Menyingkap Tabir Tenaga Dalam Nusantara #7
August 10, 2009 at 3:31pm
DARI MANAKAH TRADISI TENAGA DALAM METAFISIK NUSANTARA BERMULA ?
Sejarah Tenaga Dalam Metafisik Nusantara dapat dipastikan bermula dari sejarah Pencak Silat itu sendiri, sesuai dengan kesatuan konsep “Kanuragan”, “Kasepuhan”, dan “Kasunyatan”.
Akan tetapi, jika kita kembali melihat fenomena yang terjadi pada tahun 80an, dimana popularitas tenaga dalam tiba-tiba “meledak”, dan tetap berlanjut sampai dengan hari ini (walau tidak sepopuler tahun 80an), maka aliran-aliran tenaga dalam “baru” yang konon di-klaim sebagai tenaga dalam “ilmiah” dan “moderen” ini dapat dikatakan berakar dari dunia persilatan nusantara di abad ke-19.
Generasi 1 : Pada generasi pertama ini, tercatat suatu aliran yang secara de-facto dianggap sebagai induk dari tenaga dalam moderen, yaitu “Sabandar Kari Madi”, yang merupakan gabungan dari keilmuan 3 tokoh silat abad 19, yaitu Mama Sabandar (pendekar Pagaruyung), Bang Kari (Betawi), dan Bang Madi (Betawi). Aliran “Sabandar Kari Madi” ini berkembang di daerah Cianjur – Padalarang. Bentuk dasar Jurus TD “Sabandar Kari Madi” masih terkesan “keras”, karena masih lekat dengan pencak silat. Sebagai contoh, gerakan kaki masih “menghentak”, seperti halnya pencak silat.
Generasi 2 : Pada generasi ini tercatat beberapa nama penerus dari “Sabandar Kari Madi”, antara lain : H.M. Toha (Sin Lam Ba, Jakarta), S. Andadinata (Margaluyu, Rancaekek), Nampon (Nampon Trirasa, Bandung), dan Abah Zaki (Al-Hikmah, Jakarta). Jurus TD pada generasi ini mulai lebih halus, antara lain dengan pengubahan langkah jurus dari semula “menghentak” menjadi “menyeret”, dan pada generasi inilah mulai dikenal standar : 10 Jurus.
Generasi 3 : Pada generasi ini, dapat dianggap saat dimulainya format tenaga dalam yang lebih moderen, dalam arti telah memiliki format organisasi, serta sarana berlatih yang lebih moderen pula. Generasi ini dipelopori oleh perguruan “Prana Shakti” yang didirikan oleh Aspan Panjaitan pada awal tahun 70an, bermarkas di kota Yogyakarta. Perguruan ini memiliki silsilah keilmuan ke perguruan Margaluyu. Pada saat ini dimulainya pemisahan antara “Tenaga Dalam” dari induknya yaitu “Pencak Silat”, atau dengan kata lain aliran generasi ke-3 ini langsung “melompat” ke wilayah “Kasepuhan”. Pada generasi ini, Jurus tenaga dalam menjadi lebih “indah” dan mulai berlaku pola penahanan napas.
Generasi 4 : Pada generasi ini mulai berlangsung duplikasi besar-besaran, sehingga dapat dikatakan hampir seluruh perguruan “Tenaga Dalam” yang dibentuk mulai kurun waktu ini merupakan duplikasi semata dari generasi sebelumnya. Ironisnya justru pada generasi inilah perkembangan “Tenaga Dalam” Indonesia, khususnya TD Metafisik mengalami “booming” (sekitar tahun 1985 – 1995). Tercatat beberapa perguruan terkenal yang dapat dianggap sebagai perguruan generasi ke-4, antara lain : Satria Nusantara, Kalimasada, Sinar Putih, Pendawa Padma, Al-Barokah, Al-Ihklas, Mahatma, Bambu Kuning, dll. Pada generasi ini ditandai dengan mulai dirubahnya gerakan kaki, yang semula gerakan kaki cenderung selalu sejajar, maka kini berlaku gerakan menyilang (mata kaki dipertemukan), yang konon lebih memperkuat produksi tenaga dalam.
