by Nugroho Nusantoro
Pernahkah kita dengan detil memperhatikan pelayanan yang kita terima pada saat kita membeli sesuatu atau menggunakan jasa tertentu? Suatu misal pada saat kita membeli bensin. Apa saja "bagian" pelayanan yang kita terima dari awal kita masuk sampai selesai mengisi bensin? Kita coba telusuri.
Pada saat kita baru memasuki lokasi pengisian bahan bakar, biasanya seorang operator memberi tanda di "pulau" yang mana sebaiknya kita berhenti. Setelah mobil kita berhenti, operator akan menunggu apakah kita turun, atau membuka kaca saja. Bila kita memperlihatkan indikasi akan turun, sang operator berjalan menuju sisi kanan kendaraan kita dan berdiri menunggu. Kita turun dan menyebutkan jenis bahan bakar, berapa liter atau berapa rupiah yang kita inginkan dan, kemudian, mengikuti sang operator ke arah dispenser bensin. Operator mulai mengisikan bensin setelah menunjukkan bahwa meter dimulai dari angka nol. Menunggu bensin terisi kita melihat ke sekeliling, ke arah pengendara lain, atau memperhatikan meter daripada "bengong". Kalau kita beruntung, pada saat itu mungkin operator lain akan menawarkan diri untuk membersihkan kaca kita. Ya, bila beruntung! Setelah tangki bensin kita terisi sesuai yang kita kehendaki, operator akan memberi tahu bahwa apa yang diisikan sudah "pas" dengan permintaan kita. Akhirnya kita membayar dengan cash, debit atau credit card lalu kita melanjutkan perjalanan kita.
Dari seluruh rangkaian moments of truth alias saat-saat kita menerima layanan di atas, tidak ada penggal yang spesial kecuali tangki bensin yang terisi dengan pas dan dimulai dari angka nol saat mulai diisi. Padahal memberikan layanan yang spesial adalah syarat utama pertumbuhan usaha. Apa sebenarnya yang menjadikan rangkaian layanan itu tidak spesial? Jawabannya adalah terlalu banyak "waktu diam" alias silent moment.
Saya setuju bahwa dalam beberapa konteks kalimat "diam adalah emas" memang benar. Dalam konteks berinteraksi dengan pelanggan diam itu adalah api. Api itu bisa "melalap" kenyamanan pelanggan. Bayangkan saat ketika kita memandangi meter dispenser bensin dan operator yang melayani kita hanya melihat ke arah lubang tangki bensin mobil kita, atau bahkan bicara dengan rekan sekerjanya. Bayangkan juga waktu kita berada di suatu elevator gedung perkantoran atau hotel HANYA bersama seorang security atau pegawai lainnya dan hanya saling diam. Ingat pula ketika hendak membayar barang yang kita beli dan ternyata komputer kasir mengalami gangguan teknis sehingga sang kasir sibuk "ngedumel" sambil berusaha membetulkan komputer itu, sementara pegawai lain yang berdiri di sebelahnya hanya diam memperhatikan apa yang dilakukan rekan kerjanya. Ada "waktu diam" dalam semua contoh itu dan kita sebagai pelanggan pasti merasa tidak nyaman dalam waktu-waktu itu.
"Waktu diam" adalah hal yang seharusnya dihindari dalam interaksi pelayanan kita dengan pelanggan karena ada potensi-potensi terselubung disana. Potensi terselubung pertama ada ketika kita mampu mengisi waktu itu dengan komunikasi bermakna, serta tulus, dengan pelanggan. Pelanggan akan merasa lebih belong atau lebih "diterima" sekaligus merasa lebih dihargai. Dengan demikian ikatan emosional bisa terjalin antara mereka dan usaha kita. Ikatan emosional ini adalah faktor utama kesetiaan mereka terhadap kita.
Potensi terselubung kedua tersimpan dalam ketidak-mampuan kita mengelola "waktu diam" itu. Selain mengurangi kenyamanan pelanggan, terjadinya waktu diam bisa memicu observasi negatif pelanggan terhadap apa yang ada pada usaha kita. Ingat bahwa dalam menilai segala sesuatu kita sangat dipengaruhi oleh emosi kita. Emosi apa yang mungkin dimiliki pelanggan yang sedang "terperangkap" dalam silent moment itu? Resah level ringan sampai sedang? Ya. Mungkin sekali! Seorang pelanggan yang resah akan melihat apapun di tempat usaha kita melalui "teropong" keresahannya. Ia melihat seorang karyawan kita berdiam diri, teropong keresahannya akan menyimpulkan, "Pegawainya malas." Ia melihat beberapa barang berada agak tidak pada tempatnya, keresahannya akan bisa membuatnya berkomentar, "Tempat ini berantakan." Akhirnya semua pengamatan yang dilatar belakangi oleh rasa resah tadi mengurangi kesempatan kita untuk memenangkan satu lagi pelanggan yang setia.
Dalam pelayananan berstandar bintang lima, meminimalisir "waktu diam" sudah menjadi tuntutan. Karyawan pada perusahaan yang menyediakan pelayanan bintang lima dilatih untuk mampu menjembatani suatu interaksi yang bermakna dan, sekali lagi, tulus dengan para pelanggan. Jembatan menuju suatu interaksi tersebut dibangun di atas landasan "kepedulian" karyawan terhadap kenyamanan pelanggan mereka. Pertanyaan dan pernyataan yang menyamankan selalu mereka lontarkan sebagai pemecah kekakuan perangkap silent moment.
Memang ada saat atau situasi dimana seorang pelanggan lebih memilih "dibiarkan sendiri" dalam suatu silent moment karena alasan kebribadian atau yang lain. Namun berasumsi bahwa semua pelanggan menyukai hal itu (dibiarkan sendiri) bisa beresiko. 75% populasi di dunia ini mempunyai sikap dan perilaku ekspresif dan orang-orang ekspresif selalu menyukai interaksi. Dengan mengawali suatu interaksi kita bisa melakukan observasi singkat apakah seorang pelanggan lebih suka terlibat dalam suatu percakapan hangat atau lebih memilih untuk dibiarkan sendiri. Apapun hasil observasi itu, kabar baiknya adalah bahwa setiap pelanggan sangat menghargai niat tulus kita untuk membuat mereka nyaman melalui sebuah interaksi.
"Waktu diam" alias silent moment memang kelihatan sepele, dan akan selalu kelihatan demikian bagi perusahaan yang tidak peduli dengan konsumen mereka. Satu baut di rangkaian mesin pesawat sering kali tampak sepele juga, namun bila baut itu longgar bisa jadi itu merupakan awal petaka. Kemampuan kita dalam menghilangkan atau meminimalisir "waktu diam" yang tidak nyaman ketika sedang bersama atau melayani pelanggan adalah baut-baut kecil yang mengaitkan seluruh "mesin" pelayanan kita. Longgarnya atau lepasnya baut-baut itu bisa mengakibatkan kerusakan pada usaha kita, karena pelanggan tak lagi setia pada kita.
Selamat meminimalisir silent moment.
Post a Comment