On Behalf Of vmc_value@yahoo.co.id
Financial freedom adalah momen saat kita bisa duduk leyeh-leyeh di serambi rumah tiap sore, sementara income yang memadai terus datang mengalir. Financial freedom adalah saat kita tak perlu lagi bekerja sejak fajar hingga petang, namun penghasilan yang melimpah tetap datang dengan lancar.
Kondisi financial freedom mungkin menjadi sejenis aspirasi bagi sebagian besar orang. Sebab dalam kondisi ini, kita tak lagi bekerja penuh letih mengejar uang (sudah ngos-ngosan mengejar, eh pas sudah tertangkap dapatnya cuman sedikit. Capek deh).
Kondisi financial freedom bersifat sebaliknya. Uang-lah yang bekerja keras untuk kita; sementara kita-nya bebas jalan-jalan menikmati wisata kuliner atau tekun mengaji di Surau sepanjang hari.
Namun tentu saja tak mudah mencapai tahapan financial freedom. Hanya orang-orang dengan mindset positif dan keteguhan hati yang bisa menembusnya. Sebab ada
Berikut
Step 1 : Financial Deficit.
Ini adalah jalan terjauh dari puncak financial freedom. Dalam tahap ini, penghasilan seseorang bahkan tidak cukup untuk memenuhi biaya hidupnya. Gaji hanya 4 juta sebulan; pengeluaran hidup sudah tembus 6 juta. Atau gaji 10 juta, tapi pengeluaran sebulan 15 juta. Defisit deh.
Akibatnya orang tersebut berhutang, entah kepada famili, teman, kepada koperasi di kantor, atau ini dia : terjebak pada hutang kartu kredit (rentenir modern yang sangat brutal).
Kartu kredit bisa menciptakan ilusi kekayaan yang semu dan mematikan : gesek sini, gesek
Step 2 : Financial Sufficient.
Dalam tahapan ini, penghasilan seseorang pas banget dengan pengeluaran. Begitu gaji datang, sudah langsung terpotong tagihan ini itu, dan sisanya pas – kadang mempet – untuk biaya hidup sebulan ke depan.
Bagi orang-orang dalam tahapan ini, ide menabung adalah sebuah kemewahan. Apalagi yang bisa ditabung? Uang cap monopoli?
Maka bagi orang dalam tahapan ini, gagasan tentang punya tabungan minimal 3 milyar saat usia 55 tahun, dianggap sebagai sebuah “petuah yang tak rasional”. Atau “petuah yang menghina akal sehat”.
Bagi orang dalam tahapan ini, hidup yah biarkan saja mengalir apa adanya. Iya kalau mengalirnya ke atas. Kalau mengalirnya ke septic tank?
Step 3 : Financial Saving.
Dalam tahapan ini, orang mulai bisa menyisihkan penghasilan untuk ditabung atau di-investasikan.
Dalam ilmu perencanaan keuangan ada formula : 40% untuk biaya hidup; 30% untuk bayar tagihan kredit (kredit rumah, kredit sepeda motor, kredit mobil, dll); dan sisa 30% untuk ditabung atau di-investasikan.
Jadi kalau orang itu punya penghasilan 10 juta, ia harus bisa menabung 3 juta. Kalau penghasilan 15 juta, maka 5 juta harus bisa ditabung/di-investasikan.
Bagaimana caranya supaya disiplin investasi? Pakai fasilitas auto-debet. Setiap bulan secara otomatis, gaji/penghasilan kita di-debet untuk dialokasikan ke instrumen tabungan atau investasi yang kita pilih.
Investasi auto debet sebaiknya ke reksadana (ulasan detil mengenai tema ini akan kita bahas di kesempatan lainnya). Bukan ke asuransi unit-link (alasannya : potensi return investasi kita termakan terlalu besar untuk penjual asurasinya. Ibarat kita untung 100 juta, yang 30 juta diambil oleh penjual asurasinya. Giliran investasinya rugi, kita semua yang menanggung).
Step 4 : Financial Harvesting.
Dalam tahapan ini, orang sudah mulai bisa memanen hasil investasi rutin yang ia lakukan dalam tahapan sebelumnya.
Misal, ia punya reksadana senilai 200 juta, dan ternyata tahun ini ada return sebesar 20%, maka ia mendapatkan income tambahan sebesar 40 juta rupiah. Jika hasil ini di-investasikan kembali maka bisa menciptakan efek akumulatif yang signifikan.
Atau contoh lain : tabungan yang ia simpan telah dibelikan sebidang tanah di lokasi yang cukup strategis. Dalam waktu beberapa tahun, nilai jual tanah itu sudah naik sekitar 100%. Maka return sebesar 100% ini merupakan tambahan penghasilan yang ia dapatkan selain income tetap dari pekerjaan atau bisnisnya.
Step 5 : Financial FREEDOM.
Inilah tangga puncak dari kondisi finansial seseorang. Inilah saat seseorang telah memiliki investasi atau aset aktif yang mampu menghasilkan return yang memadai untuk membiayai kehidupannya sehari-hari (tanpa orang itu harus terus menerus bekerja lagi).
Contoh sederhana : orang tersebut memiliki deposito senilai 3 milyar. Maka ia bisa mendapatkan return tahunan sebesar 150 juta – mungkin cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari.
Atau misalnya orang itu punya aset kos-kosan di Jatinangor (dekat kampus Unpad) sebanyak 20 kamar. Dengan tarif 750 ribu per kamar, ia bisa mendapatkan penghasilan pasif (passive income) sebesar 15 juta per bulan – mungkin cukup untuk biaya hidupnya selama sebulan.
Atau mungkin orang itu punya lima ruko di berbagai lokasi (Semarang, Jakarta, Bekasi) sebanyak 5 buah. Disewakan rata-rata 50 juta per tahun, maka ia bisa mendapatkan passive income sebesar 250 juta setahun.
Deposito. Kamar kos-kosan. Ruko. Ini adalah contoh aset aktif yang membuat “uang bekerja untuk kita” – bukan kita yang termehek-mehek mengejar uang (sejak fajar menyingsing hingga petang menjelang).
Demikianlah
Saya tidak tahu dalam anak tangga yang keberapa Anda sekarang berada. Mungkin baru berada pada tahapan yang pertama (doa saya menyertai Anda) atau barangkali sudah nyaris ke tangga terakhir (rasa syukur saya atas keberhasilan Anda).
Post a Comment