***
CARUT MARUT TENAGA DALAM METAFISIK (TDM)
Perkembangan yang pesat dari TDM, tidak terlepas dari berbagai carut-marut yang hadir bersamanya. Berbagai hal yang “tidak jelas” dan “bias” anehnya justru membuat tenaga dalam, khususnya TDM generasi ke-4 menjadi sangat populer.
Penulis tidak men-generalisasi bahwa seluruh perguruan TDM memiliki kontribusi dalam menghadirkan carut-marut ini, sebagai contoh masih banyak perguruan yang tetap memiliki akar Martial Arts, sehingga benar-benar menempatkan Tenaga Dalam ini pada fungsi yang sebenarnya, yaitu wilayah “Kasepuhan” alias Metafisik. Akan tetapi khususnya perguruan yang murni merupakan “Perguruan Tenaga Dalam Metafisik” semata, pada umumnya secara sadar atau tidak, seringkali berkontribusi terhadap ke-carut-marutan ini.
Berikut ini penulis akan memberikan paparan bebas terhadap hal-hal yang memiliki konstribusi dalam ke-carut-marutan dunia TDM ini :
Pemisahan antara Martial Arts dan TDM
Kenapa pada umumnya TDM moderen menghilangkan akar tenaga dalam yaitu Martial Arts (pencak silat), dan langsung “melompat” ke TDM murni ?!
Jawabannya sederhana, yaitu permintaan pasar ! Karena masyarakat secara umum sangat sedikit yang berminat untuk menekuni Martial Arts, dalam hal ini adalah pencak silat, karena olah fisik yang melelahkan, serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebaliknya masyarakat cenderung untuk “shortcut”, dan memilih untuk menjadi “sakti” dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu TDM murni (tanpa Martial Arts) menjadi alternatif pilihan yang menarik.
Objective Yang Tidak Jelas
Seorang calon praktisi yang akan mendaftarkan diri ke suatu perguruan TDM biasanya tidak pernah mempertanyakan Objective yang akan dicapai dalam pelatihan yang akan diikuti, demikian juga pihak perguruan juga tidak pernah menjelaskan. Silakan anda mencoba untuk bertanya kepada salah satu praktisi TDM : “Pak, di tingkat berikutnya anda kira-kira memiliki kemampuan apa ?”, maka kemungkinan besar praktisi tersebut tidak akan dapat menjawab secara tegas, dan alternatif jawabannya mungkin adalah : “Saya akan menguasai teknik pengendalian halus”, walaupun tetap tidak akan dapat menjawab bahwa kemampuan tersebut (teknik) dapat dimanfaatkan untuk hal apa ?
Sebenarnya sudah cukup “klop” sih ! Praktisi tidak akan “bertanya”, sehingga perguruan juga tidak perlu “menjawab” ! Dan ini akan berlangsung bertahun-tahun, biasanya sampai dengan sang Praktisi merasa bosan dan menghentikan latihannya.
Berlindung Dibalik Istilah
Perguruan TDM biasanya berlindung di balik istilah “Seni Pernapasan Untuk Kesehatan”. Dan selalu mengatakan bahwa tujuan utama dari mempelajari TDM adalah “untuk kesehatan diri sendiri” dan juga “untuk menyembuhkan orang lain”.
Sebenarnya sampai dengan tahapan ini masih terhitung “wajar” dan “benar” karena memang Jurus tenaga dalam jika dilakukan sungguh-sungguh akan sama dengan olah fisik alias olah raga, kemudian teknik pernapasan yang benar akan membuat minimal paru-paru (alveoli) menjadi sehat dan berkembang.
Akan tetapi pada prakteknya di “lapangan” justru sering terjadi proses “miss direction” dan “confusing” yang terstruktur, mulai dari pernyataan-pernyataan lisan, sampai dengan penggelaran berbagai demonstrasi yang tidak ada kaitannya dengan “kesehatan”, misal : pematahan benda keras, bermain “mental-mentalan”, bermain “air keras”, dst. Hal-hal semacam ini akan membimbing seluruh praktisi “berpikir salah” dan menganggap bahwa selain untuk “menjaga kesehatan”, maka kemungkinan TDM yang mereka pelajari justru dapat dipergunakan untuk berbagai aplikasi fisik, termasuk “Self Defense” ?!
