Tulisan minggu lalu di
Dulu, tulisan saya yang berkisah tentang : Anak Supir Angkot yang Menjadi Direktur di kota New York juga mengundang banyak komentar positif dan rasa empati.
Kedua kisah itu barangkali disatukan oleh satu benang merah yang sama : tentang bagaimana pribadi-pribadi underdog melakukan perubahan garis hidup secara inspiratif. Tentang bagaimana kekuatan mindset positif dalam mendedahkan garis nasib kita di masa mendatang.
Mindset. Pada akhirnya mungkin ini elemen yang akan menjadi penentu keajaiban hidup. Secara lebih eksploratif, kita perlu menapak-tilasi tiga keping elemen yang bisa membuat kekuatan mindset menjadi lebih ampuh perannya dalam membentuk hidup yang mapan nan sejahtera.
Mindset # 1 : Abundance Mindset. Atau mindset keberlimpahan. Inilah sejenis mindset yang selalu dipenuhi dengan “mentalitas keberhasilan”, yang selalu gigih mencari jalan untuk menguak perbaikan nasib meski tantangan yang rumit menggayut di sepanjang jalan.
Mindset keberlimpahan adalah juga sejenis mentalitas yang selalu sarat dengan optimisme, harapan positif, dan keyakinan bahwa di ujung
Darmanto yang buruh lulusan SMP itu mungkin akan tetap selamanya berada dalam jalan yang muram kalau saja ia hanya kuyup dengan mindset negatif. Atau mindset yang selalu melihat keterbatasan, dan bukan peluang. Yang acap fokus pada ketidakmungkinan, dan bukan kemungkinan. Yang hanya berceloteh tentang kekurangan serta aneka keluhan, dan bukan harapan yang menjanjikan jalan kemakmuran.
Mindset positif bukan soal apakah kita lulusan S1, S2 atau hanya SMP. Juga bukan soal apakah kita anak orang mapan atau sekedar anak supir angkot. Mindset positif adalah tentang keyakinan diri bahwa masa depan yang lebih cemerlang niscaya bisa direngkuh.
Sebaliknya, tanpa disadari mindset negatif hanya akan menarik energi negatif di semesta alam raya ini. What you think is what you get. Spiral kehidupan yang sarat dengan kenestapaan mungkin akan selalu bergulir tanpa henti.
Mindset # 2 : Action Oriented. Mindset positif adalah pemicu. Ia akan menjadi kekuatan nyata jika disertai dengan action. Atau action oriented. Dan persis disinilah penyakit yang menghantui begitu banyak orang.
Saya punya teman yang punya rencana bagus untuk memperbaiki nasib hidupnya. Sudah dua tahun ia menggaungkan impian dan rencana itu. Dan minggu lalu ketika saya bertemu dengannya, rencana itu ternyata >>> tetap tinggal rencana. Meski sudah dua tahun berlalu. Sounds familiar?
Oh, saya punya rencana begini. Oh, saya punya angan-angan seperti itu. Pokoknya tahun depan saya harus mulai mewujudkan impian ini. Dan ketika tahun depan menjemput, bilangnya : tahun depannya lagi saja. Begitu seterusnya.
Jutaan orang terkapar nasibnya lantaran mentalitas menunda seperti ini. Mentalitas angan-angan, dan bukan mentalitas aksi.
Iwan yang anak supir angkot itu tidak banyak berwacana. Ia hanya terus melakukan action, yakni belajar tanpa henti tiap malam sambil ditemani lampu petromaks. Darmanto tak punya banyak waktu untuk berangan-angan. Sebab waktu dia sudah habis untuk berdiri berjam-jam di toko buku : membaca puluhan buku tentang internet.
Mindset #3 : Resourcefulness. Saya rasa ini pilar yang paling penting. Makna sederhananya : panjang akal. Atau kegigihan untuk secara mandiri menemukan sumber daya yang diperlukan untuk mengubah nasib.
Sialnya, begitu banyak orang yang memiliki zero resourcefulness. Wah bagaimana caranya ya mas? Aduh, saya ndak tahu harus bagaimana lagi? Pertanyaan-pertanyaan elementer seperti ini acap muncul, dan sungguh itu mencerminkan “kebodohan paling akut” : betapa pendek akalnya.
Saya juga sering dapat email yang isinya kurang lebih seperti ini : saya ingin mengubah nasib mas. Tapi bagaimana caranya ya mas? Apa yang harus saya lakukan?
Ada dua kemungkinan kenapa pertanyaan seperti itu muncul. Yang pertama, orangnya malas mencari jawaban sendiri (dan di era Google seperti sekarang, sebenarnya semua pertanyaan sudah ada jawabannya). Kemungkinan kedua : IQ orang itu dibawah 50.
Meski lulusan SMP, level resourcefulness Darmanto mungkin lebih tinggi dibanding mereka yang mengaku lulusan S1. Tanpa banyak tanya, ia langsung saja membaca puluhan buku tentang internet dan programming. Lalu langsung dipraktekkan sendiri. Juga tanpa banyak tanya. Hasilnya : amazing.
Saya sendiri melihat, resourcefulness adalah elemen paling krusial manakala orang berkeinginan mengubah nasib. Panjang akal. Gigih mencari ilmu secara mandiri meski harus bersusah-payah. Kreatif menemukan sendiri jawaban dan solusinya.
Positive Mindset. Action Oriented. Resourcefulness. Inilah sejatinya tiga elemen esensial untuk melukis garis nasib dan kehidupan kita di masa mendatang.
Think positive. Keep Learning. And just do it.