam kehinaan hidup “Wahai lisan, ucapkanlah yang baik-baik, niscaya kamu akan beruntung! Diamlah dari mengucapkan yang buruk,buruk, niscaya kamu akan selamat sebelum menyesal!”
Ibarat laksana sebuah pedang yang terhunus, ia akan bermanfaat ketika si pemilik memanfaatkannya untuk sesuatu yang berguna. Begitu pula sebaliknya, ia justru akan berubah menjadi beban siapa saja, ketika ia tidak mampu memanfaatkannya dengan baik, atau menggunakan untuk ‘membabat’ siapa/apa saja, tak peduli dirinya sendiri. Tentu yang demikian ini, sangat membahayakan bagi keselamatan dirinya, ataupun orang lain di lingkungan kerja atau dimanapun. begitulah kira-kira analogi dari pada lisan.
Dan perlu diketahui, sejatinya lisan itu lebih berbahaya dari pedang, lebih beracun dari pada bisa, sebab, ia bisa membunuh tanpa harus melukai, bisa melumpuhkan, tanpa ada perlawanan (fisik). Kenapa?, karena lemparan peluru-peluru (baca: kata-kata) nya, langsung menghujam pada titik kelemahan manusia, hati.
Diantara wujud kesempurnaan yang hakiki sebagai seorang manusia adalah yang mampu menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, harkat dan martabat orang lain secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia. Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan kejelekannya. Karena hal ini dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain. Hindarilah jauh-jauh untuk melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak kehormatan orang lain siapapun dia. Karena tidak ada seorang pun yang terjaga dari kesalahan dan lepas dari segala kekurangan dan kelemahan.
Suatu fenomena yang lumrah terjadi baik di masyarakat, di lingkungan kerja, atau dimana pun hal ini cenderung disepelekan dan mudah sekali terjadi dalam keseharian kita, padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, karena dengan perbuatan ini akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya.
”Lidah memang suatu anggota yg kecil, tapi sangatlah besar pengaruhnya”. Bila kita salah menggunakan, maka hancurlah semua yg ada disekitar kita. Lidah yang lembut adalah pohon kehidupan, tapi lidah yg buruk akan melukai hati orang lain! kita harus berbicara yang baik dan benar atau lebih baik diam jika tak mampu.
Bergosip adalah penyakit lisan, yang bisa membahayakan nasib kita (si empunya lisan) dan orang lain. Senantiasa meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa atas bahaya lisan kita dan berfikir terlebih dahulu (akan manfaatnya atau dampak negatif yang diakibatnya) sebelum bertutur. Ketika kita menyadari akan kekeliruan ucapan kita, cepatlah sadari, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Jauhkanlah diri dari kebiasaan mengucapkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan sebainya tidak berbicara berlebihan atau melebih-lebihkan sesuatu.
Semoga bermanfaat dan bisa memberikan sedikit pencerahan. (by Mohamad ”Bear” Yunus)
Have a positive day!
Salam berbagi,
Mohamad Yunus, CHt, MNLP, CPHR
Post a Comment