Hal ini masih diperparah lagi dengan trik yang biasa dimainkan dalam gelar demonstrasi yang acapkali mencampurkan sesuatu yang “biasa-biasa” saja ditambah dengan sesuatu yang memang “luar biasa”, yang akan menghasilkan efek psikologis menjadi seakan-akan seluruhnya adalah “luar biasa”. Hal ini merupakan bagian dari proses “miss direction” dan “confusing” yang nanti akan dijelaskan lebih jauh.
***
Berikutnya akan dipaparkan berbagai demonstrasi dan pengajaran di TDM yang berpotensi untuk menghasilkan “miss consception”, “miss direction”, dan “confusing”.
DEMONSTRASI “MENTAL-MENTALAN”
Demonstrasi ini benar-benar berpotensi untuk menimbulkan kesalah-pahaman, mengingat naluri manusia yang ingin “sakti” dengan hanya sedikit usaha.
Seorang praktisi dikelilingi oleh beberapa orang yang berperan sebagai “musuh”. Dan ketika dilakukan “penyerangan”, maka seluruh musuh akan terpental cukup hanya dengan satu “kibasan” halus saja. Luar biasa !
Bahkan pada praktisi yang telah terlatih, dapat berlangsung proses yang ajaib, yaitu lawan benar-benar terkunci dan akan mengikuti gerakan jurus yang dilakukan oleh praktisi, tidak jarang diikuti oleh suara-suara kesakitan dari sang “lawan”. Sebagai contoh, pada demontrasi di perguruan “Nampon Trirasa” yang dikenal dengan istilah “tembak-tembakan”, gerakan antara praktisi dan “lawan” akan menjadi sedemikian indahnya, dimana lawan dapat benar-benar terpental dalam posisi “salto”, karena “dipotong” oleh praktisi. Pada demonstrasi yang lain, lawan akan “tertusuk” tenggorokkannya sehingga mengeluarkan suara kesakitan, karena terkena jurus “colok”. Luar biasa !
Tetapi kenapa ya ? Tidak ada satupun praktisi TDM yang menjadi pemenang di kejuaraan “Free Style Martial Arts”, seperti “UFC”, “Pride”, dsb. ?? Kan seharusnya mereka ini sangat hebat, karena pasti lawan tidak akan dapat menyentuh mereka ?
Sebenarnya Apakah Yang Terjadi ?
Sebenarnya yang terjadi hanyalah fenomena biasa yang tidak terlalu istimewa, dan setiap orang termasuk anda dapat melakukannya. Pada dasarnya, melalui teknik tertentu yang sangat sederhana kita dapat “melontarkan” diri, dan karena ini bekerja di tingkat “Subtle Energy” maka fenomenanya adalah kita seakan-akan kita “menabrak” suatu bantalan maya berupa “energi”. Hal ini merupakan pengetahuan lama yang dikenal dengan istilah “Krachtologi”.
Mau mencoba ? Silakan gambarkan garis “maya” dengan pikiran anda, anggap saja ini adalah garis perlindungan. Kemudian tarik nafas dalam, tahan di bawah perut, lalu “tabraklah” garis maya ini, maka anda akan merasakan adanya “dorongan” akibat energi dari garis maya tersebut. Mirip dengan fenomena 2 magnet berkutub sama yang dibenturkan !
Selanjutnya, melalui proses latihan dan “sinkronisasi” antara praktisi dan “lawan”, maka akan dihasilkan berbagai fenomena “tabrakan” yang sangat spektakuler.
Yang intinya adalah, bahkan untuk dapat “terpental”, maka seseorang harus “berlatih” terlebih dahulu !
Apakah hal ini berlaku di dunia riel ? Karena dalam pengajaran TDM biasanya dikaitkan dengan konsep “jika lawan dalam keadaan emosi maka akan muncul energi negatif yang akan membuatnya terpental”. Tentu saja kemungkinan selalu ada, tetapi mungkin hanyalah 1000 : 1, sehingga tidak layak untuk di-generalisir. Hal yang umum terjadi justru seseorang menjadi “babak belur” karena secara konyol mencoba “mengerahkan” TDM pada saat “Real Combat” !
Miss Conception & Miss Direction
Demonstrasi “mental-mentalan”, “tembak-tembakan”, “adu pancer”, dan berbagai istilah lainnya cenderung menimbulkan “miss conception” dan “miss direction” yang akan membawa siapapun juga yang menyaksikannya untuk menganggap bahwa TDM efektif dimanfaatkan dalam Physical Self Defense.
Penulis sendiri memiliki pengalaman menarik, yaitu setiap penulis memberikan penjelasan atas demonstrasi ini, kemudian penulis mendemonstrasikannya, maka tetap ada saja yang menanyakan kembali “Pak, apakah ini dapat dipergunakan untuk menghadapi penjahat ?”. Menarik ! Sudah dijelaskan, tetap masih bertanya secara “tidak cerdas” ! Kenapa ? Karena manusia mahluk yang senang “berharap” ! Berharap, jangan-jangan memang bisa …….!
DEMONSTRASI “AIR KERAS”
Konon setelah mempelajari TDM, maka seseorang akan kebal terhadap air keras. Demonstrasi biasanya diawali dengan melarutkan “uang logam” ke air keras dimaksud, kemudian air keras tersebut disiramkan ke tangan praktisi.
Benarkan demikian ? Ya benar ! Karena “air keras” versi tenaga dalam sesungguhnya adalah “air keras” yang bukan “air keras” ! Di pasaran beredar 2 jenis “air keras” yang masing-masing merupakan zat kimia yang saling berbeda, dimana keduanya sama-sama dapat melarutkan logam, tetapi salah satu dari mereka justru tidak berefek pada kulit manusia, hanya menimbulkan sedikit rasa gatal. Silakan anda belajar membedakan kedua jenis “air keras” ini !
*****
Dan masih banyak lagi demonstrasi yang cenderung mengarah kepada “pembodohan masyarakat”, akan tetapi rasanya “kurang etis” juga jika penulis membongkar semuanya ! Silakan pembaca mulai berpikir analitis dan kreatif untuk menemukan “keganjilan-keganjilan” lainnya.
Menyingkap Tabir Tenaga Dalam Nusantara #8 (TAMAT)
August 11, 2009 at 2:09am
Dunia Tenaga Dalam sebenarnya merupakan dunia “abu-abu”, dimana kita membutuhkan teknik berpikir tertentu untuk dapat memperoleh manfaat dari fenomena yang ditimbulkannya.
Walaupun penulis memiliki latar belakang pendidikan dan profesi yang sangat lekat dengan dunia otak kiri, akan tetapi perlu pembaca ketahui bahwa penulis tidak termasuk dalam golongan yang “skeptis” terhadap hal-hal yang yang bersifat “irrasional”.
Demikian juga walaupun penulis menekuni dunia Hypnosis yang identik dengan pengetahuan pikiran bawah sadar, akan tetapi penulis juga berupaya untuk tidak gegabah untuk merelasikan segala sesuatunya dengan “pikiran bawah sadar”. Kenapa ? Karena “pikiran bawah sadar” sekalipun sesungguhnya merupakan salah satu “model” untuk kepentingan keilmuan Hypnosis itu sendiri. Apakah sesungguhnya “pikiran bawah sadar” itu sendiri ? Tidak seorangpun akan dapat menjawabnya secara benar !
Secara alamiah, dalam upaya menyerap pemahaman, manusia berhadapan dengan proses : Generalization, Deletion, dan Distortion. Dimana hal inilah yang menyebabkan perbedaan “peta” antara manusia satu dan lainnya, walaupun melakukan observasi pada teritori (wilayah) yang sama.
Khusus dalam pembahasan tenaga dalam ini, penulis telah melewati berbagai eksperimen yang cukup panjang, dimana kesimpulan dari pengamatan dan eksperimen ini sangat variatif, bahkan terdapat beberapa hal yang masih menyisakan “misteri” alias belum dapat ditarik kesimpulan sama sekali.
***
KESIMPULAN SEMENTARA
Tradisi Tenaga Dalam secara umum adalah suatu metodologi untuk menghasilkan “Subtle Energy”, dimana setiap tradisi yang berbeda atau teknik yang berbeda akan menghasilkan “Subtle Energy” yang berbeda pula.
TD Fisik secara umum akan menghasilkan “Subtle Energy” yang sangat kuat dan nyaris memiliki sifat fisik, dan “Subtle Energy” yang dihasilkan berfungsi sebagai extension atau perluasan dari kemampuan fisik.
TD Metafisik secara umum akan menghasilkan “Subtle Energy” yang lebih halus, dan hanya bermanfaat untuk aplikasi Metafisik.
***
Secara teknologi, tradisi Tenaga Dalam dapat dianggap sebagai suatu sistem penghasil “Subtle energy” yang telah “Out of Date” karena pada saat ini telah hadir dalam kebudayaan manusia berbagai sistem yang jauh lebih efisien dan efektif.
Sebagai analogi, pada jaman dahulu nenek moyang kita “membuat api” dengan cara yang sangat primitif, yaitu menggosokkan batu, kayu, dsb. Pada hari ini api dengan mudah dapat diperoleh melalui korek api gas. Subtle Energy ini dapat dianalogikan sebagai “api”, sehingga pada hari ini banyak cara yang jauh lebih mudah untuk mendapatkannya.
Secara umum, pada saat ini “Subtle Energy” dapat dihasilkan secara efektif melalui 2 sistem utama, yaitu : (1). Melalui kekuatan pikiran (2) Melalui “channeling”.
Sebagai Ilustrasi :
Pada tahun 1999, ketika penulis pertama kali mengajarkan teknik Reiki, terdapat cukup banyak guru tenaga dalam yang tertarik untuk mempelajarinya. Kenapa ? Karena sistem penyembuhan dengan teknik reiki ternyata jauh lebih mudah dan efisien dibandingkan teknik penyembuhan melalui teknik tenaga dalam. Penyembuhan melalui teknik tenaga dalam pada umumnya melelahkan dikarena membutuhkan konsentrasi, dan juga penyembuh berpotensi untuk terkontaminasi penyakit dari pasien yang tengah disembuhkan.
Teknik Reiki merupakan salah satu sistem untuk mengakses “Subtle Energy” dengan konsep “channeling” yang justru tidak membutuhkan konsentrasi alias de-konsentrasi.
Dengan inspirasi yang diperoleh dari teknik “channeling”, maka beberapa perguruan tenaga dalam mulai mengkonversi metodologinya, salah satunya adalah teknik pengisian “Chi” tidak lagi dilakukan dengan teknik pernapasan, tetapi melalui teknik “Channeling”.
Demikian juga dengan uji coba pematahan benda keras, yang ternyata jauh lebih dahsyat hasilnya ketika menggunakan teknik “kekuatan pikiran” semata.
***
Sepenggal Kisah Mengenai Subtle Energy
Pada tahun 2006, penulis menyelenggarakan suatu pelatihan yang berkaitan dengan Subtle Energy di Denpasar, tepatnya di Inna Sindhu Beach Hotel, Sanur. Pada saat itu penulis juga didampingi oleh beberapa asisten pelatih, diantaranya adalah Sdr. Rully Rachmansyah dan Sdr. Anton Mujahidin yang keduanya kini lebih dikenal sebagai pelatih hipnotis & hipnoterapi di kota Jakarta dan Medan. Panitia penyelenggara pada pelatihan tersebut adalah Bp. Cipto Hadi yang kini lebih dikenal sebagai seorang Hypnothrerapist di kota Denpasar. Peserta pelatihan tersebut sekitar 30 orang.
Pada sore hari, seperti yang sudah2, penulis mendemokan apa yang penulis sebut sebagai energi "initi besi", yaitu semacam teknik baju besi yang biasa dipelajari di Qi-Gong.
Penulis meminta salah seorang peserta untuk maju ke depan, dengan pertimbangan bahwa peserta ini tampil dengan sangat luar biasa pada demo-demo pematahan benda keras yang digelar beberapa jam sebelumnya.
Penulis meminta peserta ini untuk membuka baju, melakukan kontraksi di daerah badan belakang, dan mengerahkan "Chi" besi-nya, lalu penulis dengan menggunakan golok bali yang sangat tajam (bukan golok rekayasa yang biasa didemokan paranormal) untuk mengiris punggung belakang-nya secara vertikal dari leher sampai ke pinggang (kira-kira sepanjang 40 cm). Apa yang terjadi ? Tiba-tiba kulitnya robek (benar-benar tidak terlindungi) dan tentu saja darah mengucur sangat deras (karena robek dalam kondisi kontraksi), dengan disaksikan oleh puluhan mata peserta. Penulis merasa penasaran, karena selama ini tidak pernah terjadi hal semacam ini, dan penulis mengulanginya kembali dengan membuat sayatan di sebelahnya, yang ternyata juga merobek kulit peserta tersebut, dan dapat dibayangkan bahwa darah begitu derasnya mengucur di tubuh belakang tersebut.
Dalam kepanikan yang luar biasa ini, secara unconscious penulis menempelkan kedua belah tangan ke daerah luka tersebut dan mengalirkan "Subtle Energy", kemudian penulis secara tiba-tiba memasuki "state" tertentu yang kira-kira mengakibatkan munculnya "Subtle Energy" yang paling tepat untuk kondisi dimaksud. Proses berlangsung kurang lebih 20 menit dalam suasana yang sangat tegang, dan tanpa disadari proses penyembuhan ini dilakukan tetap dalam posisi berdiri, baik penulis maupun praktisi.
Pada sekitar menit ke 10, mulai muncul keajaiban, yaitu luka mulai "menutup" dan selanjutnya semakin menutup, dan akhirnya benar-benar tertutup, persis seperti penutupan retsleting celana, dan akhirnya hanya menyisakan bekas seperti halnya jika tubuh kita disabet dengan lidi.
Dan yang menarik, seluruh peserta pelatihan memberikan tepuk-tangan meriah. Kenapa ? Karena mereka menyangka bahwa yang baru saja terjadi adalah demonstrasi penyembuhan luka. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa yang baru saja berkangsung sesungguhnya adalah demonsrasi teknik "baju besi" yang gagal total !
Para pembaca yang merasa skeptis dengan kisah ini, penulis persilakan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang hadir pada peristiwa tersebut.
Apa yang dapat dipetik dari kisah ini ?
Pelajaran yang paling berharga bagi penulis adalah apa yang disebut sebagai "State", dimana "State" ini sangat menentukan dalam sukses atau tidaknya penggunaan "Subtle Energy". Peserta tadi mengalami kegagalan dalam mendemonstrasikan "baju besi" hanyalah karena ia tidak memperoleh "State" yang tepat. Penulis berhasil menyembuhkan, dikarenakan penulis secara unconscious memasuki "State" yang tepat, yang dalam hal ini timbul antara lain karena faktor tanggung-jawab dan juga rasa malu yang timbul karena kegagalan yang terjadi.
"State" ini bukan produksi dari kemampuan Self Hypnosis semata, tetapi lebih kompleks dari yang kita duga, karena melibatkan berbagai komponen lainnya, misal : Belief, Value, fisiologi, dll.
Dan yang jelas, mulai saat itu penulis tidak pernah lagi mendemonstrasikan kemampuan "baju besi" ! Terlalu mahal resiko yang hadir bersama demonstrasi ini.
PENUTUP
Penulis berharap bahwa tulisan sebanyak 8 seri ini kiranya dapat menjadi wacana bagi mereka yang tertarik untuk menekuni dunia esoterisme, khususnya tenaga dalam.
Melalui wacana ini diharapkan para pembaca dapat menempatkan “Tradisi Tenaga Dalam” dalam perspektif yang lebih proporsional dan tidak berlebihan.
Selain itu penulis berharap bahwa “Tradisi Tenaga Dalam” hendaknya dipandang sebagai metodologi atau sistem yang diciptakan oleh nenek moyang kita sebagai salah satu “tools” untuk menghadapi kehidupan, dimana sebagai sistem atau “tools” maka kitapun dapat menyempurnakannya agar lebih sesuai dengan kehidupan moderen, bahkan untuk itu kitapun dapat meninggalkan “cara-cara lama” dan beralih ke “cara-cara baru” !
Akhirnya semuanya akan kembali kepada para pembaca terhormat !
“Ambil hal-hal yang memberdayakan, dan sebaliknya buanglah hal-hal yang tidak memberdayakan !”
<TAMAT>
Salam,
Yan Nurindra
Pengamat Esoterisme Indonesia